Sabtu, 27 Desember 2014

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CANCER COLORECTAL



A.    PENGERTIAN
Kanker kolorektal adalah kanker yang berasal dalam permukaan usus besar (kolon) atau rektum/rektal, umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas terdapat adenoma atau berbentuk polip.  Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial dari colon (Brooker, 2001 : 72). Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum (Boyle & Langman, 2000 : 805). Kanker kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh pada kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya (Tambayong, 2000 : 143).
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kanker kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (usus besar).
Adenoma atau polip pada kolorektal dapat diangkat dengan mudah hanya saja jarang  menimbulkan gejala apapun, sehingga tidak terdeteksi dalam waktu cukup lama hingga berkembang menjadi kanker kolorektal. Kanker kolorektal adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix. Distribusi kanker pada kolon adalah 20% terdapat di sepanjang kolon asenden, 10% di kolon transversum, 15% di kolon desenden, dan 50 % di rektosigmoideus.
Kanker kolorektal adalah kanker ketiga yang paling sering didiagnosis pada pria dan wanita dan tertinggi kedua penyebab kematian akibat kanker di Amerika Serikat. Namun, bila ditemukan lebih awal, sangat dapat disembuhkan. Jenis kanker ini terjadi ketika sel abnormal tumbuh di lapisan usus besar (kolon) atau dubur.

B.     ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Kanker kolon dapat timbul melalui interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga polip kolon harus dicurigai. Selain itu, radang kronik kolon seperti kolitis ulserosa atau kolitis amuba kronik dapat beresiko tinggi menjadi kanker kolorektal. Faktor risiko lainnya antara lain:
1.      Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif.
2.      Riwayat keluarga.
3.      Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit keturunan dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan polip dalam jumlah sedikit.
4.      Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang jarang ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum.
5.      Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak tinggi dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal  meningkatkan risiko kanker kolorektal.
6.       Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal
7.       Rokok dan alkohol
8.      Riwayat polip atau kanker kolorektal

C.    EPIDEMIOLOGI
Lebih dari dari 95% ca kolorektal adalah adenokarsinoma. Kanker ini berasal dari sel glandula yang terdapat di lapisan dinding kolon dan rektum. ca kolorektal di dunia menempati urutan nomor 3 dalam frekuensinya dan merupakan penyebab kematian nomor 4 dari kematian karena kanker di dunia. WHO mengestimasikan terjadi 945.000 kasus baru setiap tahun dengan 492.000 kematian.
Ca kolorektal ini lebih sering terjadi di negara maju dibandingkan dengan negara  berkembang. Di negara maju merupakan penyebab tersering kedua dari  seluruh tumor dengan insiden pada semua usia adalah 5%, walaupun  sekarang insiden dan mortalitasnya sudah berkurang. Insidensinya relatif tinggi pada negara yang intake daging tinggi seperti Kanada dan Australia sedangkan negara di Mediterania lebih rendah insidensinya karena lebih banyak mengkonsumsi buah, sayuran, dan ikan.
Ca kolorektal menempati urutan ke-5 kanker terbanyak di Amerika Utara bahkan di seluruh dunia menempati urutan ke-6 dari keganasan yang paling dominan di dunia. Berdasarkan survei WHO, di USA, ca kolorektal merupakan penyebab kematian kedua terbesar akibat kanker. Pada tahun 2002 ditemukan 139.534 orang dewasa yang didiagnosa menderita kanker usus besar, sebanyak 56.603 di antaranya meninggal dunia.
Survival di seluruh dunia sangat bervariasi tergantung dari fasilitas dan obat-obatan yang tersedia. Ketahanan hidup sampai 5 tahun (5 years survival rates) di USA lebih dari 60% tetapi kurang dari 40% di negara berkembang.
Begitu juga insiden di negara-negara Asia yang kecenderungannya juga meningkat. Insiden paling tinggi di Jepang dan Korea dibandingkan negara-negara Asia lainnya.


D.    PATOFIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan.
Polip adenoma
¯
Polip maligna
¯
Menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur sekitarnya
¯
Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain.

Penyebaran kanker kolon dapat melalui 3 cara, yaitu penyebaran secara langsung ke organ terdekat, melalui sistem limpatikus dan hematogen, serta melalui implantasi sel ke daerah peritoneal. Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral.
Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites. Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 % terjadi di sigmoid dan kolon desending (Black dan Jacob, 1997). Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih banyak). Tumor bowel maligna menyebar dengan cara:
1.      Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.
2.      Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-paru, ginjal dan tulang.
3.       Tertanam ke rongga abdomen.

E.     MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi  kanker kolon secara umum adalah :
1.    Perdarahan rektum
2.    Perubahan pola BAB
3.     Tenesmus
4.    Obstruksi intestinal
5.    Nyeri abdomen
6.    Kehilangan berat badan
7.    Anorexia
8.     Mual dan muntah
9.     Anemia
10.  Massa palpasi

Manifestasi klinis sesuai dengan bagian kolon yang terkena kaganasan
Colon Kanan
Colon Kiri
Rektal/Rectosigmoid
a.       Nyeri dangkal abdomen.
b.      Anemia
c.       Melena (feses hitam)
d.      Dyspepsia
e.       Nyeri di atas umbilicus
f.       Anorexia, nausea, vomiting
g.      Rasa tidak nyaman diperut kanan bawah
h.      Teraba massa saat palpasi
i.        Penurunan BB
a.       Obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi )
b.      Adanya darah segar dalam feses.
c.       Perdarahan rektal
d.      Perubahan pola BAB
e.       Obstruksi intestine
a.       Evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi.
b.      Konstipasi dan diare bergantian.
c.       Feses berdarah.
d.      Perubahan kebiasaan defekasi.
e.       Perubahan BB
(Smeltzer dan Bare, 2002 dan Black dan Jacob, 1997)



  Kolon kanan
        Kolon kiri
  Rektum
Aspek klinis

Nyeri
 
Defekasi


Obstruksi

Darah pada feses 

Feses

Dispepsi

Memburuknya keadaan umum
Anemia
Kolitis

Karena penyusupan

Diare /diare berkala


Jarang   

Okul

 
Normal/diare

Sering

Hampir selalu

Hampir selalu
Obstruksi

Karena obstruksi

Konstipasi progresif


Hampir selalu

Okul /makroskopik


Normal 

Jarang

Lambat

Lambat
Proktitis

Karena tenesmi

Tenesmi terus-menerus

Tidak/jarang

Makroskopik


Perub bentuk

Jarang

Lambat

Lambat


F.     KLASIFIKASI DAN STADIUM
1.      Duke
a.       Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
b.      Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari dinding  kolon/rektum   (Duke A).
c.       Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B).
d.      Stadium  III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh lainnya (Duke C).
e.       Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).

2.    Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)
Stadium
T
N
M
Duke
0
Tis
N0
M0
-
I
T1
T2
N0
N0
M0
M0
A
II A
II B
T3
T4
N0
N0
M0
M0
B
III A
III B
III C
T1-T2
T3-T4
Any T
N1
N1
N2
M0
M0
M0
C
IV
Any T
Any N
M1
D

Keterangan
T      : Tumor primer
Tx    : Tumor primer tidak  dapat di nilai
T0   : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis  : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria
T1   : Tumor menyebar pada submukosa
T2   : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3   : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke dalam  jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
T4   : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi 
          peritoneum viseral.

N      : Kelenjar getah bening regional/node
Nx    : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0   : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1    : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2    : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening

M     : Metastasis
Mx   : Metastasis tidak dapat di nilai
M0   : Tidak terdapat metastasis
M1   : Terdapat metastasis

3.    Klasifikasi Histologi
a.       Adenocarcinoma (berdifferensiasi baik, sedang, buruk).
b.      Adenocarcinoma musinosum (berlendir)
c.       Signet Ring Cell Carcinoma.
d.      Carcinoma sel skuamosa.
e.        Carsinoma recti

G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Palpasi Abdomen. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba menunjukkan keadaan sudah lanjut. Apabila ada massa, massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain kolon
2.      Fecal occult blood test,  pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop
3.      Colok dubur. Untuk mengetahui letak, luas dan mobilitas tumor.
·      Tonus sfingter ani (keras atau lembek)
·      Mukosa (kasar, kaku, licin atau tidak)
·      Ampula rektum (kolaps, kembung, atau terisi feses)
4.      Tumor dapat teraba atau tidak, mudah berdarah atau tidak, jarak dari garis anorektal sampai tumor, lokasi, pergerakan dari dasar, permukaan, lumen yang dapat ditembus jari, batas atas, dan jaringan sekitarnya
5.      Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah, sebelumnya pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum
6.       Endoskopi (sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan menggunakan teropong, melihat gambaran  rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah abnormal lainnya dalam layar monitor. Sigmoidoskopi atau kolonoskopi adalah test diagnostik utama digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsy jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % dari kanker kolorektal. Pemeriksaan enndoskopi dari kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada klien dengan perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah, ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis
7.      Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop.
8.      Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.
9.      Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
10.  CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Karena test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau test diagnostik dalam pengobatan penyakit. Ini terutama digunakan sebagai prediktor pada prognsis postoperative dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan (Way, 1994).
11.  Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin.
12.  Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi rektum
13.   X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
14.  CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
15.  Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul kembali).
16.  Pemeriksaan DNA Tinja.



H.    PENATALAKSANAAN MEDIS
1.       Medis
a.       Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terapi komponen darah dapat diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang berhubungan. Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi anjuran. Terapi anjuran biasanya diberikan selain pengobatan bedah yang mencakup kemoterapi, terapi radiasi, dan imunoterapi.
b.      Terapi radiasi: sering digunakan sebelum pembedahan untuk menurunkan ukuran tumor dan membuat mudah untuk direseksi. Intervensi lokal pada area tumor setelah pembedahan termasuk implantasi isotop radioaktif ke dalam area tumor. Isotop yang digunakan termasuk radium, sesium, dan kobalt. Iridium digunakan pada rektum.
c.       Kemoterapi: kemoterapi dilakukan untuk menurunkan metastasis dan mengontrol manifestasi yang timbul. Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan (5-flourauracil (5-FU)) untuk membunuh sel-sel kanker. Ia adalah suatu terapi sistemik, yang berarti bahwa pengobatan berjalan melalui seluruh tubuh untuk menghancurkan sel-sel kaker. Setelah operasi kanker usus besar, beberapa pasien mungkin mengandung microscopic metastasis (foci yang kecil dari sel-sel kanker yang tidak dapat dideteksi). Kemoterapi diberikan segera setelah operasi untuk menghancurkan sel-sel mikroskopik (adjuvant chemotherapy).

2.      Bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebayakan kanker kolorektal. Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan, sebagai berikut:
a.       Pada tumor sekum dan kolon asenden
Dilakukan hemikolektomi kanan, lalu anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi, yang terdiri dari reseksi bagian kolon yang diperdarahi oleh arteri iliokolika, arteri kolika kanan, arteri kolika media termasuk kelenjar limfe dipangkal arteri mesentrika superior.
b.       Pada tumor transversum
Dilakukan reseksi kolon transversum (transvesektomi) kemudian dilakukan anastomosis ujung ke ujung. Kedua fleksura hepatika dan mesentrium daerah arteria kolika media termasuk kelenjar limfe.
c.       Pada Ca Colon desenden dan fleksura lienalis
Dilakukan hemikolektomi kiri yang meliputi daerah arteri kolika kiri dengan kelenjar limfe sampai dengan di pangkal arteri mesentrika inferior.
d.      Tumor rectum
Pada tumor rectum 1/3 proximal dilakukan reseksi anterior tinggi (12-18 cm dari garis anokutan) dengan atau tanpa stapler. Pada tumor rectum 1/3 tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan spingter anus, sedangkan pada tumor 1/3 distal dilakukan reseksi bagian distal sigmoid, rektosigmoid, rektum melalui abdominal perineal (Abdomino Perineal Resection/APR), kemudian dibuat end colostomy. Reseksi abdoperineal dengan kel. retroperitoneal menurut geenu-mies. Alat stapler untuk membuat anastomisis di dalam panggul antara ujung rektum yang pendek dan kolon dengan mempertahankan anus dan untuk menghindari anus pneternaturalis. Reseksi anterior rendah (Low Anterior Resection/LAR) pada rektum dilakukan melalui laparatomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomisis kolorektal/koloanal rendah.


I.       PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.      Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama , umur , jenis kelamin , alamat rumah, agama , suku , bangsa , status perkawinan , pendidikan , nomer registrasi , pekerjaan pasien dan nama orang tua / istri/ suami .
2.      Riwayat Kesehatan
Riwayat Ca pada klien diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis kelamin,sejarah diet dan keadaan dari letak geografi diet. Sebagian besar resiko yang menjadi pertanyaan perawat :
a.       Sejarah dari keluarga terhadap Ca colorektal
b.      Radang usus besar
c.       Penyakit Crohn’s
d.      Familial poliposis
e.       Adenoma
Perawat bertanya tentang perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare dengan atau tanpa darah pada feces klien mungkin merasa perutnya terasa penuh ,nyeri atau berat badan turun tetapi biasanya hal tersebut terlambat ditemukan .
3.      Pemeriksaan Fisik.
Tanda-tanda Ca Colorektal tergantung pada letak tumor.Tanda-tanda yang biasanya terjadi adalah  :
a.       Perdarahan pada rektal
b.      Anemia
c.       Perubahan feces
Kemungkinan darah ditunjukan sangat kecil atau lebih hidup seperti mahoni atau bright-red stooks.Darah kotor biasanya tidak ditemukan tumor pada sebelah kanan kolon tetapi biasanya (  tetapi bisa tidak banyak ) tumor disebelah kiri kolon dan rektum.
Hal pertama yang ditunjukkan oleh Ca Colorectal adalah :
a.       Teraba massa
b.      Pembuntuan kolon sebagian atau seluruhnya
c.       Perforasi pada karakteristik kolon dengan distensi abdominal dan nyeri
Ini ditemukan pada indikasi penyakit Cachexia.

4.      Pemeriksaan Psikososial.
Orang-orang sering terlambat untuk mencoba perawatan kesehatan karena khawatir dengan diagnosa  kanker. Kanker biasanya berhubungan dengan kematian dan kesakitan. Banyak orang tidak sadar dengan kemajuan pengobatan dan peningkatan angka kelangsungan hidup. Deteksi dini adalah cara untuk mengontrol Ca colorectal dan keterlambatan dalam mencoba perawatan kesehatan dapat mengurangi kesempatan untuk bertahan hidup dan menguatkan kekhawatiran klien dan keluarga klien.
Orang-oarang yang hidup dalam gaya hidup sehat dan mengikuti oedoman kesehatan mungkin merasa takut bila melihat pengobatan klinik, klien ini mungkin merasa kehilangan kontrol, tidak berdaya dan shock. Proses diagnosa secara umum meluas dan dapat menyebabkan kebosanan dan menumbuhkan kegelisahan pada pasien dan keluarga pasien. Perawat membolehkan klien untuk bertanya dan mengungkapkan perasaanya selama proses ini.

5.      Pemeriksaan Laboratorium
Nilai hemaglobin dan Hematocrit biasanya turun dengan indikasi anemia. Hasil tes Gualac positif untuk accult blood pada feces memperkuat perdarahan pada GI Tract. Pasien harus menghindari daging, makanan yang mengandung peroksidase ( Tanaman lobak dan Gula bit ) aspirin dan vitamin C untuk 48 jam sebelum diberikan feces spesimen. Perawat dapat menilai apakah klien pada menggumakan obat Non steroidal anti peradangan ( ibu profen ) Kortikosteroid atau salicylates. Kemudian perawat dapat konsul ke tim medis tentang gambaran pengobatan lain.
Makanan-makanan dan obat-obatan tersebut menyebabkan perdarahan. Bila sebenarnya tidak ada perdarahan dan petunjuk untuk kesalahan hasil yang positif. Dua contoh sampel feses yang terpisah dites selama 3 hari berturut-turut, hasil yang negatif sama sekali tidak menyampingkan kemungkinan terhadap Ca colorektal. Carsinoma embrionik antigen (CEA) mungkin dihubungkan dengan Ca colorektal, bagaimanapun ini juga tidak spesifik dengan penyakit dan mungkin berhubungan dengan jinak atau ganasnya penyakit. CEA sering menggunakan monitor untuk pengobatan yang efektif dan mengidentifikasi kekambuhan penyakit

6.      Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah metastasis.

7.      Pemeriksaan Diagnosa lainnya.
Tim medis biasanya melakukan sigmoidoscopy dan colonoscopy untuk mengidentifikasi tumor. Biopsi massa dapat juga dilakukan dalam prosedur tersebut.



J.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Diagnosa Keperawatan Utama
Pasien dengan tipe Ca colorektal mempunyai diagnosa keperawatan seperti dibawah ini:
a.       Resiko tinggi terhadap luka s.d efek dari tumor dan kemungkinan metastase.
b.      Ketidakefektifan koping individu s.d  gangguan konsep diri.

2.      Diagnosa Keperawatan Tambahan
a.       Nyeri b.d obstruksi tumor pada usus besar dengan kemungkinan menekan organ yang lainnya.
b.      Gangguan pemeliharaan kesehatan b.d kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, program diagnosa dan rencana pengobatan.
c.       Ketidakefektifan koping keluarga : Kompromi b.d gangguan pada peran, perubahan gaya hidup dan ketakutan pasien terhadap kematian.
d.      Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh b.d program diagnosa.
e.       Ketakutan proses penyakit
f.       Ketidakberdayaan b.d penyakit yang mengancam kehidupan dan pengobatannya.
g.      Gangguan pola sexual b.d gangguan konsep diri.

K.    INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terhadap luka s.d efek dari tumor dan kemungkinan metastase.
Tujuan untuk klien adalah :
a.       Pengalaman pengobatan atau memperpanjang kelangsungan hidup.
b.      Pengalaman untuk meningkatkan kualitas hidup.
c.       Tidak ada pengalaman tentang komplikasi kanker termasuk metastase.
Intervensi :
a.       Pembedahan biasanya pengobatan untuk tumor di kolon atau rektal.Tetapi radiasi dan kemoterapi mungkin juga digunakan untuk membantu pembedahan, untuk mengontrol dan mencegah kekambuhan kanker.
b.      Terapi radiasi
Persiapan penggunaan radiasi dapat diberikan pada pasien yang menderita Ca kolorektal yang besar, walaupun ini tidak dilaksanakan secara rutin. Terapi ini dapat menyebabkan kesempatan yang lebih banyak dari tumor tertentu, yang mana terjadi fasilitas reseksi tumor selama pembedahan. Radiasi dapat digunakan post operatif sampai batas penyebaran metastase. Sebagai ukuran nyeri, terapi radiasi menurunkan nyeri, perdarahan ,obstruksi usus besar atau metastase ke paru-paru dalam perkembangan penyakit. Perawat menerangkan prosedur terapi radiasi pada klien dan keluarga dan memperlihatkan efek samping (contohnya diare dan kelelahan). Perawat melaksanakan tindakan untuk menurunkan efek samping dari terapi .
c.       Kemoterapi
Obat non sitotoksik memajukan pengobatan terhadap Ca kolorektal kecuali batas tumor pada anal kanal. Bagaimanapun juga 5 fluorouracil (5-FU,Adrucil) dan levamisole (ergamisol) telah direkomendasikan terhadap standar terapi untuk  stadium khusus pada penyakit (contoh stadium III) untuk mempertahankan hidup. Kemoterapi juga digunakan sesudah pembedahan untuk mengontrol gejala-gejala metastase dan mengurangi penyebaran metastase. Kemoterapi intrahepatik arterial sering digunakan 5 FU yang digunakan pada klien dengan metastasis liver.



DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
            perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (Edisi III).   Jakarta: EGC.

Hafira.2012.Laporan Pendahuluan Ca Kolorektal (http://manshabarazhafira-iriantie.blogspot.com/2012/05/laporan-pendahuluan-ca-kolorektal.html, diakses tanggal 9 september 2014).

Holdstock,H. Ahli bahasa : Petrus Andrianto. 1991. Atlas Bantu Gastroenterologi dan Penyakit Hati. Jakarta : Hipokrates

Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta:Gosyen Publishing

Smeltzer and Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi VIII). akarta: EGC.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarrth Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC.

            Soeparman. 1994. Ilmu penyakit dalam (Jilid I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

1 komentar:

  1. terimakasih buat artikelnya.. informasi yang sangat bermanfaat..

    http://tokoonlineobat.com/obat-penyakit-kanker-hati-alami/

    BalasHapus