Senin, 20 Oktober 2014

ISUE LEGAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN



A.      Pengertian Isue Legal
Isu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat di perkirakan terjadi atau tidak terjadi di masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, social, politik, hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, hari kematian ataupun tentang krisis.
Legal adalah sesuatu yang di anggap sah oleh hukum dan undang-undang (Kamus Besar Bahasa Indonesia).Aspek legal yang sering pula disebut dasar hukum praktik keperawatan mengacu pada hukum nasional yang berlaku  di suatu negara. Hukum bermaksud melindungi hak publik, misalnya undang-undang keperawatan bermaksud melindungi hak publik dan kemudian melindungi hak perawatan.
Praktik keperawatan adalah Tindakan mandiri perawat professional melalui kerja sama bersifat kolaboratif dengan pasien/klien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.
Dengan demikian seseorang perawat profesional yang dalam memberikan praktik asuhan keperawatan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan/ hukum, maka dapat diartikan bahwa praktik asuhan keperawatan tersebut legal.
Jadi, Issue legal dalam praktik keperawatan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat di perkirakan terjadi atau tidak terjadi di masa mendatang dan Sah, sesuai dengan Undang-Undang/Hukum mengenai tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama dengan klien baik individu, keluarga atau komunitas dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya, baik tanggung jawab medis/kesehatan maupun tanggung jawab hukum.
Perawat perlu tahu tentang hukum yang mengatur prakteknya untuk:
1.      Memberikan kepastian bahwa keputusan & tindakan perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum
2.      Melindungi perawat dari liabilitas

Karakteristik praktik keperawatan professional
1.      Otoritas (authority), yakni memiliki kewenangan sesuai dengan keahliannya yang akan mempengaruhi proses asuhan melalui peran professional.
2.      Akuntabilitas (accountability), yakni tanggung gugat terhadap apa yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan tanggung jawab kepada klien,diri sendiri, dan profesi, serta mengambil keputusan yang berhubungan dengan asuhan
3.      Pengambilan keputusan yang mandiri (independent decision ,making), berarti sesuai dengan kewenangannya dengan dilandasi oleh pengetahuan yang kokoh dan keputusan (judgment) pada tiap tahap proses keperawatan dalam menyelesaikan masalah klien.
4.      Kolaborasi, artinya dapat bekerja sama, baik lintas program maupun lintas sector dengan berbagai disiplin dalam mengakses masalah klien dan membantu klien menyelesaikannya.
5.      Pembelaan atau dukungan (advokasi), artinya bertindak demi hak klien untuk mendapatkan asuhan yang bermutu dengan mengadakan intervensi untuk kepentingan atau demi klien, dalam mengatasi masalahnya, serta behadapan dengan pihak-pihak lain yang lebih luas (sistem at large).
6.      Fasilitasi (Facilitation), artinya mampu memberdayakan klien dalam upaya meningkatkan derajat kesehatannya demi memaksimalkan potensi dari organisasi dan sistem klien keluarga dalam asuhan.
Untuk melindungi masyarakat dan perawat dalam praktik keperawatan, perlu disusun peraturan perundang-undangan keperawatan sebagai aspek legal dari profesi keperawatan.Perundang-undangan yang mengatur praktik keperawatn disebut undang-undang atau peraturan praktik kepperawatan.Bentuk perundang-undangan tersebut diatur sesuai dengan kebutuhan dan jenjang peraturan perundang-undangan.


Peran Keperawatan Berkaitan Dengan Praktik Legal
Perawat bekerja di berbagai tempat di luar lingkungan perawatan yang melembaga termasuk dalam lingkungan komunitas adalah tempat kerja okupasional atau industri di mana perawat memberikan perawatan primer preventif dan terus menerus bagi pekerja, kesehatan publik atau komunitas, dimana pelayanan preventif seperti imunisasi dan perawatan anak yang baik diberikan di sekolah, rumah dan klinik dan perawatan kesehatan rumah, yang memberikan pelayanan lanjutan setelah hospitalisasi. Klien juga dapat dirawat dalam fasilitas perawatan jangka panjang.
Penting bahwa perawat, terutama mereka yang dipekerjakan dalam lingkungan kesehatan komunitas, memahami hukum kesehatan publik.Legislatur Negara membuat undang-undang dibawah kode kesehatan, yang menjelaskan laporan hukum untuk penyakit menular, imunisasi sekolah, dan hukum yang diharapkan untuk meningkatkan kesehatan dan mengurangi resiko kesehatan di komunitas. The center for disease control and prevention (CDC) the occupational health and safety act (DHSA) juga memberikan pedoman pada tingkat nasional untuk lingkungan komunitas dan bekerja dengan aman dan sehat. Kegunaan dari hukum kesehatan publik adalah perlindungan kesehatan publik, advokasi untuk hak manusia, mengatur pelayanan kesehatan dan keuangan pelayanan kesehatan dan untuk memastikan tanggung jawab professional untuk pelayanan yang diberikan.Perawat kesehatan komunitas memiliki tanggung jawab legal untuk menjalankan hukum yang diberikan untuk melindungi kesehatan public. Hukum ini dapat mencakup pelaporan kecurigaan adanya penyalahgunaan dan pengabaian, laporan penyakit menular, memastikan bahwa imunisasi yang diperlukan telah diterima oleh klien komunitas dan laporan masalah yang berhubungan dengan kesehatan lain diberikan untuk melindungi kesehatan public.

B.       Berbagai Issue Legal Dalam Keperawatan
Telenursing akan berkaitan dengan isu aspek legal, peraturan etik dan kerahasiaan pasien sama seperti telehealth secara keseluruhan. Di banyak negara, dan di beberapa negara bagian di Amerika Serikat khususnya praktek telenursing dilarang (perawat yang online sebagai koordinator harus memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian dan pasien yang menerima telecare harus bersifat lokal) guna menghindari malpraktek perawat antarnegara bagian.Isu legal aspek seperti akontabilitas dan malprakatek, dan sebagainya dalam kaitan telenursing masih dalam perdebatan dan sulit pemecahannya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh maka diperlukan kebijakan umum kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar operasi prosedur, etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan.Kegiatan telenursing mesti terintegrasi dengan strategi dan kebijakan pengembangan praktek keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan sistem pendidikan dan pelatihan keperawatan yang menggunakan model informasi kesehatan/berbasis internet.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait dengan isu ini, yang secara fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tehnologi dalam bidang kesehatan dalam merawat pasien adalah:
1.      Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang diberikan harus tetap terjaga
2.      Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus diinformasikan potensial resiko (seperti keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi, melalui internet atau telepon) dan keuntungannya
3.      Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat dikontrol dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan) lewat email
4.      Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan dan penyalah gunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek

Isu Legal Dalam Keperawatan Berkaitan Dengan Hak Pasien
Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan adanya pemberi pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang aman, efektif dan ramah terhadap mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka masyarakat akan menempuh jalur hukum untuk membela hak-haknya.
Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukun untuk mendapatkan pelayanan yang aman dan kompeten.Perhatian terhadap legal dan etik yang dimunculkan oleh konsumen telah mengubah sistem pelayanan kesehatan.Kebijakan yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk mendapatkan persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan.Institusi telah membentuk berbagai komite etik untuk meninjau praktik profesional dan memberi pedoman bila hak-hak klien terancam.Perhatian lebih juga diberikan pada advokasi klien sehingga pemberi pelayanan kesehatan semakin bersungguh-sungguh untuk tetap memberikan informasi kepada klien dan keluarganya bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan.

Tipe Tindakan Legal
Terdapat dua macam tindakan legal: tindakan sipil/pribadi, dan tindakan kriminal.
a.       Tindakan sipil berkaitan dengan isu antara individu-individu. Contohnya: seorang pria dapat mengajukan tuntutan terhadap seseorang yang diyakininya telah menipunya.
b.      Tindakan kriminal berkaitan dengan perselisihan antara individu dan masyarakat secara keseluruhan. Contohnya: jika seorang pria menembak seseorang, masyarakat akan membawanya ke persidangan.

Masalah Legal Dalam Keperawatan
Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga negara. Setiap orang yang tidak mematuhi hukun akan terikat secara hukum untuk menanggung denda atau hukuman penjara. Beberapa situasi yang perlu dihindari seorang perawat :
1.      Pelanggaran adalah perlakuan seseorang yang dapat merugikan orang lain berupa harta atau milik lainnya secara di sengaja atau tidak disengaja. Jika ada tuntutan hukum, biasanya diselesaikan secara perdata dengan mengganti kerugia tersebut.
Contoh : menghilangkan barang titipan klien atau merugikan nama baik klien.
2.      Kejahatan adalah suatu perlakuan merugikan publik. Karena terlalu parah, kejahatan yang dianggap tindakan perdata (tort) dapat digolongkan sebagai tindakan kriminal (tindakan pidana). Tindak kriminal atau pidana ini dapat dijatuhi hukuman denda atau penjara, atau kedua-duanya.
Contoh :
a.       Kecerobohan luar biasa yang menunjukkan bahwa pelaku tidak mengindahkan sama sekali nyawa orang lain (korban). Kejahatan ini dapat dikenakan tindak perdata maupun pidana.
b.      Kealpaan mematuhi undang-undang kesehatan yang mengakibatkan tewasnya orang lain atau mengonsi/mengedarkan obat-obatan terlarang. Kejahatan ini dapat dianggap sebagai tindakan kriminal (lepas dari kenyataan disengaja atau tidak).
3.      Kecerobohan dan praktik sesat. Kecorobohan adalah suatu perbuatan yang tidak akan dilakukan oleh seseorang yang bersikap hati-hati dalam situasi yang sama. Dengan kata lain, perbuatan yang dilakukan di luar koridor standar keperawatan yang telah ditetapkan dan dapat menimbulkan kerugian.
Apabila hal tersebut terjadi dan ada penuntutan, hakim/juri biasanya menggunakan saksi ahli (orang yang ahli di bidang tersebut).
Contoh:
a.       Sembarangan menguras barang pribadi klien (pakaian, uang, kacamata, dll) sehingga rusak atau hilang.
b.      Tidak menjawab tanda panggilan klien yang di rawat sehingga klien mencoba mengatasinya sendiri dan terjadi cedera.
c.       Tidak melakukan tindakan perlindungan pada klien yang mengakibatkan klien cedera, misalnya tidak mengambilkan air panas dari dekat klien yang mengakibatkan air tersebut tumpah kena klien dan klien mengalami luka bakar.
d.      Gagal melaksanakan perintah perawatan, gagal memberi obat secara tepat atau melaporkan tanda dan gejala yang tidak sesuai dengan kenyataan, tidak menyelidiki perintah yang meragukan sebelumnya sehingga dengan kelalaian/kegagalan tersebut menimbulkan cedera.
Selanjutnya, secara profesional dikatakan bahwa kecerobohan sama dengan pelaksanaan praktik buruk, praktik sesat, atau malpraktik.
4.      Pelanggaran penghinaan, yaitu suatu perkataan atau tulisan yang tidak benar mengenai seseorang sehingga orang tersebut merasa terhina dan dicemooh. Jika pernyataan tersebut dalam bentuk lisan, disebut slander dan jika berbentuk tulisan, disebut libel.
Contoh :
a.       Pernyataan palsu
b.      Menuduh orang secara keliru
c.       Memberi keterangan palsu kepada klien.
Orang yang di dakwa dengan tuduhan slander atau libel tidak dapat diancam hukuman jika ia dapat membuktikan kebenaran pernyataan (lisan/tulisan). Tuduhan ini dapat dibela dengan komunikasi yang didasarkan pada anggapan bahwa petugas profesional tidak dapat memberi pelayanan yang baik tanpa pembeberan fakta secara lengkap mengenai masalah yang di hadapinya.Jadi, informasi berprivilese merupakan informasi rahasia antarpetugas profesional dengan kliennya, misalnya antara perawat/dokter dengan kliennya, antara pngacara dengan kliennya, antara kiai dengan pemeluk agamanya.
5.      Penahanan yang keliru adalah penahanan klien tanpa alasan yang tepat atau pencegahan gerak seseorang tanpa persetjuannya, misalnya menahan klien pulang dari rumah sakit guna mendapat perawatan tambahan tanpa persetujuan klien yang bersangkutan, kecuali jika klien tersebut mengalami gangguan jiwa atau penyakit menular yang apabila di pulangkan dari rumah sakit akan membahayakan masyarakat. Untuk itu, rumah sakit mempunyai formulir khusus yang ditandatangani klien/keluarga, yang menyatakan bahwa rumah sakit yang bersanguktan tidak bertanggung jawab apabila klien cedera karena meninggalkan rumah sakit tersebut.
6.      Pelanggaran privasi, yaitu tindakan mengekspos/memamerkan/menyampaikan seseorang (klien) kepada publik, baik orangnya langsung, gambar ataupun rekaman, tanpa persetujuan orang/klien yang bersangkutan, kecuali ekspos klien tersebut memang diperlukan menurut prosuder perawatannya.
Contoh:
a.       Menyebar gosip atau memberi informasi klien kepada orang yang tidak berhak memperoleh informasi itu.
b.      Memberi perawatan tanpa memerhatikan kerahasiaan klien, yaitu klien di lihat/didengar orang lain sehingga klien merasa malu.
7.      Ancaman dan pemukulan. Ancaman (assault) adalah suatu percobaan/ancaman, melakukan kontak badan dengan orang lain tanpa persetujuannya. Pemukulan (batter) adalah ancaman yang dilaksanakan. Setiap orang diberi kebebasan dari kontak badan dari orang lain, keculi jika ia telah menyatakan perseujuannya.
Contoh: jika klien dioperasi tanpa persetujuan yang bersangkutan/keluarganya, dokter/rumah sakit tersebut dapat dituntut secara hukum.
8.      Penipuan adalah pemberian gambaran salah secara sengaja yang dapat mengakibatkan atau telah mengakibatkan kerugian atau cedera pada seseorang atau hartanya..
Contoh : memberi data yang keliru guna mendapat lisensi keperawatan.

C.      Proses Legalisasi Praktik Keperawatan
Legislasi Keperawatan adalah proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan perangkat hukumyang sudah ada yang mempengaruhi ilmu dan kiat dalam praktik keperawatan (Sand,Robbles1981).
Legislasi praktek keperawatan merupakan ketetapan hukum yang mengatur hak dan kewajiban seorang perawat dalam melakukan praktek keperawatan.Legislasi praktek keperawatan di Indonesia diatur melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang registrasi dan praktek perawat.   
Legislasi (Registrasi dan Praktek Keperawatan) Keputusan Menteri Kesehatan No.1239/Menkes/XI/2001, Latar belakang “Perawat sebagai tenaga profesional bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangannya.Untuk itu perlu ketetapan yang mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang untuk terkait dengan pekerjaan/profesi.”
1.      Tujuan utama Legislasi adalah untuk melindungi masyarakat serta melindungi perawat.
2.      Tujuan Yang lainnya adalah:
a.       Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
b.      Melidungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan
c.       Menetapkan standar pelayanan keperawatan
d.      Menapis IPTEK keperawatan
e.       Menilai boleh tidaknya praktik
f.       Menilai kesalahan dan kelalaian
3.      Prinsip dasar legislasi untuk praktik keperawatan
a.       Harus jelas membedakan tiap katagori tenaga keperawatan.
b.       Badan yang mengurus legislasi bertanggung jawab aatas system keperawatan.
c.       Pemberian lisensi berdasarkan keberhasilan pendidikan dan ujian sesuai ketetapan.
d.      Memperinci kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan perawat.
4.      Fungsi legislasi keperawatan
a.          Memberi perlindungan  kepada masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.
b.         Memelihara  kualitas layanan keperawatan yang diberikan
c.          Memberi kejelasan batas kewenangan setiap katagori tenaga keperawatan.
d.         Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat.
e.          Memotivasi pengembangan profesi.
f.          Meningkatkan proffesionalisme tenaga keperawatan.

Legislasi Keperawatan ini dapat dibagi atas 3 tahap, antara lain :
1.      Surat Izin Perawat (SIP)
Surat ini diberikan oleh Departemen Kesaehatan kepada perawat setelah lulus dari pendidikan keperawatan sebagai bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan praktek keperawatan.
Registrasi SIP adalah suatu proses dimana perawat harus (wajib) mendaftarkan diri pada kantor wilayah Departemen Kesehatan Propinsi untuk mendapat Surat Izin Perawat (SIP) sebagai persyaratan menjalankan pekerjaan keperawatan dan memperoleh nomor registrasi. Sasarannya adalah semua perawat.Sedangkan yang berwenang mengeluarkannya adalah Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi perawat itu berasal. Bagi perawat yang sudah bekerja sebelum ditetapkan keputusan ini memperolah SIP dari pejabat kantor kesehatan kabupaten/kota diwilayah tempat kerja perawat yang bersangkutan.
Jenis dan waktu registrasi :
a.       Registrasi awal dilakukan setelah yang bersangkutan lulus pendidikan keperawatan selambat-lambatnya 2 tahun sejak peraturan ini di keluarkan.
b.      Registrasi ulang dilakukan setelah 5 tahun sejak tanggal registrasi sebelumnya, diajukan 6 bulan berakhir berlakunya SIP.
2.      Surat Izin Kerja (SIK)
Surat ini merupakan bukti yang diberikan kepada perawat untuk melakukan praktek keperawatan di sarana pelayanan kesehatan.SIK hanya berlaku pada satu tempat sarana pelayanan kesehatan. Pejabat yang berwenang menerbitkan SIK adalah kantor dinas kabupaten / kota dimana yang bersangkutan akan melaksanakan praktek keperawatan.
3.      Surat Izin Praktek Perawat (SIPP)
Surat ini merupakan bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk menjalankan praktek keperawatan secara perorangan atau kelompok.SIPP hanya berlaku untuk satu tempat praktek perorangan atau kelompok dimana yang bersangkutan mendapat izin untuk melakukan praktek perawat. Pejabat yang berwenang menerbitkan SIPP adalah kantor dinas kabupaten / kota dimana yang bersangkutan akan melaksanakan praktek keperawatan.

Kredensial
Kredensial merupakan proses untuk menentukan dan mempertahankan kompetensi keperawatan. Proses kredensial merupakan salah satu cara profesi keperawatan mempertahankan standar praktik dan akuntabilitas persiapan pendidikan anggotanya. Kredensial meliputi pemberian izin praktik (lisensi), registrasi (pendaftaran), pemberian sertifikat (sertifikasi) dan akreditasi (Kozier Erb, 1990).
Proses penetapan dan pemeliharaan kompetensi dalam praktek keperawatan meliputi:
1.       Pemberian lisensi
Pemberian lisensi adalah pemberian izin kepada seseorang yang memenuhi persyaratan oleh badan pemerintah yang berwenag, sebelum ia diperkenankan melakukan pekerjaan dan prakteknya yang telah ditetapkan. Tujuan lisensi ini:
a.       Membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi yang kompeten
b.      Meyakinkan masyarakat bahwa yang melakukan praktek mempunyai kompetensi yang diperlukan
2.      Registrasi
Registrasi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi lain pada badan resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah. Perawat yang telah terdaftar diizinkan memakai sebutan registered nurse. Untuk dapat terdaftar, perawat harus telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan lulus ujian dari badan pendaftaran dengan nilai yang diterima. Izin praktik maupun registrasi harus diperbaharui setiap satu atau dua tahun. Dalam masa transisi professional keperawatan di Indonesia, sistem pemberian izin praktik dan registrasi sudah saatnya segera diwujudkan untuk semua perawat baik bagi lulusan SPK, akademi, sarjana keperawatan maupun program master keperawatan dengan lingkup praktik sesuai dengan kompetensi masing-masing.
Register Nurse:
a.       Mengkaji status kesehatan individu dan kelompok
b.      Menegakkan diagnosa keperawatan
c.       Menentukan tujuan untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan
d.      Membuat rencana strategi perawatan
e.       Menyusun intervensi keperawatan untuk mengimplementasikan strategi perawatan
f.       Memberi kewenangan intervensi keperawatan yang dapat dilaksanakan orang lain, dan tidak bertentangan dengan undang-undang
Tujuan registrasi:
a.       Menjamin kemampuan perawat untuk melakukan praktek keperawatan
b.      Mempertahankan prosedur penatalaksanaan secara objektif
c.       Mengidentifikasi jumlah dan kwalifikasi perawat yg akan melakukan praktek keperawatan
d.      Mempertahankan proses pemantauan dan pengendalian jumlah dan kwalitas perawat profesional
3.      Sertifikasi
Sertifikasi merupakan proses pengabsahan bahwa seorang perawat telah memenuhi standar minimal kompetensi praktik pada area spesialisasi tertentu seperti kesehatan ibu dan anak, pediatric, kesehatan mental, gerontology dan kesehatan sekolah. Sertifikasi telah diterapkan di Amerika Serikat.Di Indonesia sertifikasi belum diatur, namun demikian tidak menutup kemungkinan dimasa mendatang hal ini dilaksanakan.
Tujuan sertifikasi:
a.       Menyatakan pengetahuan, keterampilan dan perilaku perawat sesuai dengan pendidikan tambahan yg diikutinya
b.      Menetapkan klasifikasi, tingkat dan lingkup praktek perawat sesuai pendidikan
c.       Memenuhi persyaratan registrasi sesuai dengan area praktek keperawatn
4.      Akreditasi
Akreditasi merupakan suatu proses pengukuran dan pemberian status akreditasi kepada institusi, program atau pelayanan yang dilakukan oleh organisasi atau badan pemerintah tertentu. Hal-hal yang diukur meliputi struktur, proses dan kriteria hasil. Pendidikan keperawatan pada waktu tertentu dilakukan penilaian/pengukuran untuk pendidikan  DIII keperawatan dan sekolah perawat kesehatan dikoordinator oleh Pusat Diknakes sedangkan untuk jenjang S 1 oleh Dikti. Pengukuran rumah sakit dilakukan dengan suatu sistem akrteditasi rumah sakit yang sampai saat ini terus dikembangkan.

D.      Perlindungan Legal Keperawatan
Untuk menjalankan praktiknya secara hukum perawat harus dilindungi dari tuntutan malpraktik dan kelalaian pada keadaan darurat.Contoh :
a.       UU di AS yang bernama Good Samaritan Acts yang memberikan perlindungan tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan pada keadaan darurat.
b.      Di kanada terdapat UU lalu lintas yang memperbolehkan setiap orang untuk menolong korban pada setiap situasi kecealakaan  yang bernama Traffic Acrt.
c.       Di Indonesia UU kesehatan No.23 tahun 1992.
Undang-undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat.PPNI pada kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan.Tidak adanya Undang-Undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering tejadi dan beberapa perawat lulus pendidikan tinggi merasa prustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.

Pentingnya Undang-undang Praktik Keperawatan
Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan.
1.      Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum (WHO, 2002).
2.      Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 53, menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.Ditambah lagi, pasal 53 bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Disisi lain secara teknis telah berlaku Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.
3.      Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan.Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus professional, sehingga perawat/ners harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperwatan yang bemutu.

Undang-Undang yang Berkaitan dengan Praktik Keperawatan
1.      UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
2.      UU No. 6 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960.UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana.Tenaga sarjana meliputi dokter, doter gigi dan apoteker.Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker.Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidik rendah dapat diberikaqn kewenangan terbats untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
UU ini boleh dikatakan sudah using karena hanya mengklaripikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana).UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya.Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
3.      UU kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang wajib kerja paramedis
Pada pasal 2,ayat (3) dijelasakan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wqajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.Dalam pasal 3 dihelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksut pada pasal 2 memiliki kedudukan sebagain pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya.UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagai mana sisitem rekruitmen calon pesrta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankaqn wajib kerja dll. Yang perlu diperhatikan dalam UU ini,lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek propesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
4.      SK Menkes No. 262/per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan para medis menjadi dua golongan yaitu paramedic keperawatan (termasuk bidan) dan paramedic non keperawata.Dari aspek hukum, sartu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk kategori tenaga keperawatan.
5.      Permenkes. No. 363/ Menkes/ per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan bidan.Bidan seperti halnya dokter, diizinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diizinkan.Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidan dapat menolong persalinan dan pelayanan KB.Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi propesi keperawatan. Kita ketahuai Negara lain perawat diizinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggantikan atau mengisi kekujrangan tenaga dokter untuk mengobati penyakit terutam dipuskesmas- puskesmas tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan dirumah.Bila memang secara resmi tidak diakui, maka seharusnya perawat dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan untuk benar-benar melakuan nursing care.
6.      SK Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/ 1986,tanggal 4 Nopember 1989, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit poin.
Dalam system ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap 2 tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : penyenang kesehatan, yang sudah mencapai golongan II/a, Pengatur Rawat/ Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S I Keperawatan.
System ini menguntungkan perawat karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/ golongan atasannya
7.      UU kesehatan No. 23 tahun 1992
Merupakan UU yang banyak member kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan professional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan, maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.
Beberapa pernyataan UU kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU praktik keperawatan adalah :
a.       Pasal 32 ayat 4
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
b.      Pasal 53 ayat I
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesui dengan profesinya.
c.       Pasal 53 ayat 2
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.

E.       Tanggung Gugat dalam Keperawatan
Barbara kozier (dalam Fundamental of nursing 1983:7, 25)
Acountability : dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekunsinya.

Tanggung Gugat dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekuensinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya.Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya.
Hal ini bisa dijelaskan dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut :
1)     Kepada siapa tanggung gugat itu ditujukan?
Sebagai tenaga perawat kesehatan prawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, sedangkan sebagai pekerja atau karyawan perawat memilki tanggung jawab terhadap direktur, sebagai profesional perawat memilki tanggung gugat terhadap ikatan profesi dan sebagai anggota team kesehatan perawat memiliki tanggung gugat terhadap ketua tim biasanya dokter sebagai contoh:  perawat memberikan injeksi terhadap klien. Injeksi ditentukan berdasarkan advis dan kolaborasi dengan dokter, perawat membuat daftar biaya dari tindakan dan pengobatan yang diberikan yang harus dibayarkan ke pihak rumah sakit.Dalam contoh tersebut perawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, dokter, RS dan profesinya.
2)     Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
Perawat memilki tanggung gugat dari seluruh kegitan professional yang dilakukannya mulai dari mengganti laken, pemberian obat sampai persiapan pulang.Hal ini bisa diobservasi atau diukur kinerjanya.
3)     Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya?
Ikatan perawat, PPNI atau Asosiasi perawat atau Asosiasi Rumah sakit telah menyusunstandar yang memiliki krirteria-kriteria tertentu dengan cara membandingkan apa-apa yang dikerjakan perawat dengan standar yang tercantum. Baik itu dalam input, proses atau outputnya. Misalnya apakah perawat mencuci tangan sesuai standar melalui 5 tahap yaitu mencuci kuku, telapak tangan, punggung tangan, pakai sabun di air mengalir selama 3 kali dan sebagainya.
Tanggung Gugat artinya dapat memberikan alasan atas tindakannya.Seorang perawat bertanggung gugat atas dirinya sendiri, klien, profesi, atasan, dan masyarakat. Jika dosis medekasi salah diberikan, perawat  bertanggung gugat pada klien yang menerima medekasi tersebut, dokter yang memprogramkan tindakan, perwat yang menetapkan standar perilaku yang diharapkan, serta masyarakat, yang semuanya menghendaki perilaku professional. Untuk dapat melakukan tanggung gugat, perawat  harus bertindak menurut kode etik professional. Jika suatu kesalhan terjadi, perawat melaporkannya dan memulai perawatan untuk mencegah trauma lebih lanjut.Tanggung gugat memicu evaluasi efektifitas perawat dalam praktik. Tanggung gugat professional memiliki tujuan sebagai berikut:
1.       Untuk mengevaluasi praktisi professional baru dan mengkaji ulang yang telah ada.
2.       Untuk mempetahankan standar perawatan kesehatan.
3.       Untuk memudahkan refleksi pribadi, pemikiran etis, dan pertumbuhan pribadi pada pihak profesional perawatan kesehatan.
4.       Untuk memberikan dasar pengambilan keputusan etis.
Untuk dapat bertanggung gugat, perawat melakukan praktik dalam kode profesi.Tanggung gugat membutuhkan evaluasi kinerja perwat dalam memberikan perawatan kesehatan.Joint commission on accreditation of healthcare organization (JCAHO) telah merekomendasikan penetapan standar pemberian asuhan keperwatan.Standar tersebut dikembangkn oleh ahli klinis, memberikn struktur dasar di mana asuhan keperawatan secara objektif diukur.Standar tersebut tidak membatasi kebutuhan rencana perawatan individu, bahkan, perawat justru memasukan standar tersebut kedalam rencana perawatan untuk setiap klien.Tanggung gugat dapat dijamin dan diukur dengan lebih baik ketika “kualitas perawatan” telah ditetapkan.Sebagian besar instituisi menyandarkan panduan yang ditawarkan berdasarkan JCAHO dan ANA.

Tanggung Gugat Pada Setiap Tahap Proses Keperawatan
1.      Tahap pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang mempunyai tujuan mengumpulkan data. Perawat bertanggunggugat untuk pengumpulan data/informasi, mendorong partisipasi pasien dan penentuan keabsahan data yang dikumpulkan.Pada saat mengkaji perawat bertanggung gugat untuk kesenjangan-kesenjangan dalam data atau data yang bertentangan, data yang tidak/kurang tepat atau data yang meragukan.
2.      Tahap diagnosa keperawatan
Diagnosa merupakan keputusan profesional perawat menganalisa data dan merumuskan respon pasien terhadap masalah kesehatan baik aktual atau potensial.Perawat bertanggunggugat untuk keputusan yang dibuat tentang masalah-masalah kesehatan pasien seperti pernyataan diagnostik.Masalah kesehatan yang timbul pada pasien apakah diakui oleh pasien atau hanya perawat.Apakah perawat mempertimbangkan nilai-nilai, keyakinan dan kebiasan/kebudayan pasien pada waktu menentukan masalah-masalah kesehatan.Pada waktu membuat keputusan para perawat bertanggung gugat untukmempertimbangkan latar belakang sosial budaya pasien.
3.      Tahap perencanaan
Perencanaan merupakan pedoman perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan, terdiri dari prioritas masalah, tujuan serta rencana kegiatan keperawatan. Tanggung gugat yang tercakup pada tahap perencanaan meliputi: penentuan prioritas, penetapan tujuan dan perencanaan kegiatan-kegiatan keperawatan. Langkah ini semua disatukan kedalam rencana keperawatan tertulis yang tersedia bagi semua perawat yang terlibat dalam asuhan keperawatan pasien.Pada tahap ini perawat juga bertanggunggugat untuk menjamin bahwa prioritas pasien juga dipertimbangkan dalam menetapkan prioritas asuhan.
4.      Tahap implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan dalam bentuk tindakan-tindakan keperawatan.Perawat bertanggung gugat untuk semua tindakan yang dilakukannya dalam memberikan asuhan keperawatan. Tindakan-tindakan tersebut dapat dilakukan secara langsung atau dengan bekerjasama dengan orang lain atau dapat pula didelegasikan kepada orang lain. Meskipun perawat mendelegasikan suatu kegiatan kepada oranglain, perawatt tersebut harus masih tetap bertanggung gugat untuk tindakan yang didelegasikan dan tindakan pendelegasiannya itu sendiri. Perawat harus dapat memberi jawaban nalar tentang mengapa kegiatan tersebut didelegasikan, mengapa orang itu yang dipilih untuk melakukan kegiatan tersebut dan bagaimana tindakan yang didelegasikan itu dilaksanakan.Kegiatan keperawatan harus dicatat setelah dilaksanakan, oleh sebab itu dibuat catatan tertulis.
5.      Tahap evaluasi
Evaluasi merupakan tahap penilaian terhadap hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan, termasuk juga menilai semua tahap proses keperawatan. Perawat bertanggung gugat untuk keberhasilan atau kegagalan tindakan keperawatan.Perawat harus dapat menjelaskan mengapa tujuan pasien tidak tercapai dan tahap mana dari proses keperawatan yang perlu dirubah.

Mempertahankan Akontabilitas Profesional dalam Asuhan Keperawatan
1.      Terhadap Diri Sendiri
a.       Tidak dibenarkan setiap personal melakukan tindakan yang membahayakan keselamatan status kesehatan pasien.
b.      Mengikuti praktek keperawatan berdasarkan standar baru dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi canggih.
c.       Mengembangkan opini berdasarkan data dan fakta.
2.      Terhadap Klien atau Pasien
a.       Memberikan informasi yang akurat berhubungan dengan asuhan keperawatan.
b.      Memberikan asuhan keperawatan berdasarkan standar yang menjamin keselamatan, dan kesehatan pasien.
3.      Terhadap Profesinya
a.       Berusaha mempertahankan, dan memelihara kualitas asuhan keperawatan berdasarkan standar, dan etika profesi.
b.      Mampu dan mau mengingatkan sejawat perawat untuk bertindak profesional, dan sesuai etik moral profesi.
4.      Terhadap Institusi/Organisasi
Mematuhi kebijakan dan peraturan yang berlaku, termasuk pedoman yang disiapkan oleh institusi atau organisasi.
5.      Terhadap Masyarakat
Menjaga etika dan hubungan interpersonal dalam memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas tinggi.

Jenis Atau Macam-Macam Tanggung Gugat Perawat
Istilah tanggung gugat, merupakan istilah yang baru berkembang untuk meminta pertanggung jawaban seseorang karena kelalaiannya menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Di bidang pelayanan kesehatan, persoalan tanggung gugat terjadi sebagai akibat adanya hubungan hukum antara tenaga medis (dokter, bidan, perawat) dengan pengguna jasa (pasien) yang diatur dalam perjanjian.Tanggung Gugat dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekunsinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya.Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya.
Macam-Macam Jenis Tanggung Gugat:
a.        Contractual Liability. 
Tanggung gugat jenis ini muncul karena adanya ingkar janji, yaitu tidak dilaksanakannya sesuatu kewajiban (prestasi) atau tidak dipenuhinya sesuatu hak pihak lain sebagai akibat adanya hubungan kontraktual. Dalam kaitannya dengan hubungan terapetik, kewajiban atau prestasi yang harus dilaksanakan oleh health care provider adalah berupa upaya (effort), bukan hasil (result). Karena itu dokter atau tenaga kesehatan lain  hanya bertanggunggugat atas upaya medik yang tidak memenuhi standar, atau dengan kata lain, upaya medik yang dapat dikatagorikan sebagai civil malpractice
b.        Liability in Tort
Tanggung gugat jenis ini merupakan tanggung gugat yang tidak didasarkan atas adanya contractual obligation, tetapi atas perbuatan melawan hukum . Pengertian melawan hukum tidak hanya terbatas pada perbuatan yang berlawanan dengan hukum, kewajiban hukum diri sendiri atau kewajiban hukum orang lain saja tetapi juga yang berlawanan dengan kesusilaan yang baik & berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad, 31 Januari 1919).
c.        Strict Liability 
Tanggung gugat jenis ini sering disebut tanggung gugat tanpa kesalahan (liability whitout fault) mengingat seseorang harus bertanggung jawab meskipun tidak melakukan kesalahan apa-apa; baik yang bersifat intensional, recklessness ataupun negligence. Tanggung gugat seperti ini biasanya berlaku bagi product sold atau article of commerce, dimana produsen harus membayar ganti rugi atas terjadinya malapetaka akibat produk yang dihasilkannya, kecuali produsen telah memberikan peringatan akan kemungkinan terjadinya risiko tersebut
d.       Vicarious Liability
Tanggung gugat jenis ini timbul akibat kesalahan yang dibuat oleh bawahannya (subordinate).Dalam kaitannya dengan pelayanan medik maka RS (sebagai employer) dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang bekerja dalam kedudukan sebagai sub-ordinate (employee).

F.       Perjanjian/Kontrak dalam Keperawatan
Kontrak mengandung arti ikatan persetujuan atau perjanjian resmi antara dua atau lebih partai untuk mengerjakan sesuatu atau tidak.Dalam konteks hukum, kontrak sering disebut dengan perikatan atau perjanjian. Perikatan artinya mengikat orang yang satu dengan orang lain.
Hukum perikatan di atur dalam UU Hukum Perdata pasal 1239: “semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak mempunyai nama tertentu, tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termasuk dalam bab ini dan bab yang lalu.” Lebih lanjut menurut ketentuan pasal 1234 KUHPdt, setiap perikatan adalah untuk memberikan, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Perjanjian dapat diaktakan sah bila memenuhi syarat sebagai berikut :
a.       Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat janji (Consencius)
b.      Ada kecakapan terhadap pihak-pihak untuk membuat perjanjian (Capacity)
c.       Ada sesuatu hal tertentu (a certain subject matter) dan ada sesuatu sebab yang halal
d.      Kontrak perawat pasien dilakukan sebelum melakukan asuhan keperawatan
e.       Kontrak juga dilakukan sebelum menerima dan diterima di tempat kerja
f.       Kontrak perawat pasien digunakan untuk melindungi hak-hak kedua belah pihak yang bekerjasama
g.      Kontrak juga untuk menggugat pihak yang melanggar kontrak yang di sepakati.


 
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Mengetahui Legislasi Praktik Keperawatan. http://bkulpenprofil.blogspot.com/2013/10/mengetahui-legislasi-praktik-keperawatan.html. Diakses tanggal 16 September 2014.
Dewi, Virgiyati Tungga. 2013. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat.http://virgiyatitd.blogspot.com/2013/04/tanggung-jawab-dan-tanggung-gugat.html. Diakses tanggal 16 September 2014.
Dicky.2013. Pola Hubungan Kerja Perawat dalam Praktik Profesional.http://putrakietha.blogspot.com/2013/11/pola-hubungan-kerja-perawat-dalam.html#ixzz3DUpWd8di. Diakses tanggal 16 September 2014.
Didit, Ditya. 2011. Praktik Keperawatan. http://dityanurse.blogspot.com/2011/04/praktik-keperawatan.html. Diakses tanggal 16 September 2014.
Hazel. 2014. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat.http://yonokomputer.com/2014/03/tanggung-jawab-dan-tanggung-gugat/. Diakses tanggal 16 September 2014.
Kozier, Barbara, dkk. 2010. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.
Krista. 2011. Praktek Keperawatan Profesional. http://ns-krista.blogspot.com/2011/11/praktek-keperawatan-profesional.html. Diakses tanggal 16 September 2014.
Lukman.2011. Prinsip Moral dan Legalisasi.http://lukman-goresanpenakehidupan.blogspot.com/2011/05/prinsip-moral-dan-legalisasi.html. Diakses tanggal 16 September 2014.
Moshii, El. 2013. Makalah Aspek Legal Keperawatan. (http://el-moshii.blogspot.com/2013/11/makalah-aspek-legal-keperawatan.html.Diakses 16 September 2014
Nukienut. 2011. Tanggung Jawab Perawat. http://nutnyildnyild.blogspot.com/2011/05/tanggung-jawab-perawat.html. Diakses tanggal 16 September 2014.
Potter, Patricia A., dan Anne G. Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Prasetyo, Agus. 2013. Aspek Hukum dalam Praktek Keperawatan.http://akpermalahayatimedan.blogspot.com/2013/05/aspek-hukum-dalam-praktek-keperawatan.html. Diakses tanggal 16 September 2014.
Rizka, Aditya. 2012. Aspek Legal Praktik dalam Keperawatan. http://theadityarizka.blogspot.com/2012/11/aspek-legal-praktik-dalam-keperawatan.html. Diakses tanggal 16 September 2014.
Shabrina Azzahra. 2012. Isu Legal Dalam Praktik Keperawatan.http://shabrinaazz.blogspot.com/2012/12/isu-legal-dalam-praktik-keperawatan.html. Diakses tanggal 16 September 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar