PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN KEPERAWATAN DI INDONESIA
a. Sejarah
pendidikan keperawatan di Indonesia
Sejarah dan perkembangan keperawatan di
Indonesia dimulai pada masa penjajahan Belanda sampai pada masa kemerdekaan.
1. Masa Penjajahan Belanda
Perkembangam keperawatan di Indonesia
dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi yaitu pada saat penjajahan kolonial
Belanda, Inggris dan Jepang. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat
berasal dari penduduk pribumi yang disebut Velpeger dengan dibantu Zieken
Oppaser sebagai penjaga orang sakit.
Tahun 1799 didirikan rumah sakit Binen
Hospital di Jakarta untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda. Usaha
pemerintah kolonial Belanda pada masa ini adalah membentuk Dinas Kesehatan
Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat. Daendels mendirikan rumah sakit di Jakarta,
Surabaya dan Semarang, tetapi tidak diikuti perkembangan profesi keperawatan,
karena tujuannya hanya untuk kepentingan tentara Belanda.
2. Masa Penjajahan Inggris (1812 – 1816)
Gurbernur Jenderal Inggris ketika VOC
berkuasa yaitu Raffles sangat memperhatikan kesehatan rakyat. Berangkat dari
semboyannya yaitu kesehatan adalah milik manusia, ia melakukan berbagai upaya
untuk memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi antara lain :
- pencacaran umum
- cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa
- kesehatan para tahanan
Setelah pemerintahan kolonial kembali ke
tangan Belanda, kesehatan penduduk lebih maju. Pada tahun 1819 didirikan RS.
Stadverband di Glodok Jakarta dan pada tahun 1919 dipindahkan ke Salemba yaitu
RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Tahun 1816 – 1942 berdiri rumah sakit – rumah
sakit hampir bersamaan yaitu RS. PGI Cikini Jakarta, RS. ST Carollus Jakarta,
RS. ST. Boromeus di Bandung, RS Elizabeth di Semarang. Bersamaan dengan itu
berdiri pula sekolah-sekolah perawat.
3. Zaman Penjajahan Jepang (1942 – 1945)
Pada masa ini perkembangan keperawatan mengalami
kemunduran, dan dunia keperawatan di Indonesia mengalami zaman kegelapan. Tugas
keperawatan dilakukan oleh orang-orang tidak terdidik, pimpinan rumah sakit
diambil alih oleh Jepang, akhirnya terjadi kekurangan obat sehingga timbul
wabah.
4. Zaman Kemerdekaan
Tahun 1949 mulai adanya pembangunan dibidang
kesehatan yaitu rumah sakit dan balai pengobatan. Tahun 1952 didirikan Sekolah
Guru Perawat dan sekolah perawat setimgkat SMP. Pendidikan keperawatan
profesional mulai didirikan tahun 1962 yaitu Akper milik Departemen Kesehatan
di Jakarta untuk menghasilkan perawat profesional pemula. Pendirian Fakultas
Ilmu Keperawatan (FIK) mulai bermunculan, tahun 1985 didirikan PSIK ( Program
Studi Ilmu Keperawatan ) yang merupakan momentum kebangkitan keperawatan di
Indonesia. Tahun 1995 PSIK FK UI berubah status menjadi FIK UI. Kemudian muncul
PSIK-PSIK baru seperti di Undip, UGM, UNHAS dll.
b. Sistem
pendidikan keperawatan saat kini dan
yang akan datang di Indonesia
Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di segala bidang termasuk bidang kesehatan,
peningkatan status ekonomi masyarakat, peningkatan perhatian terhadap
pelaksanaan hak asasi manusia, kesadaran masyarakan akan kebutuhan kesehatan
mengakibatkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya hidup sehat dan
melahirkan tuntutan akan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Pergeseran akan
fenomena tersebut, telah mengubah sifat pelayanan keperawatan dari pelayanan
fokasional yang hanya berdasarkan keterampilan belaka kepada pelayanan
profesional yang berpijak pada penguasaan iptek keperawatan dan spesialisasi
dalam pelayanan keperawatan.
Fokus peran dan
fungsi perawat bergeser dari penekanan aspek kuratif kepada peran aspek
preventif dan promotif tanpa meninggalkan peran kuratif dan rehabilitatif.
Kondisi ini menuntut
uapaya kongkrit dari profesi keperawatan, yaitu profesionalisme keperawatan.
Proses ini meliputi pembenahan pelayanan keperawatan dan mengoptimalkan
penggunaan proses keperawatan, pengembangan dan penataan pendidikan keperawatan
dan juga antisipasi organisasi profesi (PPNI).
1.Pengembangan
dan Penataan Pendidikan Keperawatan
Meningkatnya
tuntutan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang profesional, telah
memicu perawat untuk terus mengembangkan dirinya dalam berbagai bidang,
terutama penataan sistem pendidikan keperawatan. Oleh karena itu profesi
keperawatan dengan landasan yang kokoh perlu memperhatikan wawasan keilmuan,
orientasi pendidikan dan kerangka konsep pendidikan
a.Wawasan
Keilmuan
Pada tingkat
pendidikan akademi, penggunaan kurikulum D III keperawatan 1999, merupakan
wujud dari pembenahan kualitas lulusan keperawatan. Wujud ini dapat dilihat
dengan adanya:
•Mata Kuliah
Umum (MKU), yaitu: Pendidikan Agama, Pancasila, Kewiraan dan Etika Umum)
•Mata Kuliah
Dasar Keahliah (MKDK), yaitu: Anatomi, Fisiologi dan Biokimia, Mikrobiologi dan
Parasitologi, Farmakologi, Ilmu Gizi dan Patologi.
•Mata Kuliah
Keahlian (MKK), yaitu: KDK, KDM I dan II, Etika Keperawatan, Komunikasi Dalam
Keperawatan, KMB I, II, III, IV dan V, Keperawatan Anak I dan II, Keperawatan
Maternitas I dan II, Keperawatan Jiwa I dan II, Keperawatan Komunitas I, II dan
III, Keperawatan Keluarga, Keperawatan gawat Darurat, Keperawatan Gerontik,
Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Keperawatan Profesional dan Pengantar
Riset Keperawatan.
Demikian juga
halnya dengan tingkat pendidikan S1 Keperawatan, yaitu dengan berlakunya
kurikulum Ners pada tahun 1998. Sementara itu di Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia (FIK-UI) telah dibuka S2 Keperawatan untuk Studi
Manajemen Keperawatan, Keperawatan Maternitas dan Keperawatan Komunitas. Dan
selanjutnya akan dibuka Studi S2 Keperwatan Jiwa dan Keperawatan Medikal Bedah.
Dapat disimpulkan bahwa saat ini perkembangan keperawatan diarahkan kepada
profesionalisme dengan spesialisasi bidang keperawatan.
b.Orientasi
Pendidikan
Pendidikan
keperawatan bagaimanapun akan tetap berorientasi pada pengembangan pengetahuan
dan teknologi, artinya pengalaman belajar baik kelas, laboratorium dan lapangan
tetap mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memanfaatkan
segala sumber yang memungkinkan penguasaan iptek. Sehingga diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan keperawatan dan persaingan global.
c.Kerangka
Konsep
Berpikir ilmiah,
pembinaan sikap dan tingkah laku profesional, belajar aktif mandiri, pendidikan
dilingkungan masyarakat serta penguasaan iptek keperawatan merupakan
karakteristik dari pendidikan profesional keperawatan.System Pendidikan Tinggi Keperawatan
yang dikembangkan saat ini ditujukan untuk menjawab tuntutan dan kebutuhan
masyarakat dan pembangunan kesehatan di masa depan, khususnya terwujudnya
keperawatan sebagai suatu profesi dalam segala aspeknya. Pendidikan tinggi
keperawatan harus dapat menghasilkan lulusan sesuai dengan fungsi pokoknya
yaitu fungsi pendidikan, fungsi riset ilmiah, dan fungsi pengabdian kepada
masyarakat dalam bidang keperawatan. Salah satu upaya penataan pendidikan
keperawatan diarahkan kepada mengembangan lahan praktik keperawatan disertai
pembinaan masyarakat professional keperawatan (professional community)
dengan cara pelaksanaan pengalaman belajar klinik (PBK) dan Pengalaman Belajar
Lapangan (PBL) yang berbasis kompetensi bukan penunjang pelayanan medik.
PERKEMBANGAN
ORGANISASI PERAWAT DI INDONESIA
a. Sejarah
berdirinya organisasi profesi perawat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) lahir
pada tanggal 17 Maret 1974. Kebulatan tekad spirit yang sama dicetuskan oleh
perintis perawat bahwa tenaga keperawatan harus berada pada wadah /organisasi
profesi perawat Indonesia. Pada masa itu sebelum tahun 1974 organisasi perawat
di Indonesia sudah berkembang pesat sesuai dengan zamannya, sejak zaman
penjajahan perawat Indonesia sudah ada seiring dengan adanya Rumah Sakit,
yaitu: Residen Vpabst (1819) dibatavia saat itu berubah menjadi Stadsverband
(1919) dan berubah menjadi CBZ (Central Burgerlijke Zieken Inrichting) di
daerah Salemba yang saat ini menjadi RSCM. Saat itu perawat sudah
memiliki perkumpulan-perkumpulan sebagai wadah organisasi perawat dan dapat
menjalankan pergerakan dalam menentukan martabat profesi perawat. Ketika
itu terdapat beberapa organisasi diantaranya; Perkumpulan Kaum Verpleger fster
Indonesia (PKVI), Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Perawat
Indonesia (PPI), Ikatan Perawat Indonesia (IPI).
Organisasi-organisasi perawat saat itu mengadakan
pertemuan yang diantranya dihadiri oleh IPI, PPI dam PDKI dan diantaranya yang
hadir adalah Ojo Radiat, HB. Barnas dan Drs. Maskoed Soerjasumantri sebagai
pimpinan siding dan sepakat untuk melakukan fusi organisasi dan menyatukan diri
dalam satu wadah organisasi yang saat itu masih bernama Persatuan Perawat
Nasional. Pengabungan atau fusi organisasi perawat tersebut dilakukan di Ruang
Demontration Jl. Prof Eykman Bandung No.34 Bandung Jawa Barat, sejak saat itu
Tanggal 17 Maret 1974 disetujui dan dilakukan pernyataan bersama terbentuknya
Persatuan Perawat Nasional Indonesia, serta membentuk suatu kepanitian untuk
mempersiapkan Kongres Pertama yang dilangsungkan pada tahun 1976. Setiap orang yang telah
menyelesaikan pendidikan keperawatan yang sah dapat mendaftarkan diri sebagai
anggota PPNI, dan semua siswa/ mahasiswa keperawatan yang sedang belajar dapat
disebut sebagai calon anggota.
b. Peran
organisasi profesi
1. Sebagai pembina, pengembang, dan
pengawas terhadap mutu pendidikan keperawatan.
2. Sebagai pembina, pengembang, dan
pengawas terhadap pelayanan keperawatan.
3. Sebagai pembina serta pengembang
ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.
4. Sebagai pembina, pengembang, dan
pengawas kehidupan profesi.
c. AD
dan ART PPNI
- ANGGARAN DASAR PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
BAB
I
IDENTITAS
ORGANISASI
Pasal 1
Nama
Organisasi
Organisasi
ini bernama Persatuan Perawat Nasional Indonesia disingkat PPNI.
Pasal
2
Bentuk
Organisasi
Organisasi
PPNI berbentuk kesatuan dimana Kedaulatan tertinggi di tangan anggota melalui
Musyawarah Nasional. PPNI merupakan organisasi kemasyarakatan yang dibentuk
atas dasar kesamaan
profesi.
Pasal
3
Waktu
Pendirian
Organisasi
ini didirikan pada tanggal 17 Maret 1974 sebagai hasil fusi dari berbagai organisasi
keperawatan yang sudah ada sebelumnya.
Pasal
4
Kedudukan
Organisasi
ini berkedudukan di Wilayah Hukum Negara Republik Indonesia dengan pengurus
Pusat berada di Ibukota Negara.
Pasal
5
Lambang
Organisasi
Lambang
PPNI berbentuk lingkaran yang berisi sebuah segi lima hijau tua dengan dasar
kuning emas dan sebuah lampu putih yang berlidah api lima warna merah dengan
tulisan PERSATUAN PERAWAT INDONESIA – PPNI pada bingkai lingkaran.
BAB
II
SIFAT,
AZAS DAN TUJUAN
Pasal 6
Sifat
PPNI
adalah salah satu – satunya organisasi Profesi Perawat Indonesia yang merupakan
wadah kesatuan seluruh perawat Indonesia.
Pasal 7
Azas
Organisasi
ini berazaskan kaidah organisasi profesi dan nilai – nilai profesi keperawatan
yaitu pengasuhan (caring), pemeliharaan (nurturing), altrurisme
dan holistic.
Pasal 8
Tujuan
1. Memantapkan
persatuan dan kesatuan yang kokoh antar perawat.
2. Meningkatkan
mutu pendidikan dan pelayanan keperawatan dalam
3. meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
4. Mengembangkan
karir dan prestasi kerja bagi tenaga keperawatan sejalan
5. dengan
peningkatan kesejahteraan tenaga keperawatan.
6. Memfasilitasi
dan melindungi anggota dalam mengunakan hak politik dan hukum.
7. Meningkatkan
hubungan kerjasama dengan organisasi lain, lembaga dan
8. institusi
lain baik di dalam maupun di luar negeri.
BAB
III
PERANAN
DAN FUNGSI
Pasal
9
Peran
dan fungsi
1.
PPNI berperan sebagai regulator dengan fungsi
sertifikasi dan memfasilitasi registrasi lisensi.
2.
PPNI berperan sebagai penata kehidupan
keprofesian dengan fungsi menata organisasi; pendidikan dan penelitian;
pelayanan keperawatan; pengembangan hubungan masyarakat dan kerjasama.
3.
PPNI berperan sebagai fasilitator dalam
merespon peningkatan kesejahteraan dengan fungsi fasilitas pengembangan karir,
sistem penghargaan dan pelaksanaan hak politik serta hak hukum.
BAB
IV
KENGGOTAAN
Pasal
10
Jenis
Keanggotaan
Anggota PPNI terdiri dari:
1. Anggota
Biasa
2. Anggota
Khusus
3. Anggota
Kehormatan
BAB
V
SUSUNAN
DAN KEPENGURUSAN ORGANISASI
Pasal
11
Susunan
Organisasi
1. Susunan
organisasi terdiri dari Organisasi Tingkat Pusat, Tingkat Provinsi, Tingkat
Kabupaten / Kota dan Tingkat Komisariat.
2. Dapat
dibentuk organisasi perwakilan luar negeri yang disebut dengan Pengurus PPNI
Perwakilan (diikuti nama Negara)
3. Dapat
dibentuk organisasi Ikatan dan Himpunan Perawat seminat, Ikatan perawat
spesialis sesuai dengan tuntutan kebutuhan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
4. Dapat
dibentuk Majelis Kolegium dan Kolegium Keperawatan.
Pasal 12
Susunan Pengurus Organisasi
Susunan Pengurus Organisasi terdiri dari :
1. Pengurus
Pusat
2. Pengurus
Provinsi
3. Pengurus
Kabupaten / Kota
4. Pengurus
Komisariat
5. Pengurus
Perwakilan Luar Negeri
Pasal 13
Komposisi Kepengurusan
1. Komposisi
Pengurus terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno.
2. Kepengurusan
bersifat kolektif.
Pasal 14
Masa Kepengurusan
1. Pengurus
Persatuan Perawat Nasional Indonesia dipilih untuk masa berbakti 5 (lima)
tahun.
Ketua
Umum, ketua Provinsi, Ketua Kabupaten / Kota tidak dapat dipilih kembali
setelah menjabat 2 (dua) periode berturut – turut.
BAB
VI
KEWENANGAN
DAN KEWAJIBAN
Pasal
15
Kewenangan
1. Pengurus Pusat berwenang:
a. Menentukan
kebijakan organisasi di tingkat nasional berdasarkan AD/ART dan Rekomendasi
Musyawarah Nasional dan atau hasil Rapat Kerja Nasional.
b. Membentuk
dan mengesahkan kopetensi perawat
c. Mengangkat
dan mengambil keputusan terhadap seseorang yang berjasa terhadap profesi
Keperawatan untuk diangkat menjadi Anggota Kehormatan.
d. Bertindak
untuk dan atas nama organisasi secara nasional dalam mewakili organisasi baik
di dalam maupun di luar negeri.
e. Kebijakan
seperti dimaksud pada ayat (a) di atas dinyatakan sah apabila ditandatangani
oleh Ketua Umum dan Seketaris Jendral
f. Mewakili
organisasi di dalam dan diluar pengadilan
g. Mensahkan
komposisi dan personalia pengurus Provinsi
2. Pengurus Provinsi
a. Menentukan
kebijkan organisasi di tingkat wilayah kerjanya berdasarkan AD / ART,
Rekomundasi Musyawarah Nasional, Musyawarah Kerja Nasional dan Kebijakan
Pengurus Pusat, Musyawarah Provinsi dan Rapat Kerja Provinsi.
b. Mensyahkan
komposisi dan personalia pengurus Kabupaten / Kota.
3. Pengurus Kabupaten / Kota
a. Menentukan
kebijakan organisasi di tingkat wilayah kerjanya berdasarkan AD / ART,
Rekomendasi Musyawarah Nasional dan Kebijakan Pengurus Pusat, rekomendasi
Musyawarah Provinsi dan Rapat Kerja Provinsi dan Rekomendasi Musyawarah
Kabupaten / Kota serta rekomendasi Rapat Kerja Kabupaten / Kota.
b. Mensahkan
komposisi dan personalia pengurus Komisariat.
4. Pengurus Komisariat
a. Memungut
iuran Anggota dari anggota komisariat yang bersangkutan dan mendistribusikan
hak pengurus Kabupaten / Kota, Pengurus Provinsi dan Pengurus Pusat secara
langsung melalui rekening masing – masing.
Pasal 16
Kewajiban
1. Pengurus pusat
a. Menyampaikan
pertangungjawaban organisasi pada Musyawarah Nasional
b. Melaksanakan
segala ketentuan organisasi sesuai dengan AD / ART
c. Memberikan
pengakuan kompensasi perawat Indonesia
d. Melaksanakan
pembinaan organisasi secara berjenjang mulai dari Pengurus Provinsi, Kabupaten
/ Kota.
2. Pengurus Provinsi
a. Menyampaikan
pertangungjawaban organisasi pada Musyawarah Provinsi
b. Melaksanakan
segala ketentuan organisasi sesuai dengan AD / ART
c. Melaksanakan
dan tunduk kepada keputusan yang telah diambil oleh Pengurus Pusat
d. Melaksanakan
pembinaan organisasi secara berjenjang mulai dari Pengurus Kabupaten / Kota
sampai ke Pengurus Komisariat
3. Pengurus Kabupaten / Kota
a. Menyampaikan
pertanggungjawaban organisasi pada MusyawarahKabupaten / Kota
b. Melaksanakan
segala ketentuan organisasi sesuai dengan AD / ART
c. Melaksanakan
pembinaan organisasi secara berjenjang mulai dari Pengurus Komisariat sampai ke
Anggota
4.
Pengurus Komisariat
a. Menyampaikan
pertanggungjawaban organisasi pada Rapat Anggota
b. Melaksanakan
segala ketentuan organisasi sesuai dengan AD / ART
c. Melaksanakan
pembinaan organisasi terhadap Anggota
d. Menyetorkan
iuran anggota yang menjadi hak Pengurus Kabupaten / Kota, Pengurus Provinsi dan
Pengurus Pusat melalui rekening masing – masing
e. Melaksanakan
pembinaan anggota dalam kepengurusannya
BAB
VII
DEWAN
PERTIMBANGAN
Pasal
17
Pembentukan
Dewan
Pertimbangan dibentuk melalui keputusan Musyawarah Nasional / Musyawarah
Provinsi / Musyawarah Kabupaten / Kota
Pasal 18
Kewenangan
Dewan
Pertimbangan merupakan badan yang berwenang memberikan arahan, petunjuk dan
pertimbangan, saran serta nasihat kepada Pengurus PPNI sesuai dengan tingkat
kepengurusan organisasi
Pasal 19
Susunan
dan Kompensasi Kepengurusan
1. Dewan
Pertimbangan berada di tingkat Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi dan Pengurus
Kabupaten / Kota.
2. Komposisi
Dewan Pertimbangan terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan dua sampai
empat orang Anggota.
Pasal 20
Tugas Pokok
Memberikan pertimbangan, arahan, nasehat, saran
dan petunjuk kepada Pengurus PPNI dalam lingkungan kepengurusan yang
bersangkutan, baik diminta mapun tidak diminta demi kemajuan pengembangan
organisasi dan profesi Keperawatan.
BAB
VIII
IKATAN,
HIMPUNAN DAN KOLEGIUM
Pasal
21
Demi
kemajuan dan pengembangan profesi Keperawatan serta peningkatan
pelayanan
keperawatan, dapat dibentuk Ikatan, Himpunan dan Kolegium sesuai
rumpun
keilmuan dan spesialisasi keperawatan.
Pasal 22
Pembentukan
Ikatan dan Himpunan
1.
Ikatan dan Himpunan pertama kali dibentuk di
tingkat nasional
2.
Kepengurusan Ikatan dan Himpunan dibentuk
sampai tingkat provinsi.
3.
Pembentukan berproses dengan mengajukan naskah
akademik dan draft AD / ART hasil pra kongres kepada pengurus Pusat PPNI
sebagai bahan pertimbangan terbentuknya ikatan dan Himpunan
4.
Apabila naskah akademik telah disetujui
Pengurus Pusat PPNI, calon Ikatan dan Himpunan harus menyelenggarakan Kongres
sebagai prosesi pembentukan Ikatan dan atau Himpunan yang sah.
5.
Kongres berwenang memilih Ketua Umum Ikatan dan
atau Himpunan, menyepakati Naskah Akademik, AD / ART serta Keputusan lain yang
berkaitan dengan Ikatan dan atau Himpunan.
Pasal 23
Pembentukan
Kolegium dan Majelis Kolegium
1.
Kolegium dapat dibentuk berdasarkan Musyawarah
Pakar keperawatan sesuai bidang keilmuan keperawatan dengan mempertimbangkan
kebutuhan pelayanan kebutuhan pelayanan keperawatan dan perkembangan keilmuan.
2.
Pimpinan Kolegium oleh dan dari Anggota
Kolegium
3.
Majelis kolegium terdiri atas para ketua
Kolegium
4.
Pimpinan Majelis Kolegium dipilih oleh dan dari
Anggota Majelis Kolegium
5.
Kolegium dan Majelis kolegium disahkan dan
dilantik dalam Musyawarah Nasional PPNI
6.
Kolegium dan Majelis Kolegium hanya ada di
tingkat nasional.
Pasal 24
Kedudukan
1. Ikatan /
Himpunan bertanggung jawab kepada Pengurus Pusat PPNI
2. AD / ART
Ikatan / Himpunan / Kolegium harus mendapat persetujuan dari pengurus pusat
PPNI
3. AD / ART
Ikatan / Himpunan / Kolegium yang telah mendapat persetujuan Pengurus Pusat
PPNI berstatus memiliki kekuatan hukum.
Pasal 25
Kewenangan
1. Membina
anggota Ikatan / Himpunan / Kolegium
2. Memberikan
masukan kepada PPNI untuk pengembangan profesi
3. Menjadi
pelaksana kerjasama antara PPNI dengan pihak lain dalam wilayah kerja Ikatan
dan Himpunan
4. Kolegium
berwenang menyusun standart kurikulum pendidikan, standar penyelenggaraan
pendidikan dan uji kompetensi
5. Majelis
Kolegium berwenang menjaga keserasian pelaksanaan tugas antar kolegium
6. Kewenangan
kolegium dan Majelis Kolegium diatur secara rinci dalam peraturan Majelis
Kolegium.
Pasal 26
Tugas Pokok
Ikatan dan Himpunan memiliki tugas pokok
membina anggota dan pengembangan profesi dalam kekhusannya serta memberikan
masukan kepada PPNI dalam menentukan kompetensi kekhususan dimaksud.
Pasal 27
Susunan dan Komposisi Kepengurusan
1. Susunan
Kepengurusan Ikatan dan Himpunan terdiri dari Pengurus Pusat dan Pengurus
Provinsi
2. Pengurus
Pusat Ikatan dan Himpunan disahkan dan dilantik oleh Pengurus Pusat PPNI
3. Pengurus
Provinsi Ikatan dan Himpunan disahkan dan dilantik oleh Pengurus Pusat Ikatan /
Himpunan dengan diketahui dan disaksikan oleh Pengurus Provinsi PPNI.
Pasal 28
Komposisi Kepengurusan
Komposisi kepengurusan Ikatan dan atau Himpunan
disesuaikan dengan kebutuhan dan harus sesuai dengan AD / ART Ikatan dan atau
Himpunan.
Pasal 29
Masa Kepengurusan
Masa kepengurusan Ikatan / Himpunan / Kolegium
adalah 5(lima) tahun.
BAB IX
MAJELIS
KEHORMATAN ETIK KEPERAWATAN
Pasal 30
Pembentukan dan Kedudukan
1. Majelis
Kehormatan Etik dibentuk oleh Pengurus Pusat PPNI
2. Majelis
Kehormatan Etik berkedudukan di Pengurus Pusat PPNI dan membentuk perwakilan di
tingkat Pengurus Provinsi
3. Majelis
Kehormatan Etik bertanggungjawab kepada Pengurus Pusat PPNI
Pasal 31
Kewenangan
Majelis Kehormatan Etik berwenang menyelidiki
dan merekomendasikan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan penyelenggaraan
kode etik profesi keperawatan kepada Pengurus Pusat PPNI.
Pasal 32
Tugas Pokok
1. Membina
anggota dalam penghayatan dan pengamalan Kode Etik Keperawatan
2. Membuat
Pedoman penerapan etika dalam pemberian pelayanan keperawatan dan pedoman
penyelesaian pertentangan etik dalam pelayanan keperawatan
Pasal 33
Komposisi kepengurusan
Pengurus Majelis Kehormatan Etik terdiri dari:
1. 1 (satu)
orang Ketua merangkap anggota
2. 1 (satu)
orang Wakil Ketua merangkap anggota
3. 1 (satu)
orang Sekretaris merangkap anggota
4. 1 (satu)
orang Wakil Sekretaris merangkap anggota
5. 3 (tiga)
atau 5 (lima) orang anggota
BAB
X
BADAN
– BADAN LAIN
Pasal
34
1. Badan –
badan lain dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan perlu diatur dengan
Peraturan Organisasi
2. Badan
lain seperti dimaksud ayat (1) pasal ini bersifat adhock dan dibentuk
atas keputusan rapat pleno pengurus
3. Badan
lain seperti dimaksud ayat (1) pasal ini wjib disahkan melalui surat keputusan
pengurus.
BAB
XI
KEKAYAAN
Pasal
35
Kekayaan
organisasi dapat berasal dari:
1. Uang
Pangkal
2. Uang
iuran
3. Hibah
dan sumbangan
4. Usaha –
usaha lain yang sah dan tidak mengikat
BAB
XII
PERUBAHAN
ANGGARAN DASAR DAN PERUBAHAN ORGANISASI
Pasal
36
Perubahan
Anggaran Dasar
Perubahan
anggaran dasar hanya dapat dilakukan melalui Musyawarah Nasional
Pasal 37
Perubahan
Organisasi
1. Pembubaran
organisasi hanya bisa dilakukan melalui suatu Musyawarah Nasional Khusus untuk
itu
Dalam
hal Organisasi dibubarkan, maka kekayaan Organisasi diserahkan kepada lembaga
sosial atau Negara Republik Indonesia
BAB
XIII
PERATURAN
PERALIHAN
Pasal
38
Peraturan
– peraturan dan badan – badan yang ada tetap berlaku selama belum diadakan
perubahan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga.
Pasal 39
Penutup
1. Hal – hal
yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini, diatur dalam Anggaran Rumah Tangga
dan Peraturan Organisasi, sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar
Anggaran
dasar ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
- ANGGARAN RUMAH TANGGA PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
1. Yang
dimaksud perawat adalah seseorang yang telah menempuh pendidikan formal di
bidang keperawatan dan dinyatakan lulus, yang program pendidikannya telah
disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia
2. Lulusan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) yang menamakan dirinya SMK Perawat Medis tidak diakui
sebagai perawat.
3. Yang
dimaksud Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian internal dari pelayanan kesehatan, yang didasarkan ilmu dan kiat
keperawatan berbentuk pelayanan bio, psiko, sosiokultural dan spiritual yang
koprehensif, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh siklus kehidupan
manusia. Keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan
fisik dan atau mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya melaksanakan
kegiatan sehari – hari secara mandiri.
BAB
II
KEANGGOTAAN
Pasal
2
Persyaratan
Anggota
1.
Anggota Biasa:
a. Warga
Negara Indonesia
b. Lulus
pendidikan formal di bidang keperawatan yang telah disahkan oleh Pemerintah RI.
c. Menyatakan
diri untuk menjadi anggota PPNI melalui proses pendaftaran anggota pada
pengurus Kabupaten / Kota atau Komisariat
d. Mengisi
dan menandatangani surat persetujuan bersedia mengikuti dan mentaati Anggaran
Dasar / Anggaran Rumah Tangga (AD / ART) PPNI
e. Bersedia
aktif mengikuti kegiatan organisasi yang dilaksanakan PPNI dan atau Ikatan /
Himpunan yang bernaung di bawah PPNI.
2. Anggota Khusus:
a. Perawat
warga asing yang bekerja di Indonesia dan telah memenuhi ketentuan Pemerintah
RI dan telah mengikuti proses adaptasi. UntukKetentuan adaptasi ini, diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat.
b. Menyatakan
diri untuk menjadi anggota PPNI melalui proses pendaftaran anggota pada
pengurus Kabupaten / Kota atau Komisariat
c. Mengisi
dan menandatangani surat persetujuan mengikuti dan mentaati AD / ART PPNI
d. Aktif
mengikuti kegiatan organisasi yang dilaksanakan PPNI atau Ikatan / Himpunan
yang bernaung di bawah PPNI
3. Anggota Kehormatan:
Mereka yang bukan perawat, tapi telah berjasa
terhadap perkembangan keperawatan dan atau organisasi PPNI
Pasal 3
Tata Cara Penerimaan Anggota
1. Anggota Biasa dan Khusus
a. Mendaftarkan
diri untuk menjadi anggota PPNI di Sekretariat Pengurus Kabupaten / Kota dan
atau Pengurus Komisariat dan atau Pengurus PPNI Perwakilan Luar Negeri
b. Mengisi
dan menandatangani Formulir pendaftaran anggota, formulir kesediaan mengikuti
kegiatan PPNI dan mentaati AD / ART serta formulir kesediaan mentaati Kode Etik
Perawat Indonesia
c. Pengurus
Kabupaten / Kota dan atau Pengurus PPNI Perwakilan Luar Negeri dapat menerima
calon anggota tersebut apabila telah memenuhi persyaratan yang telah diperlukan
d. Pengurus
Kabupaten / Kota dan atau Pengurus PPNI Perwakilan Luar Negeri mengusulkan
diterbitkannya Nomor Induk Anggota dan kartu anggota bagi anggota yang telah
diterima kepada Pengurus Pusat
2. Anggota Kehormatan
a. Diusulkan
oleh pengurus Kabupaten / Kota dengan persetujuan Pengurus Provinsi kepada
Pengurus Pusat dan wajib dilengkapi dengan data pendukung bahwa yang berjasa
bagi Profesi Keperawatan dan atau PPNI
b. Pengurus
Pusat mengadakan rapat pleno khusus untuk membahas usulan calon anggota
kehormatan yang diusulkan Pengurus Kabupaten / Kota yang telah dilengkapi
lembar persetujuan dari Pengurus Provinsi
c. Pleno
Pengurus Pusat, dapat menerima atau menolak usulan tersebut
d. Apabila
usulan diterima, maka Pengurus Pusat wajib mengundang calon anggota kehormatan
tersebut untuk mengikuti acara pengesahan dalam forum Musyawaran Nasional dan
atau Rapat Kerja Nasional
e. Anggota
kehormatan yang telah disahkan, akan diberikan nomor induk anggota kehormatan
dan Kartu Anggota kehormatan oleh Pengurus Pusat
Pasal 4
Kewajiban Anggota
- Menjunjung tinggi, mentaati dan mengamalkan Sumpah perawat, Kode EtikKeperawatan Indonesia, Anggaran Rumah Tangga dan semua peraturan serta Keputusan PPNI
- Membayar uang pangkal dan iuran bulanan, kecuali anggota kehormatan
- Menghadiri rapat – rapat atas undangan Pengurus Organisasi
Pasal 5
Hak Anggota
- Anggota biasa berhak untuk mengajukan pendapat, usul atau pertanyaan baik lisan maupun tertulis kepada pengurus PPNI, mengikuti seluruh kegiatan organisasi, memilih dan dipilih sesuai jenjang kepengurusan organisasi.
- Anggota khusus dan anggota kehormatan berhak untuk mengajukan pendapat, usul atau pertanyaan, baik lisan maupun tertulis kepada pengurus PPNI, mengikuti seluruh kegiatan organisasi, tapi tidak berhak dipilih.
- Setiap anggota berhak mendapat kesempatan menambah atau mengembangkan ilmu dan keterampilan keperawatan yang diselenggarakan organisasi sesuai program dan kemampuan organisasi serta memenuhi persyaratan
- Setiap anggota berhak mendapat perlindungan dan pembelaan dalam melaksanakan tugas organisasi dan profesi apabila memenuhi:
a. Ketentuan
organisasi
b. AD / ART
c. Kode
Etik Keperawatan Indonesia
d. Standar Kompetensi
e. Standar
Praktik
f. Peraturan
dan perundang – undangan yang berlaku
Pasal 6
Pemberhentian Anggota
Anggota berhenti / hilang keanggotaannya
apabila:
- Meninggal dunia
- Permintaan sendiri secara tertulis, setelah melakukan konsultasi dengan pengurus Kabupaten / Kota yang membidangi organisasi
- Diberhentikan oleh Pengurus Pusat atas usul Dewan Pertimbangan dan atau Majelis Kehormatan Etik Keperawatan setempat, setelah terbukti berbuat hal – hal yang merugikan organisasi
Pasal 7
Tata Cara Pemberhentian Anggota
- Pemberhentian atas permintaan sendiri hanya dapat dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis kepada pengurus Kabupaten / Kota dimana ia terdaftar, setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan pengurus Kabupaten / Kota yang membidangi organisasi dan dianjurkan sekurang – kurangnya satu bulan sebelunnya
- Seorang anggota dapat dikenakan pemberhentian sementara oleh Pengurus Kabupaten / Kota, setelah didahului dengan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dengan jarak waktu masing – masing 1 (satu) bulan dengan tembusan kepada pengurus provinsi dan Pengurus Pusat
- Paling lama 6 (enam) bulan setelah penetapan pemberhentian sementara, Pengurus Kabupaten / Kota dapat merehabilitasi kembali atau mengusulkan pemberhentian tetap dengan persetujuan Pengurus Provinsi kepada Pengurus Pusat untuk dikukuhkan, apabila tidak menunjukkan perubahan ke arah perbaikan
- Dalam kondisi luar biasa yang mengancam organisasi, Pengurus Pusat dapat melakukan pemberhentian langsung, kemudian memberitahukan kepada Pengurus Provinsi dan Pengurus Kabupaten / Kota
Pasal 8
Pembelaan
- Anggota yang diberhentikan sementara, dapat membela diri di hadapan rapat pleno pengurus Kabupaten / Kota
- Bila dipandang perlu, anggota yang dikenakan pemberhentian tetap dapat mengajukan pembelaannya pada Musyawarah Provinsi (MUSPROP) atau Musyawarah Nasional (MUNAS)
- Keputusan Musyawarah Provinsi (MUSPROP) atau Musyawarah Nasional (MUNAS) dapat membatalkan atau memperkuat tindakan pemberhentian tetap tersebut dengan ketentuan bahwa keputusan tersebut memenuhi quorum yakni didukung sekurang kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah utusan yang hadir dalam Musyawarah Provinsi (MUSPROP) atau Musyawarah Nasional (MUNAS)
Pasal 9
Pengkaderan
- Untuk Kesinambungan upaya organisasi, perlu dibina kader – kader kepemimpinan PPNI
- Kader – kader yang akan dipromosikan telah disaring dengan kriteria:
a. Memiliki
prestasi, dedikasi dan loyal terhadap PPNI
b. Mempunyai
bakat dan pengetahuan serta pengalaman dalam kepemimpinan organisasi
keperawatan
c. Telah
melalui proses pendidikan dan atau pelatihan khusus untuk itu
d. Tidak
pernah melakukan perbuatan yang tercela
e. Ketentuan
terkait pengkaderan, dapat diatur tersendiri sepanjang tidak bertentangan
dengan AD / ART PPNI
Pasal 10
Sanksi
1. Anggota
yang tidak melaksanakan kewajiban organisasi, diberikan sanksi
2. Tata
cara pemberian sanksi harus diatur lebih lanjut melalui peraturan organisasi
yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat PPNI
3. Jenis
sanksi yang dapat diberikan berupa:
a. Teguran
lisan
b. Teguran
tertulis
c. Penghentian
sementara dari keanggotaan
d. Penghentian
permanen dari keanggotaan
Pasal 11
Kartu Anggota
1. Kartu
anggota dikeluarkan dan ditandatangani oleh Ketua Pengurus Kabupaten / Kota
2. Nomor
induk anggota dikeluarkan oleh Pengurus Pusat sesuai kodifikasi KTA
BAB
III
MUSYAWARAH
DAN RAPAT
Pasal
12
Musyawarah
Nasional
1.
Status:
a.
Musyawarah Nasional selanjutnya disingkat
MUNAS, merupakan pelaksanaan kedaulatan tertinggi organisasi di tingkat
nasional
b.
MUNAS diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun
sekali oleh Pengurus Pusat melalui badan khusus yang disebut panitia MUNAS,
diangkat dan bertanggungjawab kepada Pengurus Pusat PPNI
c.
Panitia MUNAS terdiri dari Steering Commitee
(SC) dan Organising Commitee (OC)
d.
Dalam keadaan luar biasa, dapat dilakukan
sewaktu – waktu, MUNAS luar biasa atas usul sekurang – kurangnya 3 (tiga)
Pengurus Provinsi dan disetujui 2/3 (dua
pertiga) dari Pengurus Provinsi yang ada.
e.
MUNAS dapat menyelenggarakan sidang ilmiah di
luar sidang organisasi
2. Kewenangan
a.
Mengesahkan jadwal acara dan peraturan tata
tertib MUNAS
b.
Memilih dan mengesahkan Pimpinan MUNAS
c.
Menyempurnakan atau menetapkan Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi, pedoman – pedoman pokok, garis – garis
besar program kerja organisasi dan pernyataan sikap
d.
Menilai pertanggungjawaban Pengurus Pusat PPNI
mengenai pelaksanaan hasil MUNAS sebelumnya, apabila pertanggungjawaban
Pengurus Pusat PPNI selesai, maka Pengurus Pusat PPNI dinyatakan demisioner dan
selanjutnya Pengurus Pusat PPNI mempunyai status anggota biasa.
e.
Memilih dan melantik ketua umum terpilih
f.
Menunjuk ketua terpilih sebagai Ketua Tim
Formatur
g.
Memilih Anggota tim formatur
h.
Memberikan mandat kepada Tim Formatur untuk
melengkapi personil Pengurus Pusat PPNI, Dewan Pertimbangan Pusat dan Majelis
Kehormatan Etik Keperawatan Pusat, setelah terbentuk kepengurusan lengkap
organisasi PPNI secara otomatis Tim Fofmatur dinyatakan bubar
i.
Memberikan mandat kepada ketua terpilih untuk
melantik Pengurus Pusat PPNI, Dewan Pertimbangan Pusat, Majelis Kehormatan Etik
Keperawatan Pusat dan badan Ikatan / Himpunan PPNI yang baru
j.
Menetapkan garis – garis besar program kerja
Pengurus Pusat PPNI
k.
Menetapkan tempat MUNAS berikutnya
3. Pedoman Umum MUNAS
a.
MUNAS diselenggarakan oleh pengurus Pusat PPNI
melalui PanitiaMUNAS yang terdiri dari panitia pengarah dan panitia pelaksana
yang diangkat dengan hak otonomi penuh dan bertanggung jawab kepada Pengurus
Pusat PPNI
b.
Tempat Pelaksanaan MUNAS ditetapkan pada MUNAS
sebelunnya
c.
Panitia Pelaksana MUNAS bertanggung jawab dari
segi teknis penyelenggaraan MUNAS
d.
Peserta MUNAS terdiri dari:
1) Utusan,
terdiri dari:
a) Pengurus
Pusat 5 (lima) orang
b) Pengurus
Provinsi 3 (tiga) orang
c) Pengurus
Kabupaten / Kota 3 (tiga) orang
d) Dewan
Pertimbangan 1 (satu) orang
e) Majelis
Kehormatan Etik Keperawatan 1 (satu) orang
f) Kolegium,
ikatan dan himpunan, masing – masing 1 (satu) orang Sebagai utusan, wajib
dibuktikan dengan surat tugas / mandat sebagai utusan dari organisasi yang
diwakilinya
2) Peninjau
adalah Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi, Pengurus Kabupaten / Kota, Pengurus
Komisariat, Pengurus Dewan Pertimbangan, Pengurus Majelis Kehormatan Etik
Keperawatan, Pengurus Ikatan / Himpunan di luar utusan dan undangan lain yang
berminat menghadiri MUNAS
e.
MUNAS sah apabila dihadiri oleh 50% ditambah
satu jumlah provinsi dan jumlah Kabupaten / Kota yang hadir
f.
MUNAS, apabila persyaratan ini belum terpenuhi
dapat ditunda paling lama 3 bulan, dan setelah itu MUNAS dianggap sah dengan
peserta MUNAS yang hadir
g.
Utusan mempunyai hak bicara, hak memilih dan
dipilih sementara peninjau mempunyai hak bicara dan hak dipilih saja
h.
Sidang Paripurna MUNAS dipimpin oleh Pimpinan
MUNAS yang terdiri dari seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris
dan 2 orang anggota. Kecuali sidang paripurna pengesahan quorum, jadwal
acara, tata tertib dan pemilihan Pimpinan MUNAS dipimpin setelah Steering
Commitee.
i.
Tempat penyelenggaraan MUNAS ditetapkan pada
MUNAS sebelumnya
j.
Hal – hal yang belum tercantum dalam pedoman
umum ini akan diatur dalam Tata Tertib MUNAS
Pasal 13
Musyawarah Provinsi
1. Status:
a. Musyawarah
Provinsi selanjutnya disingkat MUSPROP, merupakan pelaksanaan kedaulatan
tertinggi organisasi di tingkat provinsi
b. MUSPROP
diselenggarakan setiap 5 tahun sekali oleh pengurus Provinsi melalui badan
khusus yang disebut panitia MUSPROP, yang diangkat dan bertanggung jawab kepada
Pengurus Provinsi.
c. Panitia
MUSPROP terdiri dari Steering Commitee (SC) dan Organising Commitee (OC)
d. Dalam
keadaan luar biasa dapat dilakukan sewaktu – waktu (Musyawarah Provinsi Luar
Biasa) atas usul sekurang – kurangnya 3 pengurus Kabupaten / Kota dan disetujui
2/3 dari jumlah
pengurus Kabupaten / Kota yang ada di Provinsi tersebut
e. MUSPROP
dapat menyelenggarakan sidang ilmiah di luar siding organisasi
2. Kewenangan
a. Mengesahkan
jadwal acara dan peraturan tata tertib MUSPROP
b. Memilih
dan mengesahkan Pimpinan MUSPROP
c. Menilai
pertanggungjawaban Pengurus Provinsi mengenai amanat yang diberikan oleh
MUSPROP sebelumnya, apabila pertanggungjawaban pengurus Provinsi selesai, maka
Pengurus Provinsi dinyatakan demisioner dan selanjutnya pengurus
Provinsi mempunyai status anggota biasa
d. Memilih
Ketua Pengurus Provinsi yang selanjutnya Ketua Pengurus Provinsi dilantik oleh
Ketua Umum atau Pengurus Pusat PPNI yang diberi mandat
e. Menunjuk
Ketua Pengurus Provinsi terpilih sebagai ketua Tim Formatur
f. Memilih
Anggota Tim Formatur Provinsi
g. Memberikan
mandat kepada Tim Formatur untuk menyusun personil pengurus Provinsi, Dewan
Pertimbangan Provinsi dan setelah terbentuk kepengurusan lengkap orsanisasi
PPNI Provinsi, secara otomatis Tim Formatur dinyatakan bubar
h. Memberikan
mandat kepada Tim Formatur untuk mengusulkan personil pengurus Majelis
Kehormatan Etik Keperawatan Provinsi kepada Majelis Kehormatan Etik Keperawatan
Pusat
i. Memberikan
mandat kepada Ketua Pengurus Provinsi terpilih untuk melantik Pengurus
Provinsi, Dewan Pertimbangan Provinsi, Majelis Kehormatan Etik Keperawatan
Provinsi
j. Menetapkan
garis – garis besar program kerja Pengurus Provinsi
3. Pedoman Umum MUSPROP
a. MUSPROP
diselenggarakan oleh Pengurus Provinsi melalui Panitia Pelaksana MUSPROP yang
diangkat oleh Pengurus Provinsi
b. Tempat pelaksanaan
MUSPROP ditetapkan pada MUSPROP sebelumnya
c. Panitia
Pelaksana MUSPROP bertanggungjawab dari segi teknis penyelenggaraan MUSPROP
d. Peserta
MUSPROP terdiri dari:
1) Utusan,
terdiri dari:
a) Pengurus
Provinsi 3 orang
b) Pengurus
Kabupaten / Kota 3 orang
c) Dewan
Pertimbangan dan Majelis Kehormatan Etik Keperawatan masing – masing 1 orang
d) Kolegium,
Ikatan dan Himpunan masing – masing 1 orang Sebagai Utusan, wajib dibuktikan
dengan surat mandat sebagai utusan dari organisasi yang diwakilinya
2) Peninjau
adalah Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi, PengurusKabupaten / Kota, Pengurus
Komisariat, Pengurus Dewan Pertimbangan, Pengurus Majelis Kehormatan Etik
Keperawatan, Pengurus Ikatan / Himpunan di luar utusan dan undangan lain yang
berminat menghadiri MUSPROP
e. MUSPROP
sah apabila dihadiri oleh 50% ditambah satu jumlah Kabupaten / Kota dari jumlah
utusan MUSPROP, apabila persyaratan ini belum terpenuhi dapat ditunda paling
lambat 3 bulan dan setelah itu MUSPROP dianggap sah dengan peserta MUSPROP yang
hadir
f. Utusan
dengan mandat tertulis mempunyai hak bicara, hak memilih dan dipilih, sementara
peninjau mempunyai hak bicara dan hak dipilih saja.
g. MUSPROP
dipimpin Pimpinan MUSPROP, yang terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris
dan 2 orang anggota. Kecuali sidang paripurna pengesahan quorum, jadwal
acara tata tertib pemilihan Pimpinan MUSPROP dipimpin oleh Steering Commitee.
h. Hal –
hal yang belum tercantum dalam Pedoman Umum ini akan diatur dalam tata tertib
MUSPROP
Pasal 14
Musyawarah Kabupaten / Kota
1. Status:
a. Musyawarah
Kabupaten / Kota selanjutnya disingkat MUSKAB / MUSKOT, merupakan pelaksanaan
kedaulatan tertinggi organisasi di tingkat Kabupaten / Kota
b. MUSKAB /
MUSKOT diselenggarakan setiap 5 tahun sekali oleh pengurus Kabupaten / Kota
melalui badan khusus yang disebut panitia MUSKAB / MUSKOT, yang diangkat dan
bertanggung jawab kepada Pengurus Kabupaten / Kota
c. Dalam
keadaan luar biasa, dapat dilakukan sewaktu – waktu Musyawarah Kabupaten / Kota
Luar Biasa di tingkat Kabupaten / Kota, atas usul sekurang kurangnya 3 pengurus
Komisariat dan disetujui 2/3 dari
jumlah pengurus Komisariat di bawah pengurus Kabupaten / Kota tersebut
d. MUSKAB /
MUSKOT dapat menyelenggarakan sidang ilmiah di luar sidang organisasi
2. Kewenangan
a. Mengesahkan
jadwal acara dan peraturan tata tertib MUSKAB / MUSKOT
b. Memilih
dan mengesahkan Pimpinan MUSKAB / MUSKOT
c. Menilai
pertanggungjawaban Pengurus Kabupaten / Kota mengenai amanat yang diberikan
oleh MUSKAB / MUSKOT sebelumnya, apabila pertanggungjawaban pengurus Kabupaten
/ Kota selesai, maka Pengurus Kabupaten / Kota dinyatakan demisioner dan
selanjutnya pengurus Kabupaten / Kota mempunyai status anggota biasa
d. Memilih
Ketua Pengurus Kabupaten / Kota yang selanjutnya Ketua Pengurus Kabupaten /
Kota dilantik oleh Pengurus Provinsi atas nama Ketua Umum Pengurus Pusat PPNI
e. Menunjuk
Ketua Pengurus Kabupaten / Kota terpilih sebagai ketua Tim Formatur
f. Memilih
Anggota Tim Formatur
g. Memberikan
mandat kepada Tim Formatur untuk menyusun personil pengurus Kabupaten / Kota,
Dewan Pertimbangan Kabupaten / Kota dan setelah terbentuk kepengurusan lengkap,
maka secara otomatis Tim Formatur dinyatakan bubar
h. Memberikan
mandat kepada Ketua Pengurus Kabupaten / Kota terpilih untuk melantik Pengurus
Kabupaten / Kota, Dewan Pertimbangan Kabupaten / Kota
i.
Menetapkan garis – garis besar program kerja
Pengurus Kabupaten / Kota
3. Pedoman Umum MUSKAB / MUSKOT
a. MUSKAB /
MUSKOT diselenggarakan oleh Pengurus Kabupaten / Kota melalui Panitia Pelaksana
MUSKAB / MUSKOT yang diangkat oleh Pengurus Kabupaten / Kota
b. Tempat
pelaksanaan MUSKAB / MUSKOT ditetapkan pada MUSKAB / MUSKOT sebelumnya
c. Panitia
Pelaksana MUSKAB / MUSKOT bertanggung jawab dari segi teknis penyelenggaraan
MUSKAB / MUSKOT
d. Peserta
MUSKAB / MUSKOT terdiri dari:
1) Utusan,
terdiri dari:
a) Pengurus
Kabupaten / Kota 3 orang
b) Dewan Pertimbangan
1 orang
c) Majelis
Kehormatan Etik Keperawatan masing – masing 1 orang
d) Pengurus
Komisariat 3 orang Sebagai Utusan, wajib dibuktikan dengan surat mandat sebagai
utusan dari organisasi yang diwakilinya
2) Peninjau
adalah Pengurus Provinsi, Pengurus Kabupaten / Kota Pengurus Komisariat,
Pengurus Dewan Pertimbangan, Pengurus Ikatan / Himpunan di luar utusan dan
undangan lain yang berminat menghadiri MUSKAB / MUSKOT
e. MUSKAB /
MUSKOT sah apabila dihadiri oleh 50% ditambah satu jumlah Pengurus Komisariat
di bawah Pengurus Kabupaten / Kota yang bersangkutan, apabila persyaratan ini
belum terpenuhi dapat ditunda paling lambat 3 bulan dan setelah itu MUSKAB /
MUSKOT dianggap sah dengan peserta MUSKAB / MUSKOT yang hadir
f. Utusan
dengan mandat tertulis mempunyai hak bicara, hak memilih dan dipilih, sementara
peninjau mempunyai hak bicara dan hak dipilih saja
g. MUSKAB /
MUSKOT dipimpin Pimpinan MUSKAB / MUSKOT yang terdiri dari seorang ketua,
seorang sekretaris dan 2 orang anggota. Kecuali sidang paripurna pengesahan quorum,
jadwal acara tata tertib pemilihan Pimpinan MUSKAB / MUSKOT dipimpin oleh Steering
Commitee.
h. Hal –
hal yang belum tercantum dalam Pedoman Umum ini akan diatur dalam tata tertib
MUSKAB / MUSKOT.
Pasal 15
Rapat Kerja Nasional
1. Status:
a. Rapat
Kerja Nasional disingkat RAKERNAS, adalah rapat kerja pengurus Pusat PPNI yang
dihadiri oleh Pengurus Pusat dan Pengurus Provinsi serta dapat pula diikuti
oleh Pengurus Kabupaten / Kota
b. RAKERNAS
diadakan sekurang – kurangnya sekali dalam satu periode kepengurusan
c. Dalam
keadaan luar biasa, RAKERNAS dapat dilakukan sewaktu – waktu atas usul Pengurus
Pusat PPNI atau Pengurus Provinsi dan mendapat persetujuan sekurang – kurangnya
setengah jumlah Pengurus Provinsi yang ada
2. Kewenangan
a.
Menilai pelaksanaan program kerja MUNAS,
menyempurnakan dan memperbaiki untuk dilaksanakan pada sisa periode
kepengurusan selanjutnya
b. Membahas
isu – isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan organisasi
c. Membahas
bahan – bahan yang akan dibahas pada MUNAS yang akan datang
d. Mengambil
Keputusan Organisasi secara nasional yang harus diikuti oleh seluruh pengurus
dan anggota PPNI
3. Tata Tertib Rapat Kerja Nasional
a. RAKERNAS
diselenggarakan oleh Pengurus Pusat dengan Panitia Pelaksana Pengurus Provinsi
yang ditunjuk
b. Panitia
pelaksana RAKERNAS bertanggungjawab mengenai teknis penyelenggaraan RAKERNAS
c. RAKERNAS
dihadiri oleh Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi, Dewan Pertimbangan, Majelis
Kehormatan Etik Keperawatan Indonesia,
Pengurus Ikatan / Himpunan dan badan khusus, peninjau dan undangan yang
diundang Pengurus Pusat
d. RAKERNAS
dipimpin oleh Pengurus Pusat
e. Hal –
hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan
tersendiri selama tidak bertentangan dengan AD / ART
Pasal 16
Rapat
Kerja Provinsi
1.
Status:
a. Rapat
Kerja Provinsi disingkat RAKERPROP, adalah rapat kerja Pengurus Provinsi yang
dihadiri oleh Pengurus Pusat dan Pengurus Provinsi dan utusan Pengurus
Kabupaten / Kota dan dapat pula diikuti oleh Pengurus Komisariat
b. RAKERPROP
diadakan sekurang – kurangnya sekali dalam satu periode kepengurusan
c. Dalam
keadaan luar biasa RAKERPROP dapat dilakukan sewaktu – waktu atas usul Pengurus
Provinsi atau Pengurus Kabupaten / Kota dan mendapat persetujuan sekurang –
kurangnya setengah jumlah Pengurus Kabupaten / Kota yang ada di Provinsi
tersebut
2. Kewenangan
a. Menilai
pelaksanaan program kerja amanat MUSPROP, menyempurnakan dan memperbaiki untuk
dilaksanakan pada sisa periode kepengurusan selanjutnya
b. Membahas
isu – isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan organisasi
c. Membahas
bahan – bahan yang akan dibahas pada MUSPROP yang akan datang
3. Tata Tertib Rapat Kerja Provinsi
a. RAKERPROP
diselenggarakan oleh Pengurus Provinsi dengan Panitia Pelaksana Pengurus
Kabupaten / Kota yang ditunjuk
b. Panitia
pelaksana RAKERPROP bertanggungjawab mengenai teknis penyelenggaraan RAKERPROP
c. RAKERPROP
dihadiri oleh Pengurus Provinsi, Dewan Pertimbangan Provinsi, Majelis
Kehormatan Etik Keperawatan Indonesia, Pengurus Kabupaten / Kota, Pengurus
Ikatan / Himpunan dan badan khusus, peninjau dan undangan yang diundang
Pengurus Provinsi
d. RAKERPROP
dipimpin oleh Pengurus Provinsi
e. Hal –
hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan
tersendiri, selama tidak bertentangan dengan AD / ART
Pasal 17
Rapat Kerja Kabupaten / Kota
1. Status:
a. Rapat
Kerja Kabupaten / Kota disingkat RAKERKOT / RAKERKAB, adalah rapat kerja
Pengurus Kabupaten / Kota yang dihadiri oleh utusan Pengurus Komisariat dan
Pengurus Ikatan / Himpunan
b. RAKERKOT
/ RAKERKAB diadakan sekurang – kurangnya sekali dalam satu periode kepengurusan
c. Dalam
keadaan luar biasa RAKERKOT / RAKERKAB dapat dilakukan sewaktu waktu atas usul
Pengurus Komisariat dan mendapat persetujuan sekurang – kurangnya setengah
jumlah Pengurus Komisariat yang ada
2. Kewenangan
a. Menilai
pelaksanaan program kerja amanat MUSKAB / MUSKOT
b. Menyempurnakan
dan memperbaiki program kerja untuk dilaksanakan pada sisa periode kepengurusan
selanjutnya
c. Membahas
isu – isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan organisasi
d. Membahas
bahan – bahan yang akan dibahas pada MUSKAB / MUSKOT dan atau usulan MUSKAB /
MUSKOT yang akan datang
3. Tata Tertib Rapat Kerja Kabupaten / Kota
a. RAKERKOT/
RAKERKAB diselenggarakan oleh Pengurus Kabupaten / Kota dengan Panitia
Pelaksana Pengurus Komisariat yang ditunjuk Pengurus Kabupaten / Kota
b. Panitia
pelaksana RAKERKOT / RAKERKAB bertanggungjawab mengenai teknis penyelenggaraan
RAKERKOT / RAKERKAB
c. RAKERKOT
/ RAKERKAB dihadiri oleh utusan Pengurus Kabupaten / Kota, Pengurus Komisariat,
Ikatan / Himpunan
d. Hal –
hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan
tersendiri, selama tidak bertentangan dengan AD / ART
Pasal 18
Musyawarah Anggota
1. Status:
a. Musyawarah
Anggota adalah pelaksanaan kedaulatan tertinggi ditingkat komisariat yang
dihadiri pengurus dan anggota Komisariat, Pengurus Kabupaten / Kota serta
undangan yang diundang oleh Pengurus Komisariat
b. Musyawarah
Anggota diadakan sekurang – kurangnya sekali dalam lima tahun
c. Dalam
keadaan luar biasa, Musyawarah Anggota dapat dilakukan sewaktu – waktu atas usul Pengurus Komisariat
dan mendapat persetujuan sekurang – kurangnya setengah jumlah anggota
Komisariat tersebut
2. Kewenangan
a. Menetapkan
dan menilai pelaksanaan program kerja Pengurus Komisariat serta memperbaiki
program kerja untuk dilaksanakan pada sisa periode kepengurusan
b. Membahas
isu – isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan organisasi
c. Memilih
Pengurus Komisariat
d. Menjabarkan
program kerja komisariat sebagai pelaksanaan dari program kerja hasil MUSKOM
3. Pedoman Musyawarah Anggota
a. Musyawarah
Anggota diselenggarakan oleh Pengurus Komisariat
b. Musyawarah
Anggota dihadiri oleh utusan Pengurus Kabupaten / Kota serta seluruh Pengurus
Komisariat dan anggota komisariat tersebut
c. Hal –
hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan
tersendiri, selama tidak bertentangan dengan AD / ART
BAB IV
SUSUNAN
DAN KEPENGURUSAN
Pasal 19
Susunan Organisasi
1. Pengurus
Pusat meliputi seluruh Provinsi Indonesia dan berkedudukan di Ibukota Negara
Republik Indonesia
2. Pengurus
Provinsi meliputi Provinsi, Daerah Istimewa, Daerah Khusus Ibu Kota dan
berkedudukan di ibukota Provinsi, Daerah Istimewa, Daerah Khusus Ibukota
3. Pengurus
Kabupaten / Kota meliputi Kabupaten / Kota dan berkedudukan di ibukota
Kabupaten / Kota
4. Pengurus
Komisariat merupakan perwakilan dari Pengurus Kabupaten / Kota pada institusi
tertentu yang memiliki anggota sekurang – kurangnya 25 orang
Pasal 20
Pengurus Pusat
1. Pengurus
Pusat terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno
2. Pengurus
Harian terdiri dari Ketua Umum, Ketua, Sekretaris Jenderal,Sekretaris,
Bendahara Umum dan Bendahara
3. Pengurus
Pleno terdiri dari Pengurus Harian dan para Ketua Departemen serta Anggota
Departemen
4. Komposisi
Pengurus Pusat terdiri dari:
a. Ketua
Umum
1) Ketua I
: membidangi Departemen Organisasi, Departemen Hukum, Hubungan Masyarakat dan
Pemberdayaan Politik serta Departemen Pengembangan kerjasama Dalam dan Luar
Negeri
2) Ketua II
: membidangi Departemen Pendidikan dan Pelatihan, Departemen Pelayanan
Keperawatan serta Departemen Kesejahteraan
b. Sekretaris
Jendral
1) Sekretaris
I
2) Sekretaris
II
c. Bendahara
Umum
1) Bendahara
I
2) Bendahara
II
d. Ketua
Departemen
1) Ketua
Departemen Organisasi
2) Ketua
Departemen Hukum, Hubungan Masyarakat danPemberdayaan Politik
3) Ketua
Departemen Pendidikan dan Pelatihan
4) Ketua
Departemen Pelayanan
5) Ketua
Departemen Pengembangan Kerjasama Dalam dan LuarNegeri
6) Ketua
Departemen Kesejahteraan
e. Anggota
– anggota Departemen
1) Dua
anggota Departemen organisasi
2) Dua
anggota Departemen Hukum, Hubungan Masyarakat dan Pemberdayaan Politik
3) Dua
anggota Departemen Pendidikan dan Pelatihan
4) Dua
anggota Departemen Pelayanan
5) Dua
anggota Departemen Pengembangan Kerjasama Dalam dan LuarNegeri
6) Dua
anggota Departemen Kesejahteraan
Pasal 21
Pengurus Provinsi
1. Pengurus
Provinsi terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno
2. Pengurus
Harian terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Bendahara
dan Wakil Bendahara
3. Pengurus
Pleno terdiri dari Pengurus Harian dan para Ketua Bidang serta Anggota Bidang
4. Komposisi
Pengurus Provinsi terdiri dari:
a. Ketua
1) Wakil
Ketua I : membidangi Bidang Organisasi, Hukum dan Pemberdayaan Politik dan
Bidang Pengembangan kerjasama Humas
2) Wakil
Ketua II : membidangi Bidang Pendidikan dan Pelatihan, Bidang Pelayanan
Keperawatan serta Bidang Kesejahteraan
b. Sekretaris
1) Wakil
Sekretaris I
2) Wakil
Sekretaris II
c. Bendahara
1) Wakil
Bendahara I
2) Wakil
Bendahara II
d. Ketua –
ketua Bidang
1) Ketua
Bidang Organisasi, Hukum, dan Pemberdayaan Politik
2) Ketua
Bidang Pendidikan dan Pelatihan
3) Ketua
Bidang Pelayanan
4) Ketua
Bidang Pengembangan Kerjasama dan Humas
5) Ketua
Bidang Kesejahteraan
e. Anggota
– anggota Bidang
1) Dua
orang anggota Bidang Organisasi, Hukum dan PemberdayaanPolitik
2) Dua
orang anggota Bidang Pendidikan dan Pelatihan
3) Dua
orang anggota Bidang Pelayanan
4) Dua
orang anggota Bidang Pengembangan Kerjasama dan Humas
5) Dua
orang anggota Bidang Kesejahteraan
Pasal 22
Pengurus Kabupaten / Kota
1. Pengurus
Kabupaten / Kota terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno
2. Pengurus
Harian terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris,Bendahara
dan Wakil Bendahara
3. Pengurus
Pleno terdiri dari Pengurus Harian, para Ketua Divisi dan Anggota Divisi
4. Komposisi
Pengurus Kabupaten / Kota terdiri dari:
a. Ketua
1) Wakil
Ketua I : membidangi Divisi Organisasi, Hukum dan Pemberdayaan Politik serta
Divisi Pengembangan kerjasama Humas
2) Wakil
Ketua II : membidangi Divisi pendidikan dan Pelatihan, Divisi Pelayanan
Keperawatan serta Divisi Kesejahteraan
b. Sekretaris
1) Wakil
Sekretaris I
2) Wakil
Sekretaris II
c. Bendahara
1) Wakil
Bendahara I
2) Wakil
Bendahara II
d. Ketua –
ketua Divisi
1) Ketua
Divisi Organisasi, Hukum, dan Pemberdayaan Politik
2) Ketua
Divisi Pendidikan dan Pelatihan
3) Ketua
Divisi Pelayanan
4) Ketua
Divisi Pengembangan Kerjasama dan Humas
5) Ketua
Divisi Kesejahteraan
e. Anggota
– anggota Divisi
1) Dua
orang anggota Divisi Organisasi, Hukum dan Pemberdayaan Politik
2) Dua
orang anggota Divisi Pendidikan dan Pelatihan
3) Dua
orang anggota Divisi Pelayanan
4) Dua
orang anggota Divisi Pengembangan Kerjasama dan Humas
5) Dua
orang anggota Divisi Kesejahteraan
Pasal 23
Pengurus Komisariat
1. Pengurus
Komisariat merupakan perwakilan dari Pengurus Kabupaten / Kota pada intitusi
tertentu yang anggotanya sekurang – kurangnya 25 orang.
2. Pengurus
komisariat PPNI terdiri dari :
a. Ketua
b. Sekretaris
dan Wakil Sekretaris
c. Bendahara
dan Wakil Bendahara
d. Seksi –
seksi:
1) Seksi
Organisasi dan Hukum
2) Seksi
Pendidikan dan Pelatihan
3) Seksi
Pelayanan
4) Seksi
Pengembangan, Kerjasama dan Humas
5) Seksi
Kesejahteraan Anggota
Pasal 24
Syarat Pengurus Organisasi
1. Berasal
dari anggota yang berpengalaman dan mempunyai kepribadian yang baik,
berprestasi, dedikasi dan memiliki loyalitas yang tinggi terhadap PPNI
2. Mampu
bekerjasama secara kolektif, mampu meningkatkan dan mengembangkan peranan PPNI
dalam pelayanan keperawatan professional dalam menjunjung pelayanan kesehatan
khususnya dan Pengembangan Nasional umumnya
3. Memiliki
komitmen yang tinggi terhadap organisasi dan profesi
4. Sanggup
bekerja aktif dalam organisasi
Pasal 25
Penggantian Pengurus Antar Waktu
1. Penggantian
Kepengurusan organisasi dalam satu masa jabatan dimungkinkan karena ada
pengurus:
a. Meninggal
dunia
b. Berhenti
atas permintaan sendiri
c. Pindah
ke tempat lain yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat aktif dalam
waktu 6 bulan
d. Tidak
aktif mengikuti kegiatan organisasi yang dinilai oleh rapat pleno pengurus diberhentikan
2. Kewenangan
pemberhentian pengurus sesuai ayat (1) butir d, sebagai berikut:
a. Pengurus
Pusat: dilakukan oleh Rapat pleno Pengurus Pusat setelah berkonsultasi dengan
Dewan Pertimbangan Pusat
b. Pengurus
Provinsi: dilakukan oleh Pengurus Pusat atas usulan hasil Rapat Pleno Pengurus
Provinsi setelah berkonsultasi dengan Dewan Pertimbangan Provinsi
c. Pengurus
Kabupaten / Kota: dilakukan oleh Pengurus Provinsi atas usulan hasil Rapat
Pleno Pengurus Kabupaten / Kota setelah berkonsultasi dengan Dewan Pertimbangan
Kabupaten / Kota
d. Pengurus
Komisariat: dilakukan oleh Pengurus Kabupaten / Kota atas usulan hasil Rapat
Pengurus Komisariat
e. Pengurus
Ikatan / Himpunan: dilakukan oleh Rapat Pleno Ikatan / Himpunan dan atas
pertimbangan Pengurus PPNI sesuai tingkat kepengurusan organisasi
BAB
V
KEKAYAAN
Pasal
26
- Besarnya uang pangkal dan uang iuran kenggotaan ditetapkan oleh MUNAS
- Besaran uang pangkal bagi anggota baru adalah Rp.25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah)
- Iuran anggota sebesar Rp.8.000,- (delapan ribu rupiah) / orang / bulan.
- Pengalokasian uang pangkal dan iuran bulanan anggota ditetapkan sebagai berikut:
a. Pengurus
Pusat sebesar 15%
b. Pengurus
Provinsi sebesar 20%
c. Pengurus
Kabupaten / Kota sebesar 25%
d. Pengurus
Komisariat 40%
- Iuran anggota ditambah iuran keanggotaan ICN sebesar Rp.2.000,- (dua ribu rupiah) / anggota / bulan dan disetorkan langsung oleh Pengurus Komisariat kepada Pengurus Pusat melalui rekening bank
- Pembagian uang hasil usaha dari unit pelaksana teknis atau usaha – usaha lain yang mengatasnamakan dan atau menggunakan nama PPNI antara lain:
a. Pelaksana
usaha yang bersangkutan 75%
b. Fee
organisasi sebanyak 25% dengan rincian:
1) Komisariat
atau lokasi dimana badan usaha tersebut berada 10%
2) Pengurus
Pusat, Provinsi dan Pengurus Kabupaten / Kota masing –masing 5%
- Pemasukan dan pengeluaran keuangan organisasi wajib didokumentasikan sesuai dengan sistem yang berlaku untuk organisasi nirlaba.
- Pemasukan dan pengeluaran keuangan organisasi wajib dipertangungjawabkan dalam forum MUNAS / MUSPROP / MUSKAB / MUSKOT, Musyawarah anggota dan rapat organisasi.
- Mekanisme pembayaran secara rinci akan diatur dalam aturan organisasi.
BAB
VI
ATURAN
TAMBAHAN
Pasal
27
1. Setiap
anggota PPNI dianggap telah mengetahui isi dari Anggaran Dasar dan Rumah Tangga
PPNI
2. Perselisihan
dalam penafsiran Anggaran Dasar dan Rumah Tangga PPNI ini diputuskan oleh
Pengurus Pusat.
3. Hal –
hal yang belum diatur dalam Anggran Rumah Tangga PPNI ini dimuat di dalam
Peraturan Organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga.
d. Hak
dan kewajiban anggota PPNI
Kewajiban
anggota PPNI :
1. Menjunjung tinggi, mentaati dan
mengamalkan AD dan ART organisasi.
2. Membayar uang pangkal dan uang iuran
kecuali anggota penghormatan.
3. Mentaati dan menjalankan segala
keputusan.
4. Menghadiri rapat yang diadakan
organisasi.
5. Menyampaikan usul untuk mencapai
tujuan yang digariskan dalam program kerja.
6. Memelihara kerukunan dalam
organisasi secara konsekuen.
7. Setiap anggota baru yang diterima
menjadi anggota membayar uang pangkal dan uang iuran.
Hak
anggota PPNI :
1. Semua anggota berhak mendapat
pembelaan dan perlindungan dari organisasi dalam hal yang benar dan adil dalam
rangka tujuan organisasi.
2. Semua anggota berhak mendapat
kesempatan dalam menambah dan mengembangkan ilmu serta kecakapannya yang
diadakan oleh organisasi.
3. Semua anggota berhak menghadiri
rapat, memberi usul baik lisan maupun tulisan.
4. Semua anggota kecuali anggota
kehormatan yang memiliki hak untuk memilih dan dipilih sebagai pengurus atau
perwakilan organisasi.
e. Program
organisasi profesi keperawatan
Program kerja
utama PPNI
1) Pembinaan organisasi dan keanggotaan
2) Pengembangan dan pembinaan pendidikan
3) Pengembangan dan pembinaan serta pendidikan latihan
keperawatan
4) Pengembangan dan pembinaan pelayanan keperawatan di rumah
sakit
5) Pengembanga dan pelayanan keperawatan di puskesmas
6) Pembinaan dan pembinaan IPTEK
7) Pembinaan dan pengembangan kerja sama dengan profesi lain dan
organisasi keperawatan internasional
8) Pembinaan dan pengembangan sumber daya/yayasan
9) Pembinaan dan pengembangan sumber kesejahteraan anggota
Antisipasi yang
harus dilakukan PPNI dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat akan pelayanan
keperawatan yang bekualitas dan dalam rangka profesionalisasi keperawataan adalah
dengan melakukan upaya antara lain :
1) Membenahi system pendidikan keperawatan yang berorientasi
pada kebutuhan masyarakat serta pelayanan kesehatan utama (PHC) dengan landasan
yang kokoh meliputi wawasan keilmuan,orientasi pendiikan dan kerangka konsep
pendidikan keperawatan profesianal yang berfokus pada penguasaan iptek keperawatan
2) Membenahi system pelayanan keperawatan. Upaya ini dapat
dilakukan dengan selalu berusaha dengan memberikan asuhan keperawatan yang
professional dengan menggunakan pendekatan proses kepaerawatan. Dalam rangka
menopang keterlaksanaan asuhan keperawatan profesional diperlukan sumber daya
yang berkualitas. Untuk itu diperluka pengembangan kemauan tenaga keparawatan
secara kualitatif -
dan juga advokasi terhadap perawat
dan juga advokasi terhadap perawat
3) Membenahi kineja PPNI. Dalam hal ini sangat mendesak untuk
mengaoptimalkan peran dan funsinya,sehingga mampu mengagkat citra keperawatan
,menyusun standar p[elayanan/praktik keperawatan dan memelihara kesejahteraan
anggota
4) Mendosiminasikan pengertian keoerawatan professional serta
lingkup peran,fungsi,tanggung jawab,dan kewenagan profesi keperawatan kepada
masyarakat luas dan para penyusun/pengambil kebijakan.
f. Tangungjawab
dan wewenang anggota
Wewenang dan kewajiban menurut pasal 16 AD / ART
2000 adalah :
-
Pengurus pusat adalah pelaksana
organisasi tertinggi yang bersifat kolektif ditingkat pusat
Dalam melaksanakan tugasnya pengurus ppni berwenang
:
-
Menentukan kebijaksanaan organisasi
tingkat nasional berdasarkan AD / ART. Garis besar program kerja, keputusan
MUNAS, hasil rapat tingkat nasional , serta peraturan organisasi lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Asmadi.(2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Hidayat A. Aziz Alimul. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan
Eds 2. Jakarta: Salemba Medika
Muslim
Sudirman, S.Kp. (2000). Catatan Kuliah : Konsep Dasar Keperawatan I.
PSIK STIK Bina Husada Palembang
http://emsalfiancee.wordpress.com/2013/05/09/6/ (diakses tanggal 25 Agustus 2014)
http://gandaardiansyah.files.wordpress.com/2012/10/organisasi-profesi.pdf (diakses tanggal 28 Agustus 2014)
http://www.ppnibali.org/
(diakses tanggal 28 Agustus 2014)
http://www.scribd.com/doc/134634531/AD-ART-PPNI-BARU
(diakses tanggal 28 Agustus 2014)
http://perawattegal.wordpress.com
di akses selasa 24 agustus 2010 pukul 10:15am
Tidak ada komentar:
Posting Komentar