A.
LAPORAN
PENDAHULUAN
1. Anatomi dan Fisiologi
Abdomen
ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas
diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga
abdomen dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga
sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan
kecil.
Batasan
– batasan abdomen. Di atas, diafragma,
Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot
– otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di
belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi
Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus,
dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan
menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah
hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung
pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior
abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena
kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak
didalam abdomen.
Pembuluh
limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam
rongga ini.
2. Definisi
Trauma
adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,
2002).
Trauma
abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang
mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ
padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus
besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen.
(Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 2000).
Trauma
abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma
perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat
kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
Trauma
Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997). Trauma pada
abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis.
1) Trauma
penetrasi
a. Trauma
Tembak
b. Trauma
Tumpul
2) Trauma
non-penetrasi
a. Kompresi
b. Hancur
akibat kecelakaan
c. Sabuk
pengaman
d. Cedera
akselerasi
3. Etiologi
Kecelakaan
lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
Menurut
sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen adalah, sebagai berikut :
a. Penyebab
trauma penetrasi
·
Luka akibat terkena tembakan
·
Luka akibat tikaman benda tajam
·
Luka akibat tusukan
b. Penyebab
trauma non-penetrasi
·
Terkena kompresi atau tekanan dari luar
tubuh
·
Hancur (tertabrak mobil)
·
Terjepit sabuk pengaman karna terlalu
menekan perut
·
Cidera akselerasi / deserasi karena
kecelakaan olah raga
4. Klasifikasi
Trauma pada dinding
abdomen terdiri dari :
a. Kontusio
dinding abdomen
Disebabkan
trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra
abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan
lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
b. Laserasi
Jika terdapat
luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi.
Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada
organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
a. Perforasi
organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi
abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
b. Luka
tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada
abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
c. Cedera
thorak abdomen
Setiap luka pada
thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati
harus dieksplorasi
5. Pathofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh
manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan
terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi
antara faktor – faktor fisik dari
kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan dengan kemampuan obyek
statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena
terjadinya perbedaan pergerakan dari
jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga
karakteristik dari permukaan yang
menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan
viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk
kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan
untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan
benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan
jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh
relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ
intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
a. Meningkatnya
tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar
seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
b. Terjepitnya
organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau
struktur tulang dinding thoraks.
c. Terjadi
gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada
organ dan pedikel vaskuler.
Pohon
masalah:
6. Manifestasi klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan
manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas
daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi,
peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat
adanya:
a. Jejas
atau ruftur dibagian dalam abdomen
b. Terjadi
perdarahan intra abdominal.
c. Apabila
trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak
normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah,
dan BAB hitam (melena).
d. Kemungkinan
bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
e. Cedera
serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
a. Terdapat
luka robekan pada abdomen.
b. Luka
tusuk sampai menembus abdomen.
c. Penanganan
yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah keadaan.
d. Biasanya
organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala
trauma abdomen, yaitu :
a. Nyeri
Nyeri dapat
terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian
yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
b. Darah
dan cairan
Adanya penumpukan
darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
c. Cairan
atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah
kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam
posisi rekumben.
d. Mual
dan muntah
e. Penurunan
kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan
oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.
7. Komplikasi
a. Segera
: hemoragi, syok, dan cedera.
b. Lambat
: infeksi
c. Trombosis
Vena
d. Emboli
Pulmonar
e. Stress
Ulserasi dan perdarahan
f. Pneumonia
g. Tekanan
ulserasi
h. Atelektasis
i.
Sepsis
8. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan
Diagnostik
1) Foto
thoraks
Untuk melihat
adanya trauma pada thorak.
2) Pemeriksaan
darah rutin
Pemeriksaan Hb
diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian
pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi
20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan
kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan
transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3) Plain
abdomen foto tegak
Memperlihatkan
udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum,
corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4) Pemeriksaan
urine rutin
Menunjukkan
adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih
belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5) VP
(Intravenous Pyelogram)
Karena alasan
biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6) Diagnostik
Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu
menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat
membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan
laparatomi (gold standard).
a
Indikasi untuk melakukan DPL adalah
sebagai berikut :
·
Nyeri abdomen yang tidak bisa
diterangkan sebabnya
·
Trauma pada bagian bawah dari dada
·
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan
yang jelas
·
Pasien cedera abdominal dengan gangguan
kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
·
Pasien cedera abdominal dan cedera
medula spinalis (sumsum tulang belakang)
·
Patah tulang pelvis
b
Kontra indikasi relatif melakukan DPL
adalah sebagai berikut :
·
Hamil
·
Pernah operasi abdominal
·
Operator tidak berpengalaman
·
Bila hasilnya tidak akan merubah
penatalaksanaan
7) Ultrasonografi
dan CT Scan
Sebagai
pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya
trauma pada hepar dan retroperitoneum.
b. Penatalaksanaan
medis
1) Abdominal
paracentesis
Menentukan adanya
perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2) Pemeriksaan
laparoskopi
Mengetahui
secara langsung penyebab abdomen akut.
3) Pemasangan
NGT
Memeriksa
cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
4) Pemberian
antibiotic
Mencegah
infeksi.
5) Laparotomi
c. Penatalaksanaan
Keperawatan
1) Mulai
prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi)
sesuai indikasi.
2) Pertahankan
pasien pada brankar atau tandu papan ;
gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah
besar dan menimbulkan hemoragi masif.
a) Pastikan
kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
b) Jika
pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
c) Gunting
baju dari luka.
d) Hitung
jumlah luka.
e) Tentukan
lokasi luka masuk dan keluar.
3) Kaji
tanda dan gejala hemoragi.
4) Kontrol
perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
5) Aspirasi
lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka
lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah
komplikasi paru karena aspirasi.
6) Tutupi
visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk
mencegah kekeringan visera.
7) Pasang
kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau
haluaran urine.
8) Siapkan
pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah,
adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.
A.
Konsep
Asuhan Keperawatan Gangguan Akibat Trauma Abdomen
1.
Pengkajian
Pengkajian
adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994).
a. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif :
Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data
Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma)
b. Sirkulasi
Data
Obyektif : kecepatan (bradipneu, takhipneu), polana pas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
c. Integritas
ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang
atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas,
Bingung, Depresi.
d. Eliminasi
Data
Subyektif : Inkontinensia kandung
kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan
dan cairan
Data
Subyektif :Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
Data
Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f. Neurosensori.
Data Subyektif :
Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data
Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri
dan kenyamanan
Data
Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Data
Obyektif : Wajah meringis, gelisah,
merintih.
h. Pernafasan
Data Subyektif :
Perubahan pola nafas.
i.
Keamanan
Data Subyektif :
Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif :
Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001)
adalah meliputi :
1) Trauma
Tembus abdomen
a) Dapatkan
riwayat mekanisme cedera, kekuatan tusukan/tembakan, kekuatan tumpul (pukulan).
b) Inspeksi
abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat
keluarnya peluru.
c) Auskultasi
ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat
dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal,
jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi
pembedahan kedalam rongga abdomen).
d) Kaji
pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan,
kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
e) Kaji
cedera dada yang sering mengikuti cedera intra abdomen, observasi cedera yang
berkaitan.
f) Catat
semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2) Trauma
tumpul abdomen
Dapatkan riwayat
detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan
semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
·
Metode cedera.
·
Waktu awitan gejala.
·
Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu
lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan
digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
·
Waktu makan atau minum terakhir.
·
Kecenderungan perdarahan.
·
Penyakit danmedikasi terbaru.
·
Riwayat immunisasi, dengan perhatian
pada tetanus.
·
Alergi.
Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien
untuk mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.
2.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa
keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah :
1) Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
2) Risiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
3) Nyeri
akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.
4) Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
5) Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
3.
Intervensi
Intervensi
adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994).
mplementasi
adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan
implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma abdomen
(Wilkinson, 2006) meliputi :
I.
Dx I
Kerusakan
integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara
tidak diinginkan.
a. Tujuan
: Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
b. Kriteria
hasil :
·
Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti
pus.
·
Luka bersih tidak lembab dan tidak
kotor.
·
Tanda-tanda vital dalam batas normal
atau dapat ditoleransi.
c. Intervensi:
1) Kaji
kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional
: mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan
yang tepat.
2) Kaji
lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasional
: mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
3) Pantau
peningkatan suhu tubuh.
Rasional
: suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses
peradangan.
4) Berikan
perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.
Rasional
: tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
5) Jika
pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
Rasional
: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area
kulit normal lainnya.
6) Setelah
debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional
: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/
tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
7) Kolaborasi
pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional
: antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang
berisiko terjadi infeksi.
II.
Dx II
Risiko infeksi
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi,
kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
a. Tujuan
: infeksi tidak terjadi / terkontrol.
b. Kriteria
hasil :
·
Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti
pus.
·
Luka bersih tidak lembab dan tidak
kotor.
·
Tanda-tanda vital dalam batas normal
atau dapat ditoleransi.
c. Intervensi:
1) Pantau
tanda-tanda vital.
Rasional
: mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
2) Lakukan
perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional : mengendalikan penyebaran mikroorganisme
patogen.
3) Lakukan
perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
Rasional : untuk mengurangi risiko
infeksi nosokomial.
4) Jika
ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan
leukosit.
Rasional
: penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat
terjadinya proses infeksi.
5) Kolaborasi
untuk pemberian antibiotik.
Rasional
: antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
III.
Dx III
Nyeri adalah
pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat
adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah
seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan
samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan
durasinya kurang dari enam bulan.
a. Tujuan
: nyeri dapat berkurang atau hilang.
b. Kriteria
Hasil :
·
Nyeri berkurang atau hilang
·
Klien tampak tenang.
c. Intervensi:
1) Lakukan
pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional
: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
2) Kaji
tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
Rasional
: tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
3) Jelaskan
pada klien penyebab dari nyeri
Rasional
: memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
4) Observasi
tanda-tanda vital.
Rasional : untuk mengetahui perkembangan klien
5) Melakukan
kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic
Rasional
: merupakan tindakan dependent perawat,
dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
IV.
Dx IV
Intoleransi
aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai
energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau
aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
a. Tujuan
: pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
b. Kriteria
hasil :
·
Perilaku menampakan kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan diri.
·
Pasien mengungkapkan mampu untuk
melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
·
Koordinasi otot, tulang dan anggota
gerak lainya baik.
c. Intervensi
:
1) Rencanakan
periode istirahat yang cukup.
Rasional
: mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat
digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
2) Berikan
latihan aktivitas secara bertahap.
Rasional
: tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan
dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
3) Bantu
pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
Rasional
: mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
4) Setelah
latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
Rasional
: menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari
latihan.
V.
Dx V
Hambatan
mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik
yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
a. Tujuan
: pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
b. Kriteria
hasil :
·
Penampilan yang seimbang..
·
Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
·
Mempertahankan mobilitas optimal yang
dapat di toleransi, dengan karakteristik :
-
0
= mandiri penuh
-
1
= memerlukan alat Bantu.
-
2 = memerlukan bantuan dari orang lain
untuk bantuan, pengawasan, dan
pengajaran.
-
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain
dan alat Bantu.
-
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi
dalam aktivitas.
c. Intervensi:
1) Kaji
kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan
intervensi.
2) Tentukan
tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional
: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan
ataukah ketidakmauan.
3) Ajarkan
dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan
dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional
: mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5) Kolaborasi
dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional
: sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito,
1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta: EGC
Doenges.
2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3.
Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat.
1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer,
Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. : Jakarta: EGC.
Lutfyaini.
2014. Laporan Pendahuluan Dan Askep Trauma Abdomen.(dalam http://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-dan-askep-trauma.html).
Diakses pada tanggal 8 September 2014 Pukul 18.00 Wita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar