A.
PENGERTIAN
Kanker kolorektal adalah kanker yang berasal dalam permukaan usus besar
(kolon) atau rektum/rektal, umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan
sel yang tidak ganas terdapat adenoma atau berbentuk polip. Kanker kolon adalah suatu bentuk
keganasan dari masa abnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial
dari colon (Brooker, 2001 : 72). Kanker
kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus
besar atau rektum (Boyle & Langman, 2000 : 805). Kanker kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh pada
kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya (Tambayong, 2000 : 143).
Dari
beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kanker kolon adalah
suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan
sehat disekitar kolon (usus besar).
Adenoma atau polip pada kolorektal dapat diangkat dengan mudah hanya saja
jarang menimbulkan gejala apapun, sehingga tidak terdeteksi dalam waktu
cukup lama hingga berkembang menjadi kanker kolorektal. Kanker kolorektal
adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix. Distribusi kanker pada kolon adalah 20%
terdapat di sepanjang kolon asenden, 10% di kolon transversum, 15%
di kolon desenden, dan 50 % di rektosigmoideus.
Kanker kolorektal adalah kanker ketiga yang paling sering
didiagnosis pada pria dan wanita dan tertinggi kedua penyebab kematian akibat
kanker di Amerika Serikat. Namun, bila ditemukan lebih awal, sangat dapat
disembuhkan. Jenis kanker ini terjadi ketika sel abnormal tumbuh di lapisan
usus besar (kolon) atau dubur.
B.
ETIOLOGI
DAN FAKTOR RISIKO
Kanker kolon dapat timbul melalui interaksi antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga
polip kolon harus dicurigai. Selain itu, radang kronik kolon seperti kolitis
ulserosa atau kolitis amuba kronik dapat beresiko tinggi menjadi kanker
kolorektal. Faktor risiko lainnya antara lain:
1. Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis
ulseratif.
2. Riwayat keluarga.
3. Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit
keturunan dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan
polip dalam jumlah sedikit.
4. Familial adenomatous
polyposis (FAP) merupakan penyakit
keturunan yang jarang ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan
rektum.
5. Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak
tinggi dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan
rektal meningkatkan risiko kanker kolorektal.
6. Diabetes,
meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal
7. Rokok dan alkohol
8. Riwayat polip atau kanker kolorektal
C.
EPIDEMIOLOGI
Lebih dari dari 95% ca kolorektal adalah
adenokarsinoma. Kanker ini berasal dari sel glandula yang terdapat di lapisan
dinding kolon dan rektum. ca kolorektal di dunia menempati urutan nomor 3 dalam
frekuensinya dan merupakan penyebab kematian nomor 4 dari kematian karena
kanker di dunia. WHO mengestimasikan terjadi 945.000 kasus baru setiap tahun
dengan 492.000 kematian.
Ca kolorektal ini lebih sering terjadi di negara maju
dibandingkan dengan negara berkembang.
Di negara maju merupakan penyebab tersering kedua dari seluruh tumor dengan insiden pada semua usia
adalah 5%, walaupun sekarang insiden dan
mortalitasnya sudah berkurang. Insidensinya
relatif tinggi pada negara yang intake daging tinggi seperti Kanada dan
Australia sedangkan negara di Mediterania lebih rendah insidensinya karena
lebih banyak mengkonsumsi buah, sayuran, dan ikan.
Ca kolorektal menempati urutan ke-5 kanker terbanyak
di Amerika Utara bahkan di seluruh dunia menempati urutan ke-6 dari keganasan
yang paling dominan di dunia. Berdasarkan survei WHO, di USA, ca kolorektal
merupakan penyebab kematian kedua terbesar akibat kanker. Pada tahun 2002
ditemukan 139.534 orang dewasa yang didiagnosa menderita kanker usus besar,
sebanyak 56.603 di antaranya meninggal dunia.
Survival di seluruh dunia sangat bervariasi tergantung
dari fasilitas dan obat-obatan yang tersedia. Ketahanan hidup sampai 5 tahun (5
years survival rates) di USA lebih dari 60% tetapi kurang dari 40% di negara
berkembang.
Begitu juga
insiden di negara-negara Asia yang kecenderungannya juga meningkat. Insiden
paling tinggi di Jepang dan Korea dibandingkan negara-negara Asia lainnya.
D.
PATOFIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang
berkembang dari polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat,
meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor
secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul
gejala, penyakit mungkin sudah menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari
jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar
dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding
luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung,
duodenum, usus halus, pankreas, limpa,
saluran genitourinary, dan dinding abdominal
juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis
ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda
ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun
kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga
menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti
hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke area
lain dari rongga peritoneal
dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan
pembedahan.
Polip
adenoma
¯
Polip
maligna
¯
Menyusup serta
merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur sekitarnya
¯
Sel kanker
dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain.
Penyebaran kanker kolon dapat melalui 3 cara, yaitu penyebaran secara langsung ke organ terdekat, melalui sistem
limpatikus dan hematogen, serta melalui implantasi sel ke daerah peritoneal. Karsinoma kolon dan rektum
mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus dinding dan meluas
secara sirkuler ke arah oral dan aboral.
Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya
misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen
terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta. Penyebaran hematogen
terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa
dengan atau tanpa asites. Sebagian besar tumor maligna (minimal
50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 %
terjadi di sigmoid dan kolon desending (Black dan Jacob, 1997). Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma
(muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon
asenden lebih banyak ditemukan
daripada pada transversum (dua kali lebih banyak). Tumor bowel maligna menyebar
dengan cara:
1.
Menyebar secara
langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai bladder,
ureter dan organ reproduksi.
2.
Melalui saluran
limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-paru, ginjal dan
tulang.
3.
Tertanam ke rongga
abdomen.
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi kanker kolon secara umum adalah :
1.
Perdarahan rektum
2.
Perubahan pola BAB
3.
Tenesmus
4.
Obstruksi intestinal
5.
Nyeri abdomen
6.
Kehilangan berat badan
7.
Anorexia
8.
Mual dan muntah
9.
Anemia
10. Massa palpasi
Manifestasi
klinis sesuai dengan bagian kolon yang terkena kaganasan
Colon Kanan
|
Colon Kiri
|
Rektal/Rectosigmoid
|
a.
Nyeri dangkal abdomen.
b.
Anemia
c.
Melena (feses hitam)
d.
Dyspepsia
e.
Nyeri di atas umbilicus
f.
Anorexia,
nausea, vomiting
g.
Rasa tidak nyaman diperut kanan bawah
h.
Teraba massa saat palpasi
i.
Penurunan BB
|
a.
Obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi )
b.
Adanya
darah segar dalam feses.
c.
Perdarahan
rektal
d.
Perubahan
pola BAB
e.
Obstruksi
intestine
|
a.
Evakuasi feses yang tidak
lengkap setelah defekasi.
b.
Konstipasi dan diare
bergantian.
c.
Feses berdarah.
d.
Perubahan kebiasaan
defekasi.
e.
Perubahan BB
|
(Smeltzer dan Bare, 2002 dan Black dan Jacob, 1997)
Kolon
kanan
|
Kolon
kiri
|
Rektum
|
|
Aspek klinis
Nyeri
Defekasi
Obstruksi
Darah pada feses
Feses
Dispepsi
Memburuknya keadaan umum
Anemia
|
Kolitis
Karena penyusupan
Diare /diare berkala
Jarang
Okul
Normal/diare
Sering
Hampir selalu
Hampir selalu
|
Obstruksi
Karena obstruksi
Konstipasi progresif
Hampir selalu
Okul /makroskopik
Normal
Jarang
Lambat
Lambat
|
Proktitis
Karena tenesmi
Tenesmi terus-menerus
Tidak/jarang
Makroskopik
Perub bentuk
Jarang
Lambat
Lambat
|
F.
KLASIFIKASI
DAN STADIUM
1. Duke
a. Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
b. Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari dinding kolon/rektum (Duke A).
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari dinding kolon/rektum (Duke A).
c. Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B).
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B).
d. Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh lainnya (Duke C).
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh lainnya (Duke C).
e. Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).
2. Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)
Stadium
|
T
|
N
|
M
|
Duke
|
0
|
Tis
|
N0
|
M0
|
-
|
I
|
T1
T2
|
N0
N0
|
M0
M0
|
A
|
II A
II B
|
T3
T4
|
N0
N0
|
M0
M0
|
B
|
III A
III B
III C
|
T1-T2
T3-T4
Any T
|
N1
N1
N2
|
M0
M0
M0
|
C
|
IV
|
Any T
|
Any N
|
M1
|
D
|
Keterangan
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi
peritoneum viseral.
N : Kelenjar getah bening regional/node
Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening
M : Metastasis
Mx : Metastasis tidak dapat di nilai
M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi
peritoneum viseral.
N : Kelenjar getah bening regional/node
Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening
M : Metastasis
Mx : Metastasis tidak dapat di nilai
M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis
3.
Klasifikasi Histologi
a.
Adenocarcinoma
(berdifferensiasi baik, sedang, buruk).
b.
Adenocarcinoma musinosum
(berlendir)
c.
Signet Ring Cell Carcinoma.
d.
Carcinoma sel skuamosa.
e.
Carsinoma
recti
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Palpasi Abdomen. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba menunjukkan keadaan sudah lanjut. Apabila ada massa, massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain kolon
2.
Fecal occult blood test,
pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop
3.
Colok dubur.
Untuk mengetahui letak, luas dan mobilitas tumor.
· Tonus
sfingter ani (keras atau lembek)
· Mukosa
(kasar, kaku, licin atau tidak)
· Ampula
rektum (kolaps, kembung, atau terisi feses)
4.
Tumor dapat teraba atau tidak, mudah
berdarah atau tidak, jarak dari garis anorektal sampai tumor, lokasi,
pergerakan dari dasar, permukaan, lumen yang dapat ditembus jari, batas atas,
dan jaringan sekitarnya
5.
Barium
enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah, sebelumnya
pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum
6.
Endoskopi
(sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan
menggunakan teropong, melihat gambaran rektum dan sigmoid adanya polip
atau daerah abnormal lainnya dalam layar monitor. Sigmoidoskopi atau kolonoskopi adalah test diagnostik utama digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor.
Sekalian dilakukan biopsy jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50
% sampai 65 % dari kanker kolorektal. Pemeriksaan enndoskopi dari kolonoskopi
direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada klien dengan
perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium
enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah, ulseratif
sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis
7.
Biopsi,
tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan pemeriksaan di
bawah mikroskop.
8.
Jumlah sel-sel
darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-sel darah
merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum untuk test
diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.
9.
Test Guaiac
pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua kanker
kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
10. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di
membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat
dideteksi oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan
sekresi. Karena test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada
lebih dari separuh klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam
skreening atau test diagnostik dalam pengobatan penyakit. Ini terutama
digunakan sebagai prediktor pada prognsis postoperative dan untuk deteksi
kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan (Way, 1994).
11. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat
meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin.
12. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya
dan lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus
bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau
gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal
hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata
dalam mendeteksi rektum
13. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
14. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai organ
lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
15. Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik
yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul
kembali).
16. Pemeriksaan DNA Tinja.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1.
Medis
a.
Pasien dengan
gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik.
Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terapi komponen darah dapat
diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang
berhubungan. Pengobatan
medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi anjuran. Terapi
anjuran biasanya diberikan selain pengobatan bedah yang mencakup kemoterapi, terapi radiasi, dan imunoterapi.
b.
Terapi radiasi: sering digunakan
sebelum pembedahan untuk menurunkan ukuran tumor dan membuat mudah untuk
direseksi. Intervensi lokal pada area tumor setelah pembedahan termasuk
implantasi isotop radioaktif ke dalam area tumor. Isotop yang digunakan
termasuk radium, sesium, dan kobalt. Iridium digunakan pada rektum.
c.
Kemoterapi: kemoterapi dilakukan
untuk menurunkan metastasis dan mengontrol manifestasi yang timbul. Kemoterapi
adalah penggunaan obat-obatan (5-flourauracil (5-FU)) untuk membunuh sel-sel
kanker. Ia adalah suatu terapi sistemik, yang berarti bahwa pengobatan berjalan
melalui seluruh tubuh untuk menghancurkan sel-sel kaker. Setelah operasi kanker
usus besar, beberapa pasien mungkin mengandung microscopic metastasis (foci
yang kecil dari sel-sel kanker yang tidak dapat dideteksi). Kemoterapi
diberikan segera setelah operasi untuk menghancurkan sel-sel mikroskopik
(adjuvant chemotherapy).
2.
Bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebayakan kanker kolorektal. Tipe pembedahan
tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur
pembedahan pilihan, sebagai berikut:
a.
Pada tumor
sekum dan kolon asenden
Dilakukan
hemikolektomi kanan, lalu anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura
hepatika dilakukan juga hemikolektomi, yang terdiri dari reseksi bagian kolon yang diperdarahi oleh arteri iliokolika, arteri kolika kanan, arteri kolika media
termasuk kelenjar limfe dipangkal arteri mesentrika superior.
b.
Pada tumor
transversum
Dilakukan reseksi kolon
transversum (transvesektomi) kemudian
dilakukan anastomosis ujung ke ujung. Kedua fleksura hepatika dan mesentrium daerah arteria kolika media termasuk kelenjar limfe.
c.
Pada Ca Colon desenden dan fleksura
lienalis
Dilakukan
hemikolektomi kiri yang meliputi daerah arteri kolika kiri dengan kelenjar limfe sampai dengan di pangkal arteri mesentrika
inferior.
d.
Tumor rectum
Pada tumor rectum 1/3 proximal
dilakukan reseksi anterior tinggi (12-18 cm dari garis
anokutan) dengan atau tanpa stapler. Pada tumor rectum 1/3 tengah dilakukan
reseksi dengan mempertahankan spingter anus, sedangkan pada tumor 1/3 distal
dilakukan reseksi bagian distal sigmoid, rektosigmoid, rektum melalui abdominal perineal (Abdomino Perineal Resection/APR), kemudian dibuat end colostomy. Reseksi abdoperineal dengan kel. retroperitoneal
menurut geenu-mies. Alat stapler untuk membuat
anastomisis di dalam panggul antara ujung rektum yang pendek dan kolon dengan mempertahankan anus dan untuk menghindari
anus pneternaturalis. Reseksi anterior rendah (Low
Anterior Resection/LAR) pada rektum dilakukan melalui laparatomi dengan menggunakan alat stapler untuk
membuat anastomisis kolorektal/koloanal rendah.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.
Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang
nama , umur , jenis kelamin , alamat rumah, agama , suku , bangsa , status
perkawinan , pendidikan , nomer registrasi , pekerjaan pasien dan nama orang
tua / istri/ suami .
2. Riwayat
Kesehatan
Riwayat Ca pada klien
diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis kelamin,sejarah diet dan keadaan
dari letak geografi diet. Sebagian besar resiko yang menjadi pertanyaan perawat
:
a.
Sejarah dari keluarga
terhadap Ca colorektal
b.
Radang usus besar
c.
Penyakit Crohn’s
d.
Familial poliposis
e.
Adenoma
Perawat
bertanya tentang perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare dengan atau
tanpa darah pada feces klien mungkin merasa perutnya terasa penuh ,nyeri atau
berat badan turun tetapi biasanya hal tersebut terlambat ditemukan .
3. Pemeriksaan
Fisik.
Tanda-tanda Ca
Colorektal tergantung pada letak tumor.Tanda-tanda yang biasanya terjadi
adalah :
a.
Perdarahan pada rektal
b.
Anemia
c.
Perubahan feces
Kemungkinan
darah ditunjukan sangat kecil atau lebih hidup seperti mahoni atau bright-red
stooks.Darah kotor biasanya tidak ditemukan tumor pada sebelah kanan kolon
tetapi biasanya ( tetapi bisa tidak
banyak ) tumor disebelah kiri kolon dan rektum.
Hal
pertama yang ditunjukkan oleh Ca Colorectal adalah :
a. Teraba
massa
b. Pembuntuan
kolon sebagian atau seluruhnya
c. Perforasi
pada karakteristik kolon dengan distensi abdominal dan nyeri
Ini ditemukan pada
indikasi penyakit Cachexia.
4. Pemeriksaan
Psikososial.
Orang-orang
sering terlambat untuk mencoba perawatan kesehatan karena khawatir dengan
diagnosa kanker. Kanker biasanya
berhubungan dengan kematian dan kesakitan. Banyak orang tidak sadar dengan
kemajuan pengobatan dan peningkatan angka kelangsungan hidup. Deteksi dini
adalah cara untuk mengontrol Ca colorectal dan keterlambatan dalam mencoba
perawatan kesehatan dapat mengurangi kesempatan untuk bertahan hidup dan
menguatkan kekhawatiran klien dan keluarga klien.
Orang-oarang
yang hidup dalam gaya hidup sehat dan mengikuti oedoman kesehatan mungkin
merasa takut bila melihat pengobatan klinik, klien ini mungkin merasa
kehilangan kontrol, tidak berdaya dan shock. Proses diagnosa secara umum meluas
dan dapat menyebabkan kebosanan dan menumbuhkan kegelisahan pada pasien dan
keluarga pasien. Perawat membolehkan klien untuk bertanya dan mengungkapkan
perasaanya selama proses ini.
5. Pemeriksaan
Laboratorium
Nilai
hemaglobin dan Hematocrit biasanya turun dengan indikasi anemia. Hasil tes
Gualac positif untuk accult blood pada feces memperkuat perdarahan pada GI
Tract. Pasien harus menghindari daging, makanan yang mengandung peroksidase (
Tanaman lobak dan Gula bit ) aspirin dan vitamin C untuk 48 jam sebelum
diberikan feces spesimen. Perawat dapat menilai apakah klien pada menggumakan
obat Non steroidal anti peradangan ( ibu profen ) Kortikosteroid atau
salicylates. Kemudian perawat dapat konsul ke tim medis tentang gambaran
pengobatan lain.
Makanan-makanan
dan obat-obatan tersebut menyebabkan perdarahan. Bila sebenarnya tidak ada
perdarahan dan petunjuk untuk kesalahan hasil yang positif. Dua contoh sampel
feses yang terpisah dites selama 3 hari berturut-turut, hasil yang negatif sama
sekali tidak menyampingkan kemungkinan terhadap Ca colorektal. Carsinoma
embrionik antigen (CEA) mungkin dihubungkan dengan Ca colorektal, bagaimanapun
ini juga tidak spesifik dengan penyakit dan mungkin berhubungan dengan jinak
atau ganasnya penyakit. CEA sering menggunakan monitor untuk pengobatan yang
efektif dan mengidentifikasi kekambuhan penyakit
6. Pemeriksaan
Radiografi
Pemeriksaan
dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan
mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan
pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang
kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara
umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer
Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest
X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah
metastasis.
7. Pemeriksaan
Diagnosa lainnya.
Tim
medis biasanya melakukan sigmoidoscopy dan colonoscopy untuk mengidentifikasi
tumor. Biopsi massa dapat juga dilakukan dalam prosedur tersebut.
J.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Diagnosa
Keperawatan Utama
Pasien dengan tipe Ca
colorektal mempunyai diagnosa keperawatan seperti dibawah ini:
a.
Resiko tinggi terhadap
luka s.d efek dari tumor dan kemungkinan metastase.
b.
Ketidakefektifan koping
individu s.d gangguan konsep diri.
2. Diagnosa
Keperawatan Tambahan
a.
Nyeri b.d obstruksi
tumor pada usus besar dengan kemungkinan menekan organ yang lainnya.
b.
Gangguan pemeliharaan
kesehatan b.d kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, program diagnosa
dan rencana pengobatan.
c.
Ketidakefektifan koping
keluarga : Kompromi b.d gangguan pada peran, perubahan gaya hidup dan ketakutan
pasien terhadap kematian.
d.
Gangguan nutrisi :
Kurang dari kebutuhan tubuh b.d program diagnosa.
e.
Ketakutan proses
penyakit
f.
Ketidakberdayaan b.d
penyakit yang mengancam kehidupan dan pengobatannya.
g.
Gangguan pola sexual
b.d gangguan konsep diri.
K.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
1.
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terhadap
luka s.d efek dari tumor dan kemungkinan metastase.
Tujuan untuk klien
adalah :
a.
Pengalaman pengobatan
atau memperpanjang kelangsungan hidup.
b.
Pengalaman untuk
meningkatkan kualitas hidup.
c.
Tidak ada pengalaman
tentang komplikasi kanker termasuk metastase.
Intervensi :
a.
Pembedahan biasanya
pengobatan untuk tumor di kolon atau rektal.Tetapi radiasi dan kemoterapi
mungkin juga digunakan untuk membantu pembedahan, untuk mengontrol dan mencegah
kekambuhan kanker.
b. Terapi
radiasi
Persiapan
penggunaan radiasi dapat diberikan pada pasien yang menderita Ca kolorektal
yang besar, walaupun ini tidak dilaksanakan secara rutin. Terapi ini dapat
menyebabkan kesempatan yang lebih banyak dari tumor tertentu, yang mana terjadi
fasilitas reseksi tumor selama pembedahan. Radiasi dapat digunakan post
operatif sampai batas penyebaran metastase. Sebagai ukuran nyeri, terapi radiasi
menurunkan nyeri, perdarahan ,obstruksi usus besar atau metastase ke paru-paru
dalam perkembangan penyakit. Perawat menerangkan prosedur terapi radiasi pada
klien dan keluarga dan memperlihatkan efek samping (contohnya diare dan
kelelahan). Perawat melaksanakan tindakan untuk menurunkan efek samping dari
terapi .
c. Kemoterapi
Obat
non sitotoksik memajukan pengobatan terhadap Ca kolorektal kecuali batas tumor
pada anal kanal. Bagaimanapun juga 5 fluorouracil (5-FU,Adrucil) dan levamisole
(ergamisol) telah direkomendasikan terhadap standar terapi untuk stadium khusus pada penyakit (contoh stadium
III) untuk mempertahankan hidup. Kemoterapi juga digunakan sesudah pembedahan
untuk mengontrol gejala-gejala metastase dan mengurangi penyebaran metastase.
Kemoterapi intrahepatik arterial sering digunakan 5 FU yang digunakan pada
klien dengan metastasis liver.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. (Edisi III). Jakarta: EGC.
Hafira.2012.Laporan Pendahuluan Ca Kolorektal (http://manshabarazhafira-iriantie.blogspot.com/2012/05/laporan-pendahuluan-ca-kolorektal.html, diakses
tanggal 9 september 2014).
Holdstock,H. Ahli bahasa : Petrus Andrianto. 1991. Atlas Bantu
Gastroenterologi dan Penyakit Hati. Jakarta : Hipokrates
Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.
Yogyakarta:Gosyen Publishing
Smeltzer and Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi VIII).
akarta: EGC.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddarrth Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC.
Soeparman. 1994. Ilmu penyakit dalam (Jilid I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
terimakasih buat artikelnya.. informasi yang sangat bermanfaat..
BalasHapushttp://tokoonlineobat.com/obat-penyakit-kanker-hati-alami/