1.
PENGERTIAN ENTERITIS
Penyakit
Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah
peradangan menahun pada dinding usus. Enteritis regional, ileokolitis,
atau Penyakit Crohn merupakan suatu penyakit peradangan granulomatosa kronik
pada saluran cerna yang sering terjadi berulang.Penyakit ini mengenai seluruh
ketebalan dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus
(ileum) dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran
pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus.
Enteritis
regional adalah inflamasi kronis dan sub-akut yang meluas keseluruh lapisan
dinding usus dari mukosa usus, ini disebut juga transmural
(brunner&suddarth.2002. keperawatan medical bedah.edisi 8.vol 2:1105).
Penyakit crohn merupakan salah satu penyakit usus inflamatorik, yang dapat
menyerang seluruh bagian saluran gastrointestinal , mulai dari mulut (berupa
stomatitis) sampai lesi pada anus (arif mansjoer, dkk .2001.kapita selekta
kedokteran. Edisi ketiga.jilid 1: 497).Crohn disease adalah suatu inflamasi
transmural gangguan dari saluran system pencernaan (Grace.P.A.2002. Surgery at
a Glance second edition:95).Enteritis regional(penyakit crohn) merupkan suatu
penyakit peradangan granulomatosa kronis pada saluran cerna yang sering terjadi
berulang (price, and Wilson. 2006. Patofisiologi konsep penyakit klinis
proses-proses penyakit:446).
2. ETIOLOGI PENYAKIT ENTERITIS
Etiologi
Penyakit Crohn tidak diketahui. Penelitian memusatkan perhatian pada tiga
kemungkinan penyebabnya, yaitu :
1.
Kelainan
fungsi sistem pertahanan tubuh
2.
Infeksi.
3. Makanan.
Walaupun
tidak ditemukan adanya autoantibodi, enteritis regional diduga merupakan reaksi
hipersensitivitas atau mungkin disebabkan oleh agen infektif yang belum
diketahui. Teori-teori ini dikemukakan karena adanya lesi-lesi granulomatosa
yang mirip dengan lesi-lesi yang ditemukan pada jamur dan tuberkulosis paru.
Terdapat beberapa persamaan yang menarik antara enteritis regional dan kolitis
ulseratif. Keduanya adalah penyakit radang, walaupun lesinya berbeda. Kedua
penyakit ini mempunyai manifestasi di luar saluran cerna yaitu uveitis,
artritis dan lesi-lesi kulit yang identik.
3.
PATOFISIOLOGI
PENYAKIT ENTERITIS
Enteritis
regionl/ penykit crohn umumnya terjadi pada remaja atau dewasa muda , tetapi
dapat terjadi kapan saja selama hidup. Keadaan ini sering terlihat pada
populasi lansia (50-80 tahun). Meskipun ini dpat terjdi dimana saja disepanjang
sluran gastrointestinal , area paling umum yang sering terkena adalah ileum
distal dan kolon. Enteritis regional dalah penyakit inflamasi kronois dan
subakut yang meluas keseluruh lapisan dinding usus dari mukosa usus, ini
disebut juga transmural. Pembentukan fistula . fistula dan abses terjadi sesuai
luasnya inflamasi kedalam peritoneum . lesi (ulkus) tidak pada kontak terus
menerus satu sama lain dipisahkan oleh jaringan normal. Granuloma terjadi pada
setengah kasus . Pada kasus lanjut mukosa usus mempunyai penampilan
(coblostone) dengan berlanjutnya penyakit , dinding usus menebal dan menjadi
fibrotic dan lumen usus menyempit.(Brunner & Suddarth, keperawatan medical
bedah.vol 2:1105).
Manifestasi
pada penyakit Corhn akan terjadi nyeri abdoemn menetap dan diare yang tidak
hilang dengan defeksi. Diare terjadi pada 90% pasien. Jaringan parut dan
pembentukan granuloma mempengaruhi kemampuan usus untuk mentraspor produk dari
pencernaan usus atas melalu lumen yang terkonstriksi, mengakibatkan nyeri
abdomen berupa kram. Gerakan peristaltik usus dirangsang oleh makan sehingga
nyeri kram terjadi setelah makan. Untuk menghindari nyeri kram ini, pasien cenderung
untuk membatasi masukan makanan, mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga
kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya adalah penurunan berat
badan, malnutrisi, anemia sekunder. Selain itu, pembentukan ulkus dilapisan
membran usus dan ditempat terjadinya inflamasi akan menghasilkan rabas
pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon dari usus yang tipis, bengkak, yang
menyebabkan diare kronis. Kekurangan nutrisi dapat terjadi akbiat
absorbsi terganggu. Malabsorbsi terjadi sebagai akibat hilangnya fungsi
penyerapan permukaan mukosa. Fenomena ini dapat mengakibatkan malnutrisi
protein – kalori, dehidrasi dan beberapa kekurangan gizi.
4. PATOGENESIS
Ileum
terminal terserang pada sekitar 80% kasus enteritis regional. Pada sekitar 35%
kasus lesi-lesi terjadi pada kolon. Esofagus dan lambung lebih jarang
terserang. Dalam beberapa hal terjadi lesi “melompat” yaitu bagian usus yang
sakit dipisahkan oleh daerah-daerah usus normal sepanjang beberapa inci atau
kaki. Lesi diduga mulai pada kelenjar limfe dekat usus halus yang akhirnya
menyumbat aliran saluran limfe. Selubung submukosa usus jelas menebal akibat
hiperplasia jaringan limfoid dan limfedema. Dengan berlanjutnya proses
patogenik, segmen usus yang terserang menebal sedemikian rupa sehingga kaku seperti
selang kebun, lumen usus menyempit, sehingga hanya sedikit dilewati barium,
menimbulkan “string sign” yang terlihat pada radiogram. Seluruh dinding usus
terserang. Mukosa seringkali meradang dan bertukak disertai eksudat yang putih
abu-abu.
5. TANDA DAN GEJALA
Para penderita mengeluh mengenai sakit perut yang
berulang-ulang, sering mendapat serangan diare, atau sebaliknya susah buang air
besar, kadang-kadang panas, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan.
Perdarahan per anum sering disebabkan radang pada kolon. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian bawah, lebih sering di
sisi kanan. Komplikasi yang sering terjadi dari peradangan ini adalah
penyumbatan usus, saluran penghubung yang abnormal (fistula) dan kantong berisi
nanah (abses).Bila Penyakit Crohn menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran
pencernaan, penderita juga bisa mengalami :
a.
peradangan
sendi (artritis).
b.
peradangan
bagian putih mata (episkleritis).
c.
luka
terbuka di mulut (stomatitis aftosa).
d.
nodul
kulit yang meradang pada tangan dan kaki (eritema nodosum).
e.
luka
biru-merah di kulit yang bernanah (pioderma gangrenosum).
Jika Penyakit Crohn tidak
menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan, penderita masih bisa
mengalami :
a. peradangan pada tulang belakang
(spondilitis ankilosa).
b. peradangan pada sendi panggul
(sakroiliitis).
c. peradangan di dalam mata (uveitis) .
d. peradangan pada saluran empedu
(kolangitis sklerosis primer).
Pada
anak-anak, gejala-gejala saluran pencernaan seperti sakit perut dan diare
sering bukan merupakan gejala utama dan bisa tidak muncul sama sekali. Gejala
utamanya mungkin berupa peradangan sendi, demam, anemia atau pertumbuhan yang
lambat. Pola umum dari Penyakit Crohn, Gejala-gejala Penyakit Crohn pada setiap
penderitanya berbeda, tetapi ada 4 pola yang umum terjadi, yaitu :
1. Peradangan : nyeri dan nyeri tekan
di perut bawah sebelah kanan
2. Penyumbatan usus akut yang berulang,
yang menyebabkan kejang dan nyeri hebat di dinding usus,
pembengkakan perut, sembelit dan muntah-muntah
3.
Peradangan
dan penyumbatan usus parsial menahun, yang menyebabkan kurang gizi dan
kelemahan menahun
4. Pembentukan saluran abnormal
(fistula) dan kantung infeksi berisi nanah (abses), yang sering menyebabkan
demam, adanya massa dalam perut yang terasa nyeri dan penurunan berat badan.
Gejala klinis yang paling sering
timbul adalah sebagai berikut :
1. Nyeri abdomen
2. Diare yang tidak hilang dengan
defekasi, terjadi pada 90% pasien .
3.
Jaringan
parut dan pembentukan granuloma mempengaruhi kemampuan usus untuk menstranspor
produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkonstriksi mengakibatkan
nyeri abdomen seperti kram . karena peristaltic usus di rangsang oleh makanan,
nyeri terjadi setelah makan. Untuk menghindari nyeri, pasien cenderung untuk
membatasi masukan makanan , mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga
kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi.
4. Penurunan berat badan ,malnutrisi,
3nemia sekunder.akibatnya individu menjadi kurus karena masukan makanan tidak
adekuat dan cairan hilang secara terus-menerus.
5.
Usus
yang terinflamasi dapat mengalami perforasi dan membentuk abses anal dan
intra-abdomen . terjadi demam dan leukositosis. Abses ,fistula, dan fisura umum
terjadi.
6.
Perjalan
klinis dan gejala bervariasi. Pada beberapa pasien terjadi periode remisi dan
eksaserbasi, sementara yang lain mengikuti beratnya penyebab.
7.
Gejala
meluas keseluruhan saluran gastrointestinal dan umumnya mencakup masalah sendi (arthritis),
lesi kulit (eritema nodosum), gangguan okuler (konjungtivitis), ulkus oral.
(brunner&suddarth, keperawatan medical bedah.vol 2:1105)
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
adanya kram perut yang terasa nyeri dan diare berulang, terutama pada penderita
yang juga memiliki peradangan pada sendi, mata dan kulit. Tidak ada
pemeriksaan khusus untuk mendeteksi Penyakit Crohn, namun pemeriksaan darah
bisa menunjukan adanya :
1. Anemia.
2. Peningkatan abnormal dari jumlah sel
darah putih.
3.
Kadar
albumin yang rendah
4. Tanda-tanda peradangan lainnya:
- Hitung darah lengkap dilakukan untuk mengkaji hematokrit dan kadar hemoglobin (yang biasanya menurun) serta hitung sel darah putih (yang mungkin meningkat). Laju sedimentasi biasanya meningkat. Kadar albumin dan protein mungkin menurun, menunjukan malnutrisi.
- Pemeriksaan barium dari saluran gastroentestinal atas menunjukan ”tanda garis” klasik pada sinar-x dari ileum terminalis, menunjukan konstruksi segmen usus.enema barium juga dapat menunjukan adanya ulserasi dan ”coblestone” serta adanya fisura dan fisula. Enema bisa menunjukkan gambaran yang khas untuk Penyakit Crohn pada usus besar. Pemindaian CT dapat menunjukan adanya penebalan dinding usus dan fistula saluran
Jika masih
belum pasti, bisa dilakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar)
dan biopsi untuk memperkuat diagnosis. CT scan bisa memperlihatkan perubahan di
dinding usus dan menemukan adanya abses, namun tidak digunakan secara
rutin sebagai pemeriksaan diagnostik awal. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
biasanya dilakukan diawal, untuk menentukan apakah area rektosigmoid
terinflamasi. Pemeriksaan feses juga dilakukan dan mungkin positif untuk darah
samar dan steatorea (kelebihan lemak dan feses).
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada dasarnya pengobatan medis-konservatif dengan diit dan
obat-obat lebih baik dari pada pembedahan.
1. Masukan Diet dan Cairan :
cairan oral, diet rendah residu-tinggi protein-tinggi kalori, dan terapi
suplemen vitamin dan pengganti besi diberikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Terapi Obat-obatan, seperti :
a. Obat sedatif dan antidiare/antiperistaltik
digunakan untuk mengurangi peristaltik sampai minimum untuk mengistirahatkan
usus yang terinflamasi. Sulfonamida seperti sulfasalazin (azulfidine) atau
sulfisoxazol(gastrisin) biasanya efektif untuk menangani inflamasi ringan atau
sedang.
b. Antibiotik digunakan untuk infeksi
sekunder, terutama untuk komplikasi purulen seperti abses, perforasi dan
peritonitis, azulfudin membantu dalam mencegah kekambuhan.
c. Hormon adenokortikopik parental
(ACTH) dan kortikosteroid efektif dalam pengobatan penyakit usus inflamasi
akut. Bila kortikostroid dikurangi atau dihentikan, gejala penyakit dapat
berulang. Bila kortikosteroid dilanjutkan, gejala sisa merugikan seperti
hipertensi, retensi cairan, katarak, hirsutisme (pertumbuhan rambut
abnormal)dan supresi adrenal dapat terjadi.
d. Aminosalisilat topikal dan oral
terbaru (misal Mesalamin {asacol}, olsalazin{dipentum}telah terbukti sangat
efektif dalam pengobatan). Preparat imunosupresif juga digunakan preparat ini
membantu untuk mencegah kekambuhan dan kemungkinan pasien untuk menerim
kortikosteroid dosis rendah untuk periode waktu lebih pendek.
e. Psikoterapi ditujukan untuk
menentukan faktor yang menyebabkan stress pada pasien, kemampuan menghadapi
faktor-faktor ini, dan upaya untuk mengatasi konflik sehingga mereka tidak
berkabung karena kondisi mereka.
8. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Subjektif
1) Riwayat kesehatan diambil untuk
mengidentifikasi awitan, durasi, dan karakteristik nyeri abdomen; diare,
tenesmus, mual, anoreksia, penurunan BB.
2) Riwayat keluarga tentang penyakit
usus inflamasi
3) Pola diet : jumlah Alkohol, kafein,
dan nikotin yang dipakai setiap hari atau setiap minggu.
4) Pola eliminasi : karakter,
frekuensi, dan adanya darah, pus, lemak, atau mukus.
5) Alergi : intoleransi usus atau
laktose.
6) Kaji gangguan pola tidur bila diare
atau nyeri terjadi pada malam hari.
b. Pengkajian Objektif
1) Auskultasi abdomen terhadap bising
usus dan karakteristiknya.
2) Palpasi abdomen terhadap distensi,
nyeri tekan, atau nyeri.
3) Inspeksi kulit terhadap adanya
saluran fistula atau gejala dehidrasi.
4) Feses di inspeksi terhadap adanya
darah dan mucus.
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium adalah kadar hemoglobin, hematokrit, kadar besi serum untuk
menilai kehilangan darah dalam usus, laju endap darah untuk menilai aktivitas
inflamasi serta kadar alumin serum untuk status nutrisi, serta C reactive
protein yang dapat dipakai juga sebagai parameter aktivitas penyakit
b. Endoscopy
Penyakit crohn dapat bersifat
transmural, segmental dan dapat terjadi disaluran cerna bagian atas, usus halus
ataupun colon.
c. Radiologi
Barium kontas ganda dapat
memperlihatkan striktur, fistula, mukosa yang iregular, gambaran ulkus dan
polip, ataupun perubahan distenbilitas lumen kolon berupa penebalan dinding
usus. Peran Ct Scan dan ultrasonografi lebih banyak ditujukan pada penyakit
crohn dalam mendeteksi adanya bases ataupu fistula.
d. Histopatologi
Spesimen yang berasal dari operasi lebih
mempunyai nilai diagnostik daripada spesimenyang diambil secara biopsi per –
endoskopik. Terlebih lagi bagi penyakit crohn yang lesinya bersifat transmural
sehingga tidak dapat dijangkau dengan teknik biopsi per-endoscopik. Gambaran
khas untuk penyakit crohn adanya granuloma tuberculoid (terdapat 20 – 40%
kasus) merupakan hal yang karakteristik disampung adanya infiltrasi sel
makrofag dan limfosit di lamina profia serta ulserasi yang dalam.
e. MRI
Dapat lebih unggul daripada Ct Scan
dalam menunjukkan lesi panggul. Oleh karena kadar air diverensia, MRI dapat
mebedakan peradangan aktif dari fibrosis dan dapat membedakan antara inflamasi
serta lesi fibrostenosis penyakit crohn.
f. Colonoscopy
Dapat membantu ketika barium enema
satu kontras belum informatif dalam mengevalusia sebuah lesi kolon. Kolonoscopy
berguna dalam memperoleh jaringan biopsi, yang membantu dalam diferensiasi
penyakit lain, dalam evaluasi lesi masa, dan dalam pelaksanaan surveilans
kanker. Colonoscopy juga memungkinkan mefisualisasi fibrosis striktur pada
pasien dengan penyakit kronis. Selain itu, colonoscopy juga dapat digunakan
dalam periode pasca operasi bedah untuk mengevaluasi anastomosis dan meprediksi
kemungkinan kambuh klinis serta respon terhadap terapi pasca operasi.
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d
iritasi nitestinal, kram abdomen dan respon pembedahan
2. Resiko
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
b.d pengeluaran cairan dari muntah yang berlebihan
3. Resiko
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakadekuatan
intake nutrisi sekunder akibat nyeri, ketidaknyamana lambung dan intestinal
4. Resiko infeksi b.d
adanya luka pasca bedah
5. Ansietas b.d prognosis
penyakit dan rencana pembedahan
10. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx.Keperawatan
|
Tujuan dan Kreteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1 Nyeri b.d iritasi
nitestinal, kram abdomen dan respon pembedahan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam masalah keperawatan nyeri dapat teratasi
dengan kreteria
hasil sebagai berikut :
a. Secara subjektif melaporkan nyeri
berkurang
b. Ekspresi
wajah pasien tenang dan rileks
c. Dapat mengidentifikasi kegiatan yang
dapat menambah atau mengurangi nyeri
d. Pasien tidak gelisah
e.Skala nyeri
turun
0 – 4
|
1.Kaji skala nyeri (0 – 4)
2. Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi
3.Istirahatkan pasien
4.Ajarkan teknik distraksi
5. Manajemen pemberian diet dan menghindari agen iritan
mukosa lambung
6.Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida sesuai
dosis
|
1.Perawat mengkaji tingkat nyeri dan dan kenyamanan pasien
setelah penggunaan obat – obatan dan menghindari zat pengiritasi
pendekatan
dengan menggunakan
2.Relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
3.Istirahat secara fisiologis dapat menurunkan kebutuhan
oksigen
4.Distraksi dapat menurunkan stim ulus internal
5.Dengan menghindari
makan dan minuman yang dapat mengiritasi mukosa lambung dapat menurunkan
intensitas nyeri
6.Antasid untuk
mempertahankan Ph lambung pada tingkat normal (4,5)
|
2. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d
pengeluaran cairan dari muntah yang berlebihan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
masalah cairan dan elektrolit dapat teratasi dengan kreteria hasil sebagai
berikut :
a. membran mukosa
lembab, turgor kulit normal
b.TTV dalam batas normal
c.Output >600ml/hari
d.Laboratorium : nilai elektrolit normal
|
a. 1.Monitor TTV
2.Monitor status cairan (membran
mukosa, turgor kulit dan output urin)
3.Kaji sumber kehilangan cairan
4.Manajemen
pemberian cairan
5.Kolaborasi
untuk pemberian diuresis
|
1.Mengetahui keadaan umum pasien,
hipotensi datap terjadi pada kondisi hipovolemia
2..Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari
keadaan status cairan.
3..Penurunan volume cairan mengakibatkan
menurunnya
4.Produksi urin. Monitor dilakukan dengan ketat pada
produksi urin Kehilangan caairan dan muntah dapat disertai dengan keluarnya
natrium per oral yang juga akan meningkatkan risiko gangguan elektrolit
5.Intake dan output cairan setiap hari
dipantau untuk mendeteksi tanda – tanda awal terjadinya dehidrasi
|
3. Resiko
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder akibat nyeri, ketidaknyamana lambung
dan intestinal
|
Setelah dilakukan keperawatan selama 3x24 jam, masalah
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi dengan kreteria hasil sebagai
berikut :
1. a.Pasien dapat
mempertahankan asupan status nutrisi yang adekuat
2. b.Pernyataan
motivasi yang kuat untuk meningkatkan kebutuhan nutrisinya
|
1.Kaji status nutrisi pasien, turgor
kulit, berat badan dan penurunan berat badan
2.Fasilitasi
pasien memperoleh diit biasa yang dikonsumsi pasien setiap hari
3.Pantau intake dan output, anjurkan
untuk timbang berat badan secara periodik
4. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah
makan
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit yang
seimbang
6.Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian anti muntah sesuai dosis
|
1.Menetapkan derajad masalah untuk
menetapkan pilihan intervensi yang tepat
2.Memperhitungkan keinginan
individu agar dapat memperbaiki nutrisi
3. Berguna dalam mengukur keefektifan
nutrisi dan dukungan cairan.
4.Menurunkan
rasa tidak enak karena sisa makanan dan bau obat yang dapat merangsang pusat
muntah
5.Merencanakan deit dengan kandungan
nutrisi yang adekuat untuk memenuhi pengingkatan kebutuhan energi dan kalori
6.Meningkatkan rasa nyaman pada gastrointestinal dan
meningkatkan keinginan intake nutrisi dan cairan per oral
|
4. Resiko infeksi b.d
adanya luka pasca bedah
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
masalah keperawatan resti infeksi dapat teratasi dengan kreteria hasil sebagai
berikut :
a. Tanpa adanya infeksi dan tanda – tanda kemerahan
setelah jahitan dilepas
b. TTV terutama
suhu dalam batas normal
|
a. 1. Kaji TTV
b. 2. Kaji jenis pembedahan
3. Lakukan perawatan luka pada hari ke dua pasca bedah
4. Bersihkan luka pada saat setiap perawatan luka
5. Tutup luka dengan kassa steril
6. Berikan penkes kepada keluarga pasien dan pasien cara
perawatan luka yang benar dan steril
7. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian anti infeksi sesuai dosis
|
1. Suhu dapat
ikut naik jika pasien terjadi inflamasi dan infeksi
2. Menidentifikasi kemajuan atau
penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
3. Perawatan
luka sebaiknya tidak setiap hari untuk menurunkan kontak dengan luka yang
dalam kondisi steril
4.Pembersihan
debridemen dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luar
5.Penutupan
secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda atau udara
6.Pemberian
penkes diharapkan bisa lenih memberikan pemenuhan informasi bagi keluarga.
7.Tindakan kolaborasi dilakukan dengan
tujuan untuk lebih optimal dalam pengobatan
|
5. Ansietas b.d
prognosis penyakit dan rencana pembedahan
|
Setelah dilakukan keperawatan selama 3x24 jam, masalah
keperawatan kecemasan dapat teratasi dengan kreteria hasil sebagai berikut :
a. Pasien mampu mgnungkapkan perasaan
kepada perawat
b. Pasien dapat mencatat penurunan
kecemasan atau ketakutan
c. Pasien dapat rileks dan tidur dengan
nyaman
|
a. 1. Monitor respon fisik, seperti kelelahan, perubahan
tanda vital dan gerakan yang berulang – ulang
2.Anjurkan pasien dan keluarga mengungkapkan
dan mengekspresikan rasa takutnya
3.Catat reaksi
pasien atau keluarga. Berikan kesempatan utnuk mengungkapkan perasaannya
4.Ajarka
aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu seperti menulis,
menonton tv, dll
|
1. Digunakan untuk mengevaluasi derajad atau tingkat
kesadaran, khusunya jika melakukan komunikasi verbal
2.Memberikan kesempatan untuk
berkosentrasi kejadian dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan
3.Respon dari kecemasan anggota
keluarga terhadap apa yang terjadi dapat disampaikan kepada perawat
4.Sejumlah
aktivitas atau ketrampilan dapat menurunkan tingkat kebosanan yang dapat
menjadi stumulus kecemasan
|
DAFTAR
PUSTAKA
Mansjoer,
arif dan kuspuji triyanti, dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga
Jilid 1.Jakarta : Media Aesculapius.
Price, and
Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Penyakit Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta:EGC
Soeparman,sarwono
wasparji. 1990. Ilmu Penyakit dalam Jilid
2. Balai penerbit FKUI: Jakarta
Smeltzer,
Suzanne C. 2001. BUKU AJAR Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Vol. 2. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith
M. Buku Saku Diagnosa Keperawatan :
Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Alih Bahasa : Esty
Wahyuningsih ; Editor edisi Bahasa
Indonesia : Dwi Widiarti. Ed. 9. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar