Sabtu, 27 Desember 2014

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN AKIBAT TRAUMA ( TRAUMA ABDOMEN)



A.    LAPORAN PENDAHULUAN
  1.      Anatomi dan Fisiologi
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah.  Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan kecil.
Batasan – batasan abdomen. Di atas,  diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen.
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam rongga ini.

  2.      Definisi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 2000).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997). Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis.
1)      Trauma penetrasi
a.       Trauma Tembak
b.      Trauma Tumpul
2)      Trauma non-penetrasi
a.       Kompresi
b.      Hancur akibat kecelakaan
c.       Sabuk pengaman
d.      Cedera akselerasi

  3.      Etiologi
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
Menurut sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen adalah, sebagai berikut :
a.       Penyebab trauma penetrasi
·         Luka akibat terkena tembakan
·         Luka akibat tikaman benda tajam
·         Luka akibat tusukan
b.   Penyebab trauma non-penetrasi
·         Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
·         Hancur (tertabrak mobil)
·         Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
·         Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga


  4.      Klasifikasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
a.       Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
b.      Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut  Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
a.       Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
b.      Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
c.       Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi

5.   Pathofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik  dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan  dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan  dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan  yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan  dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
a.       Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
b.      Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
c.       Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
Pohon masalah:


 

6.   Manifestasi klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
a.       Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen
b.      Terjadi perdarahan intra abdominal.
c.       Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
d.      Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
e.       Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
a.       Terdapat luka robekan pada abdomen.
b.      Luka tusuk sampai menembus abdomen.
c.       Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah keadaan.
d.      Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.



Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
a.       Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
b.      Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
c.       Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
d.      Mual dan muntah
e.       Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.

7.   Komplikasi
a.       Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
b.      Lambat : infeksi
c.       Trombosis Vena
d.      Emboli Pulmonar
e.       Stress Ulserasi dan perdarahan
f.       Pneumonia
g.      Tekanan ulserasi
h.      Atelektasis
i.        Sepsis

8.   Penatalaksanaan
a.       Pemeriksaan Diagnostik
1)      Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2)      Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3)      Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4)      Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5)      VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6)      Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
a         Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
·         Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
·         Trauma pada bagian bawah dari dada
·         Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
·         Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
·         Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
·         Patah tulang pelvis
b        Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
·         Hamil
·         Pernah operasi abdominal
·         Operator tidak berpengalaman
·         Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7)      Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
b.      Penatalaksanaan medis
1)      Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2)      Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
3)      Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
4)      Pemberian antibiotic
Mencegah infeksi.
5)      Laparotomi
c.       Penatalaksanaan Keperawatan
1)      Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai   indikasi.
2)      Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ;  gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.
a)      Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
b)      Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
c)      Gunting baju dari luka.
d)     Hitung jumlah luka.
e)      Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
3)      Kaji tanda dan gejala hemoragi.
4)      Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
5)      Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
6)      Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah kekeringan visera.
7)      Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau haluaran urine.
8)      Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.

A.    Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Akibat Trauma Abdomen
1.      Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994).
a.       Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma)
b.      Sirkulasi
Data Obyektif : kecepatan (bradipneu, takhipneu), polana pas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c.   Integritas ego
Data Subyektif  : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif      :  Cemas, Bingung, Depresi.
d.      Eliminasi
Data Subyektif  : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
e.       Makanan dan cairan
Data Subyektif :Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f.       Neurosensori.
Data Subyektif :   Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g.      Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif :  Wajah meringis, gelisah, merintih.
h.      Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
i.        Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :
1)      Trauma Tembus abdomen
a)      Dapatkan riwayat mekanisme cedera, kekuatan tusukan/tembakan, kekuatan tumpul (pukulan).
b)      Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.
c)      Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal, jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
d)     Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
e)      Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
f)       Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.


2)      Trauma tumpul abdomen
Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
·         Metode cedera.
·         Waktu awitan gejala.
·         Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
·         Waktu makan atau minum terakhir.
·         Kecenderungan perdarahan.
·         Penyakit danmedikasi terbaru.
·         Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
·         Alergi.
Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.

2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah :
1)      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
2)      Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
3)      Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.
4)      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
5)      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

3.      Intervensi
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994).
mplementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) meliputi :
                                                       I.            Dx I
Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
a.       Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
b.      Kriteria hasil :
·         Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
·         Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
·         Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
c.       Intervensi:
1)      Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
2)      Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasional : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
3)      Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
4)      Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
5)      Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
6)      Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
7)      Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
                                              II.            Dx II
Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
a.       Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
b.      Kriteria hasil :
·         Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
·         Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
·         Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
c.       Intervensi:
1)      Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
2)      Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional :  mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3)      Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
Rasional : untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4)      Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
Rasional : penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5)      Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
                                                 III.            Dx III
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
a.       Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
b.      Kriteria Hasil :
·         Nyeri berkurang atau hilang
·         Klien tampak tenang.
c.       Intervensi:
1)      Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional : hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
2)      Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
Rasional : tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
3)      Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
Rasional : memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
4)      Observasi tanda-tanda vital.
Rasional :  untuk mengetahui perkembangan klien
5)      Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic
Rasional :  merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
                                                 IV.            Dx IV
Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
a.       Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
b.      Kriteria hasil :
·         Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
·         Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
·         Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
c.       Intervensi :
1)      Rencanakan periode istirahat yang cukup.
Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
2)      Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
3)      Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
4)      Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
                                                    V.            Dx V
Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
a.       Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
b.      Kriteria hasil :
·         Penampilan yang seimbang..
·         Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
·         Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
-           0 = mandiri penuh
-          1  =  memerlukan alat Bantu.
-          2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan   pengajaran.
-          3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
-          4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
c.       Intervensi:
1)      Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Rasional :  mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2)      Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3)      Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional :  menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4)      Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5)      Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional : sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.





DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,             Edisi 6. Jakarta: EGC
Doenges. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan   Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth   Ed.8 Vol.3. : Jakarta: EGC.
Lutfyaini. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Askep Trauma Abdomen.(dalam http://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-dan-askep-trauma.html). Diakses pada tanggal 8 September 2014 Pukul 18.00 Wita.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar