Sabtu, 04 Oktober 2014

ASUHAN KEPERAWATAN PATAH TULANG PADA ANGGOTA GERAK TUBUH


A.      PENDAHULUAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di intregritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi faktor lain seperti proses degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008 ). Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan tulang untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen. Selain itu komplikasi awal yang berupa infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera, oleh karena itu radiografi sudah memastikan adanya fraktur maka harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur (Brunner & Sudart, 2002)
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidak nyamanan secara verbal maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan (Engram, 1999).
Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan klien dan keluarga secara biopsikososiospiritual dan kultural. Perawat berperan dalam pemberian asuhan keperawatan pada fraktur diantaranya dengan usaha promotif yaitu memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya menjaga keamanan dan keselamatan diri. Usaha preventif, perawat menjelaskan cara pencegahan infeksi lanjut yang ditimbulkan oleh tindakan pembedahan. Sedangkan upaya kuratif adalah perawat dapat berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat dan pembedahan. Upaya rehabilitatif, perawat menganjurkan kepada pasien untuk sesegera mungin melakukan mobilisasi secara bertahap.
Dari uraian diatas kelompok tertarik untuk menyusun tugas dengan mata kuliah komunitas pantai yang berjudul asuhan keperawatan patah tulang pada anggota gerak tubuh.

1.        Konsep Kunci
a.       Pengertian Fraktur
b.      Anatomi dan Fisiologi Tulang
c.       Klasifikasi Fraktur
d.      Etiologi Fraktur
e.       Patofisiologi Fraktur
f.       Manifestasi Klinis Fraktur
g.      Pemeriksaan Penunjang Pada Fraktur
h.      Komplikasi Fraktur
i.        Stadium Penyembuhan Fraktur
j.        Penatalaksanaan Medis Pada Fraktur
k.      Pengkajian Pada Pasien Fraktur
l.        Diagnosa Keperawatan Pada Pasien Fraktur
m.    Rencana Keperawatan (Intervensi) Pada Pasien Fraktur
n.      Tindakan Keperawatan (Implementasi) Pada Pasien Fraktur
o.      Evaluasi Keperawatan Pada Pasien Fraktur

2.        Petunjuk
a.       Pelajari materi BAB 14 dengan tekun dan disiplin!
b.      Penyajian setiap bab meliputi: judul bab dan konsep-konsep kunci, petunjuk, kerangka isi, tujuan pembelajaran umum, tujuan pembelajaran khusus, paparan materi, tugas dan latihan, rangkuman, dan soal-soal akhir bab yang disertai dengan kunci jawaban.
c.       Dalam uraian materi terdapat test sambil jalan. Test ini dapat mejadi tuntunan pembaca dalam memahami uraian bahan ajar bagian demi bagian.
d.      Kerjakan soal-soal latihan dan soal akhir bab dengan tekun dan disiplin!
e.       Bacalah sumber-sumber yang pendukung untuk memperdalam pengetahuan dan wawasan anda.
f.       Ikuti urutan penyajian setiap bab tahap demi tahap!
g.      Selamat balajar, semoga sukses.

3.        Tujuan Pembelajaraan
a.      Tujuan Pembelajaran Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar fraktur dan mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien fraktur.
b.      Tujuan Pembelajaran Khusus
Mahasiswa mampu memahami:
a.       Menjelaskan pengertian fraktur dengan benar
b.      Menjelaskan anatomi dan fisiologi tulang dengan benar
c.       Menjelaskan klasifikasi fraktur dengan benar
d.      Menjelaskan etiologi fraktur dengan benar
e.       Menjelaskan patofisiologi fraktur dengan benar
f.       Menjelaskan manifestasi klinis fraktur dengan benar
g.      Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada fraktur dengan benar
h.      Menjelaskan komplikasi fraktur dengan benar
i.        Menjelaskan stadium penyembuhan fraktur dengan benar
j.        Menjelaskan penatalaksanaan medis pada fraktur dengan benar
k.      Melakukan pengkajian pada pasien fraktur dengan benar
l.        Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien fraktur dengan benar
m.    Menyusun rencana keperawatan (intervensi) pada pasien fraktur dengan benar
n.      Melakukan tindakan keperawatan (implementasi) pada pasien fraktur dengan benar
o.      Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien fraktur dengan benar



A.      PENYAJIAN MATERI
KONSEP DASAR FRAKTUR
1.      PENGERTIAN FRAKTUR
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Depkes, 1995). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges, 2000).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).

2.      ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum  mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat  yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian.
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan  sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan  osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat  oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras. (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).
Tulang panjang adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiri atas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang  selama masa pertumbuhan. (Black, J.M, et al, 1993)  
Fungsi Tulang:
1)      Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.
2)      Tempat melekatnya otot.
3)      Melindungi organ penting.
4)      Tempat pembuatan sel darah.
5)      Tempat penyimpanan garam mineral.
(Ignatavicius, Donna D, 1993)   

3.      KLASIFIKASI FRAKTUR
1.      Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dan seterusnya).
2.      Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur:
a.       Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang).
b.      Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
1)      Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2)      Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3)      Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3.      Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah:
a.       Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b.      Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c.       Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
4.      Berdasarkan posisi fragmen :
a.       Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b.      Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen.
5.      Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a.       Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1)      Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
2)      Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
3)      Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4)      Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b.      Fraktur Terbuka (Open/Compound),  bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
1)      Grade I: Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm.
2)      Grade II: Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm
3)      Grade III: Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar
6.      Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a.       Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b.      Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c.       Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
d.      Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e.       Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang..
7.      Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a.       Tidak adanya dislokasi.
b.      Adanya dislokasi
1)      At axim: membentuk sudut.
2)      At lotus: fragmen tulang berjauhan.
3)      At longitudinal: berjauhan memanjang.
4)      At lotus cum contractiosnum: berjauhan dan memendek.
8.      Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a.       1/3 proksimal
b.      1/3 medial
c.       1/3 distal
9.      Fraktur Kelelahan: Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
10.  Fraktur Patologis: Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

4.      ETIOLOGI FRAKTUR
1.      Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat rudapaksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2.      Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3.      Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
4.      Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

5.      PATOFISIOLOGI FRAKTUR
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.  (Carpnito, Lynda Juall, 2000).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya  (Black, J.M, et al, 1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1)      Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2)      Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

6.      MANIFESTASI KLINIS FRAKTUR
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1.      Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2.      Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3.      Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4.      Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5.      Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.

7.      PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA FRAKTUR
1.      X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
2.      Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3.      Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4.      CCT kalau banyak kerusakan otot.
5.      Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cedera hati.

8.      KOMPLIKASI FRAKTUR
1.      Komplikasi Awal
a.       Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b.      Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala-gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c.       Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung-gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh-pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d.      Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e.       Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban
f.       Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g.      Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur-fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar
2.      Komplikasi Dalam Waktu Lama
a.       Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b.      Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi,  cacat diisi  oleh  jaringan  fibrosa. Kadang-kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..
c.       Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.

9.      STADIUM PENYEMBUHAN FRAKTUR
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1.      Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali. 
2.      Stadium Dua-Proliferasi Seluler      
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yg menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.  
3.      Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.   
4.      Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan  osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal. 
5.      Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

10.  PENATALAKSANAAN MEDIS PADA FRAKTUR
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1.      Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.
a.       Pembidaian: benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
b.      Pemasangan gips: merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah:
1)      Immobilisasi dan penyangga fraktur
2)      Istirahatkan dan stabilisasi
3)      Koreksi deformitas
4)      Mengurangi aktifitas
5)      Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
1)      Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2)      Gips patah tidak bisa digunakan
3)      Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
4)      Jangan merusak/menekan gips
5)      Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/menggaruk
6)      Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
2.      Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a)      Penarikan (traksi):
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain:
1)      Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency
2)      Traksi mekanik, ada 2 macam :
a.       Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
b.      Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain:
1)      Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2)      Memperbaiki & mencegah deformitas
3)      Immobilisasi
4)      Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5)      Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi:
1)      Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
2)      Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
3)      Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
4)      Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
5)      Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
b)      Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
1)      Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
2)      Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
3)      Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
4)      Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
5)      Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan
c)      Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dápat dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.
d)     Fiksasi Eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk tindakan ini.
3.      Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
4.      Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR
1.      PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
(1)   Pengumpulan Data
(a)     Anamnesa
1)       Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2)      Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a.       Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b.      Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c.       Region: radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d.      Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan  skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e.       Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3)      Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 2006).
4)      Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5)      Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 2006).
6)      Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 2006).
7)      Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a.      Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak (Ignatavicius, Donna D, 2006).
b.      Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c.      Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d.     Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).
e.      Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 2006)..
f.       Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 2006).
g.      Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 2006).
h.      Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 2006).
i.        Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 2006).
j.        Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k.      Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
(b)   Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1)      Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a)      Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
1.      Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
2.      Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
3.      Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
b)     Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1.      Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
2.      Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3.      Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
4.      Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5.      Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
6.      Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
7.      Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8.      Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
9.      Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10.  Paru
1)      Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
2)      Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3)      Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
4)      Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
11.  Jantung
1)      Inspeksi
Tidak tampak iktus cordis.
2)      Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
3)      Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
12.  Abdomen
1)      Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2)      Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
3)      Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4)      Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
13.  Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2)      Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler → 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a)      Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
1.      Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
2.      Café au lait spot (birth mark)
Café au lait adalah penampakan kurang lebih sebesar uang logam. Diameternya bisa sampai 5 centimeter yang di dalamnya berisi bintik-bintik hitam. Café au lait itu bisa berbentuk seperti oval dan di dalamnya berwarna coklat. Ada juga berbentuk daun dan warna coklatnya lebih coklat dari kulit, di dalamnya juga terbentuk bintik-bintik dan warnanya jauh lebih coklat lagi tanda ini biasanya ditemukan di badan, pantat, dan kaki.
3.      Fistulae warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
4.      Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
5.      Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
6.      Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b)     Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah:
(1)   Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time → Normal  ≤ 2 detik
(2)   Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
(3)   Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau  permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c)      Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif (Reksoprodjo, Soelarto, 2006).
(c)    Pemeriksaan Diagnostik
1)      Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (X-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi  kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada X-ray:
a)      Bayangan jaringan lunak.
b)     Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
c)      Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d)     Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
a)      Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b)     Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c)      Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d)     Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
2)      Pemeriksaan Laboratorium
a)      Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b)      Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c)      Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase  (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3)      Pemeriksaan lain-lain
a)      Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b)      Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c)      Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
d)     Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
e)      Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
f)       MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 2006).

2.      DIAGNOSA
Adapun diagnosis keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai berikut:
(1)   Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
(2)   Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan thrombus).
(3)   Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, emboli, perubahan membrane alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti).
(4)   Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
(5)   Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
(6)   Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasive/traksi tulang).
(7)   Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada (Doengoes, 2000).

3.      INTERVENSI
(1)   Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual.
Intervensi Keperawatan
Rasional
1.      Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi.
2.      Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
3.      Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
4.      Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi).
5.      Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)
6.      Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.
7.      Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.


8.      Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verbal, perubahan tanda-tanda vital).
1.      Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.

2.      Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.
3.      Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
4.      Meingkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
5.      Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.
6.      Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri

7.      Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer
8.      Menilai perkembangan masalah klien

(2)   Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan thrombus).
Tujuan: klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria hasil akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif.
Intervensi Keperawatan
Rasional
1.      Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jari/sendi distal cedera.
2.      Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.
3.      Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi adanya sindroma kompartmen.

4.      Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.

5.      Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.
1.      Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.

2.      Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk.
3.      Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.
4.      Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan thrombus vena.
5.      Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan klien.

(3)   Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, emboli, perubahan membrane alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti).
Tujuan: klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal.
Intervensi Keperawatan
Rasional
1.      Instruksikan/bantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif.
2.      Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien.
3.      Kolaborasi pemberian obat antikoagula   n (warvarin, heparin) dan kortikosteroid sesuai indikasi.



4.      Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit.





5.      Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas, perhatikan adanya stridor, penggunaan otot aksesori pernapasan, retraksi sela iga dan sianosis sentral.
    1.  Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.
     2.    Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru.
    3.  Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli. Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegah/mengatasi emboli lemak.
  4. Penurunan PaO2 dan peningkatan PaO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak.
   5. Adanya takipnea, dyspnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal.

(4)   Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
Tujuan: klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.
Intervensi Keperawatan
Rasional
1.      Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
2.      Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.


3.      Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.
4.      Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.
5.      Ubah posisi secara periodic sesuai keadaan klien.

6.      Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.

7.      Berikan diet TKP.




8.      Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.

9.      Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
1.      Memfokuskan perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri, membantu menurunkan isolasi sosial.
2.      Meningkatkan sirkulasi darah musculoskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi
3.      Mempertahankan posisi fungsional ekstremitas.

4.      Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.
5.      Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (decubitus, atelectasis, pneumonia).
6.      Mempertahankan hidrasi adekuat, mencegah komplikasi urinarius dan konstipasi.
7.      Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses pernyembuhan dan mempertahankan fungsi fisiologis tubuh.
8.      Kerjasama dengan fisioterapi perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual.
9.      Menilai perkembangan masalah klien.

4.      IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2001:63).
Pelaksanaan tindakan kepewaratan pada klien fraktur femu dilakukan sesuai dengan perencanaan keperawatan yang telah ditentukan, dengan tujuan unutk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.
Pelaksanaan adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Jenis tindakan:
1)      Mengkaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri.
2)      Membantu dalam rentang gerak klien pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
3)      Memperhatikan dan mengkaji peningkatan nyeri, adanya edema.
4)      Memberikan dorongan bantuan pada aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai kebutuhan.
5)      Mengkaji kulit pada daerah luka, kemerahan dan perubahan warna.
6)      Mengobservasi dan mencatat masukan makanan klien.
7)      Mengkaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.

5.      EVALUASI
Evaluasi adalah intelektual untuk melengkapi proses asuhan keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaanya yang berhasil dicapai. Meskipun evaluasi diletakkan pada akhir asuhan keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap asuhan keperawatan (Nursalam, 2001:71).
Setelah data dikumpulkan tentang status keadaan klien maka perawat memebandingkan data dengan outcomes. Tahap selanjutnya adalah membuat keputusan tentang pencapaian klien outcomes, ada 3 kemungkinan keputusan tahap ini:
1)      Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan
2)      Klien masih dalam catatan hasil yang ditentukan
3)      Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukan (Nursalam, 2001:73).


B.     TUGAS DAN LATIHAN
1.      Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa merupakan pengertian patah tulang menurut…..
a.      Mansjoer
b.      Sjamsuhidajat & Jong
c.       Smeltzer
d.      Bruner & Sudarth
e.       Depkes
2.      Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma yaitu fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan merupakan klasifikasi fraktur tertutup tingkat….
a.       Tingkat 0
b.      Tingkat 1
c.       Tingkat 2
d.      Tingkat 3
e.       Tingkat 4
3.      Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot disebut dengan.....
a.      Kompartement Syndrom
b.      Fat Embolism Syndrom
c.       Avaskuler Nekrosis
d.      Osteomyelitis
e.       Delayed Union
4.      Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma…..
a.       Pembentukan Hematoma
b.      Proliferasi Seluler
c.       Pembentukan Kallus
d.      Konsolidasi
e.       Remodelling
5.      Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah, kecuali…..
a.       Untuk menghilangkan rasa nyeri
b.      Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur
c.       Agar terjadi penyatuan tulang kembali
d.      Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
e.       Untuk memberikan rasa nyaman
6.      Apa yang bukan menjadi perhatiaan kita saat melakukan inspeksi muskuloskeletal pada pasien fraktur……
a.       Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi)
b.      Fistulae warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
c.       Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
d.      Capillary refill time 
e.       Café au lait spot (birth mark)
7.      Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)…..
a.       Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
b.      Pola Hubungan dan Peran
c.       Pola Persepsi dan Konsep Diri
d.      Pola Tata Nilai dan Keyakinan
e.       Pola Penanggulangan Stress
8.      Pemeriksaan diagnostik yang dapat kita lakukan untuk menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa adalah.....
a.       Tomografi
b.      Myelografi
c.       Arthrografi
d.      MRI
e.       Indium Imaging
9.      Diagnosis keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah, kecuali…..
a.       Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b.      Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan thrombus).
c.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, emboli, perubahan membrane alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti).
d.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
e.       Perubahan perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
10.  Rasional yang tepat dari intervensi tinggikan posisi ekstremitas yang terkena (fraktur) adalah…..
a.       Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
b.      Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
c.       Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
d.      Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.
e.       Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.

C.    PENUTUP
1.      RANGKUMAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Dimana fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat, komplit atau ketidakkomplitan fraktur, bentuk dan jumlah garis patah, posisi fragmen, sifat fraktur, bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma, kedudukan tulangnya, posisi frakur, fraktur kelelahan dan fraktur patologis. Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
Komplikasi fraktur dibagi menjadi 2, yaitu komplikasi awal terdiri dari Kerusakan Arteri, Kompartement Syndrom, Fat Embolism Syndrom, Infeksi, Avaskuler Nekrosis, Shock, Osteomyelitis. Dan komplikasi dalam waktu lama terdiri dari Delayed Union (Penyatuan tertunda), Non union (tak menyatu), Malunion. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu Stadium Satu-Pembentukan Hematoma, Stadium Dua-Proliferasi Seluler, Stadium Tiga-Pembentukan Kallus, Stadium Empat-Konsolidasi dan Stadium Lima-Remodelling.
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah untuk menghilangkan rasa nyeri, untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur, agar terjadi penyatuan tulang kembali dan untuk mengembalikan fungsi seperti semula. Adapun diagnosis keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagi berikut: (1) Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, (2) Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan thrombus), (3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, emboli, perubahan membrane alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti), (4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi), (5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup), (6) Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasive/traksi tulang), (7) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada (Doengoes, 2000).

2.      TES AKHIR BAB
Soal
1.      Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa merupakan pengertian patah tulang menurut…..
a.       Mansjoer
b.      Sjamsuhidajat & Jong
c.       Smeltzer
d.      Bruner & Sudarth
e.       Depkes
2.      Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma yaitu fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan merupakan klasifikasi fraktur tertutup tingkat….
a.       Tingkat 0
b.      Tingkat 1
c.       Tingkat 2
d.      Tingkat 3
e.       Tingkat 4
3.      Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot disebut dengan.....
a.       Kompartement Syndrom
b.      Fat Embolism Syndrom
c.       Avaskuler Nekrosis
d.      Osteomyelitis
e.       Delayed Union
4.      Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma…..
a.       Pembentukan Hematoma
b.      Proliferasi Seluler
c.       Pembentukan Kallus
d.      Konsolidasi
e.       Remodelling
5.      Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah, kecuali…..
a.       Untuk menghilangkan rasa nyeri
b.      Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur
c.       Agar terjadi penyatuan tulang kembali
d.      Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
e.       Untuk memberikan rasa nyaman
6.      Apa yang bukan menjadi perhatiaan kita saat melakukan inspeksi muskuloskeletal pada pasien fraktur……
a.       Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi)
b.      Fistulae warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
c.       Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
d.      Capillary refill time 
e.       Café au lait spot (birth mark)
7.      Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)…..
a.       Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
b.      Pola Hubungan dan Peran
c.       Pola Persepsi dan Konsep Diri
d.      Pola Tata Nilai dan Keyakinan
e.       Pola Penanggulangan Stress
8.      Pemeriksaan diagnostik yang dapat kita lakukan untuk menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa adalah.....
a.       Tomografi
b.      Myelografi
c.       Arthrografi
d.      MRI
e.       Indium Imaging
9.      Diagnosis keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah, kecuali…..
a.       Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b.      Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan thrombus).
c.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, emboli, perubahan membrane alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti).
d.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
e.       Perubahan perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
10.  Rasional yang tepat dari intervensi tinggikan posisi ekstremitas yang terkena (fraktur) adalah…..
a.       Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
b.      Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
c.       Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
d.      Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.
e.       Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.

Kunci Jawaban


1.      A
2.      B
3.      A
4.      B
5.      E
6.      D
7.      C
8.      C
9.      E
10.  D



D.    DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.3. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Doengoes, M.E.  2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Muttakin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Volume 1. Edisi 4. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II Edisi 8. Jakarta: EGC
Wahid, Abdul. 2013. Buku Saku Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Trans Info Media



Tidak ada komentar:

Posting Komentar