A.
DEFINISI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis
atau emosional (Dorland, 2002).Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya
atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker,
2001).Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang
dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi
pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001).
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang
dapat menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks,
hematothoraks,hematopneumothoraks.Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada
thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. Di
dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu
paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai
alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ
tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.
Trauma toraks dapat
dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus atau tumpul.
B. ETIOLOGI
1. Tamponade
jantung
Disebabkan
luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
2. Hematotoraks
Disebabkan
luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3. Pneumothoraks
Spontan
(bula yang pecah) , trauma (penyedotan luka rongga dada), iatrogenik (“pleural
tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif).
C. KLASIFIKASI
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua
kelompok besar, yaitu trauma tembus dan tumpul
1. Trauma
tembus (tajam).
a. Terjadi
diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma
b. Terutama
akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
c. Sekitar
10-30% memerlukan operasi torakotomi
2. Trauma
tumpul
a. Tidak
terjadi diskontinuitas dinding toraks.
b. Terutama
akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.
c. Kelainan
tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
d. Sekitar
<10% yang memerlukan operasi torakotomi
D. MEKANISME
TRAUMA DADA
1. Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat
langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan
percepatan (akselerasi) sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi
juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma
tersebut.
Pada luka tembak perlu diperhatikan
jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi
seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan
mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar
lubang masuk peluru.
2. Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme
deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan
tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma,
organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera,
dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding
toraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ
tersebut.
3. Torsio
dan rotasi
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi
umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian
strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus
utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba,
organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi
sebagai titik tumpu atau porosnya.
Blast
injury
a. Kerusakan
jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan penyebab
trauma. Seperti pada ledakan bom.
b. Gaya
merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.
E. FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI TRAUMA DADA
1. Sifat
jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh bukan merupakan
mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat menentukan pada akibat yang diterima
tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga pada bayi menunjukkan trauma
yang relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau
tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau
orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.
2. Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat
menentukan jenis organ yang menderita kerusakan, terutama pada trauma tembus.
Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.
3. Arah
trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma
dalam tubuh juga sangat mentukan dalam memperkirakan kerusakan organ atau
jaringan yang terjadi.
Perlu diingat adanya efek
"ricochet" atau pantulan dari penyebab trauma pada tubuh manusia.
Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki
arah (lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga kerusakan atau
organ apa yang terkena sulit diperkirakan.
F. FAKTOR
PENCETUS
Beberapa faktor pencetus yang dapat menimbulkan trauma
dada antara lain:
1. Kontusio
paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
2. Pneumothorak
terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
3. Fraktu
tulang iga
4. Tindakan
medis (operasi)
5. Pukulan
daerah torak.
6. Tension
pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik
yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran
balutan.
G. EPIDEMIOLOGI
Trauma
dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian yang berhubungan dengan trauma
di Amerika serikat dan sangat berkaitan dengan 50% kematian yang berhubungan
dengan trauma yang mencakup cedera sistem multipel. Trauma dada
diklasifikasikan dengan tumpul atau tembus (penetrasi). Meski trauma tumpul
dada adalah lebih umum, pada trauma ini sering timbul kesulitan dalam
mengidentifikasi keluasan kerusakan karena gejala-gejala mungkin umum dan
rancu. Pasien mungkin tidak segera mencari bantuan medis, yang selanjutnya
dapat mempersulit masalah. Kecelakaan tabrakan mobil, terjatuh dari sepeda
motor adalah mekanisme yang paling umum dari tauma dada. Mekanisme yang paling
umum untuk trauma tembus dada termasuk luka tembak dan luka tusuk.
Cedera pada dada sering mengancam
jiwa dan mengakibatkan satu atau lebih mekanisme patologi berikut :
a. Hipoksemia
akibat gangguan jalan napas, cidera pada parenkim paru, sangkar iga, dan otot
pernapasan, kolaps paru, dan pneumotoraks.
b. Hipovolemia
akibat kehilangan cairan aktif dari pembuluh besar, ruptur jantung atau
hemotoraks.
c. Gagal
jantung akibat temponade jantung, kontusio jantung, atau tekanan intratoraks
yang meningkat.
Mekanisme ini sering kali
mengakibatkan kerusakan ventilasi dan perfusi yang mengarah pada gagal nafas
akut, syok hipovolemia, dan kematian.
H. GEJALA
KLINIS
1. Tamponade
jantung :
a. Trauma
tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat,
keringat dingin.
d. Peninggian
TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak
jantung melebar.
f. Jantung
melemah.
g. Bunyi
h. Pulse
pressure.
i.
Terdapat tanda-tanda
paradoxical
j.
ECG terdapat low
voltage seluruh lead.
k. Perikardiosentesis
keluar darah (FKUI, 1995).
2. Hematotoraks
:
a. Pada
WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
b. Gangguan
pernapasan.
3. Pneumothoraks
a. Nyeri
dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal
pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps
sirkulasi.
d. Dada
atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar
jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e. Pada
auskultasi terdengar bunyi klik.
f. Jarang
terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta
yang ruptur.
g. Luka
tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka
intra-abdominal.
I. PATOFISIOLOGI
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman
kehidupan. Luka pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung
untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen
darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan
dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan
oleh trauma thorax. Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan
oksigen kejaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary
ventilation( contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus ) dan perubahan dalam tekanan
intra tthorax ( contoh : tension pneumothorax, pneumothorax terbuka ).
Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan
tekanan intra thorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan
oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
Fraktur iga, merupakan komponen dari dinding thorax yang
paling sering mengalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada
pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan
menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan
sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara
bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru. Pneumotoraks diakibatkan
masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal.
Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan
pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pneumotoraks
akibat trauma tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh
paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan
permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura
akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi perfusi terjadi karena darah menuju
paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi.
Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan
pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan
diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube
pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila
pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung
resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau
tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan
kembali paru-paru.
Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak
boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada
penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang
tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube Hemothorax. Penyebab utama
dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau
trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan
terjadinya hemotoraks.
J.
PATHWAY
K. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Radiologi
: foto thorax (AP).
2. Gas
darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis
: menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin
: mungkin menurun.
5. Pa
Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa
O2 normal / menurun.
7. Saturasi
O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis
: menyatakan darah
9. Diagnosis
fisik :
a) Bila
pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi.
b) Bila
pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura
dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
c) Pada
keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan
thorakotomi.
d) Pada
hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc
segera thorakotomi.
L. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma thorax, yaitu :
1. Bullow Drainage / WSD
WSD
merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung.
Indikasi:
a.
Pneumothoraks
b.
Hemothoraks
c.
Thorakotomy
d.
Efusi pleura
e.
Emfiema
Pada
trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik
Menentukan perdarahan dari pembuluh
darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau
tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi
Mengeluarkan darah atau udara yang
terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga
“mechanis of breathing” dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive
Mengeluarkan udaran atau darah yang
masuk ke rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” tetap baik.
2. Primary
Survey
Yaitu
dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini dimulai dengan
menggunakan teknik ABC (Airway, breathing, dan circulation).
3. Berusaha
menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan
saluran napas yang paten dengan pemberian oksigen
b. Mengontrol
tekanan darah berdasarkan kondisi pasien
4. Pemasangan
infuse
5. Pemeriksaan
kesadaran
6. Jika
dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung.
7. Dalam
keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti Foto thorak.
Pasien dalam Keadaan Gawat Darurat / Pertolongan
Pertama
Pasien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi
kejadian maupun di unit gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan
sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap darurat dengan memperhatikan
prinsip kegawatdaruratan.Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai
dengan keadaan masing-masing klien secara spesifik. Bantuan oksigenisasi
penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui
dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak sadar maka tindakan
tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan :
a.
Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan
napas. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa
cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik
Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada
mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan
benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka
lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab
sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan
cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver
Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust Manuver).
b.
Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan
dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look,
Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu
waktu. Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang ditemui dari hasil
pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta fasilitas yang sesuai dengan
kondisi klien.
c.
Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung, tekanan
darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi perdarahan. Klien dengan trauma
dada kadang mengalami kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka
tembus akibat trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur
tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai pembuluh darah atau organ
(multiple). Tindakan menghentikan perdarahan diberikan dengan metode yang
sesuai mulai dari penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga
prosedur operatif.Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada
penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan sangat hati-hati
agar tidak menimbulkan atau meminimalisir kompilkasi dari RJP seperti fraktur
tulang kosta dan sebagainya.
d.
Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu
yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien yang mengalami trauma dada.
Adapun tindakan yang biasa diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi,
resusitasi cairan dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium
darah Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat darurat.
Konservatif
a. Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari
pemberian sebelumnya. Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paska
trauma harus tetap diberikan penanganan manajemen nyeri dengan tujuan
menghindari terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat berbahaya pada
penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ jantung.
b. Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka
dan tindakan penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.
c. Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur.
Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka
penderita dapat diberi “broad spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan
dosis 250 mg 4 x sehari.
d. Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika
penderita memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai
dengan kebutuhan dan program pengobatan konservatif.
B. KONSEP
DASAR KEPERAWATAN
I.
Pengkajian
Pengkajian adalah langkah
awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 :
10). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
a.
Aktivitas
/ istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b.
Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
c.
Integritas
ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d.
Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan,
tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang
diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher,bahudanabdomen.Tanda
: berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f.
Pernapasan
: kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ;
pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja
napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada
hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat,
krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan
ventilasi mekanik tekanan positif.
g.
Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
h.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor risiko
keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
Pemeriksaan Fisik
a.
Sistem Pernapasan :
1.
Sesak
napas
2.
Nyeri,
batuk-batuk
3.
Terdapat
retraksi klavikula/dada
4.
Pengambangan
paru tidak simetris
5.
Fremitus
menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
6.
Pada
perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
7.
Pada
asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang
8.
Pekak
dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
9.
Dispnea
dengan aktivitas ataupun istirahat
10.
Gerakan
dada tidak sama waktu bernapas.
b.
Sistem
Kardiovaskuler :
1
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan
batuk
2
Takhikardia,
lemah
3
Pucat, Hb
turun /normal
4
Hipotensi
c.
Sistem
Persyarafan :
1
Tidak ada
kelainan
d.
Sistem
Perkemihan :
1
Tidak ada
kelainan
e.
Sistem
Pencernaan :
1
Tidak ada
kelainan
f.
Sistem
Muskuloskeletal – Integumen
1
Kemampuan
sendi terbatas
2
Ada luka
bekas tusukan benda tajam
3
Terdapat kelemahan
4
Kulit
pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
g.
Sistem
Endokrine :
1
Terjadi
peningkatan metabolisme
2
Kelemahan.
h.
Sistem
Sosial / Interaksi
1
Tidak ada
hambatan.
i.
Spiritual
:
1
Ansietas,
gelisah, bingung, pingsan
II.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan merupakan
suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan
membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi
atau dikurangi. Adapun masalah
keperawatan yang ditemukan :
1. Nyeri
berhubungan dengan adanya trauma.
2. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri.
3. Resiko
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
masukan.
4. Resiko
tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya
masukan makanan dan cairan.
5. Ansietas
atau ketakutan berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.
6. Pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpirasi paru.
III.
Rencana
Keperawatan
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Nyeri berhubungan dengan adanya
trauma.
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan nyeri pasien berkurang dengan
kriteria hasil :
1. Skala (0-2)
2. Wajah klien tampak rileks
3.TTV dalam batas normal
|
1).
Beri posisi yang nyaman dan menyenangkan pasien
2).
Kaji adanya penyebab nyeri, seberapa kuatnya nyeri, minta pasien untuk
menetapkan pada skala nyeri
3).
Observasi tanda-tanda vital
4).
Anjurkan istirahat yang cukup
5).
Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgesik
:
|
1). Untuk
menurunkan ketegangan otot
2).
Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk
perbandingan evaluasi terhadap therapy.
3). Untuk
mengidentifikasi adanya nyeri.
4). Untuk
mengurangi energi yang berlebihan.
5). Untuk
meningkatkan efektivitas pengobatan
|
2
|
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan adanya nyeri.
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan intoleransi akvitas dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Klien menunjukan usaha untuk
melakukan perawatan diri secara bertahap.
2. Klien mampu melakukan perawatan diri secara
bertahap.
3. Klien dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya secara mandiri.
4. Klien tidak lemah lagi.
|
1). Bantu
klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang tidak mampu dilakukan
sendiri. Misalnya Mandi, berpakaian, merapikan diri.
2). Kaji
adanya penyebab nyeri, seberapa kuatnya nyeri, minta pasien untuk menetapkan
pada skala nyeri
3). Pasang
pagar/pengaman tempat tidur.
4).
Anjurkan Pasien untuk istirahat yang cukup.
5).
Anjurkan pasien untuk untuk menggunakan teknik relaksasi.
6).
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin neurobion 1 amp/hari
|
1). Kebutuhan nutrisi terpenuhi
seperti pada saat sebelum trauma.
2).
Membantu menentukan pilihan intervensi dan
memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap therapy.
3).
Mencegah risiko cedera
4).
Mengurangi penggunaan energi berlebihan dan metabolisme tubuh, sehingga dapat
menambah kelemahan.
5).
Mengurangi ketegangan otot/kelelahan, dapat membantu
mengurangi nyeri, spasme otot, spastisitas/kejang
6). Untuk
meningkatkan efektivitas pengobatan.
|
3
|
Resiko perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan.
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
dengan kriteria hasil :
1. Klien mengatakan sudah ada nafsu makan, turgor kulit
elastis
2. Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan, mukosa
mulut lembab, kelopak mata merah
|
1).
Anjurkan klien makan porsi kecil tapi sering
2). Kaji
tanda-tanda kurang nutrisi (turgor kulit, kelopak mata, mukosa mulut)
3). Kaji
pola makan pasien
4).
Jelaskan pasien tentang pentingnya penemuan nutrisi untuk penyembuhan pasien
5).
Auskultasi bising usus, evaluasi adanya distensi abdomen
6).
Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian nutrisi parentral.
|
1). Untuk
mencegah badan agar tidak lemah
2). Untuk
mengetahui tingkat nutrisi pasien
3). Untuk
mengetahui pola makan pasien
4). Dengan
nutrisi yang cukup, dapat mempercepat penyembuhan pasien.
5).
Perubahan fungsi lambung sering terjadi sebagai akibat dari paralisis atau
mobilisasi
6). Untuk
meringankan penyakit yang diderita pasien.
|
4
|
Resiko tinggi kekurangan volume
cairan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan makanan dan cairan.
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan kebutuhan cairan tubuh pasien
terpenuhi dengan kriteria hasil :
1. Klien mengatakan sudah mampu menghabiskan air minum
1 botol VIT besar.
2. Berat badan pasien delam batas normal.
3.Klien mengatakan mulut saya tidak kering lagi.
4.Turgor kulit pasien elastis, mukasa mulut lembab.
|
1). Kaji
turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
2). Kaji
perubahan TTV, contoh : peningkatan suhu/demam memanjang, takikardi,
hipotensi ortostatik.
3). Catat laporan
mual/muntah
4). Pantau
masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine, hitung keseimbangan cairan
waspadai kehilangan yang tak tampak, ukur berat sesuai indikasi.
5).
Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian cairan infus.
|
1).
Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut
mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen tambahan.
2).
Peningkatan suhu/memanjangnya demam, meningkatkan lajunya metabolisme dan
kehilangan cairan melalui evaporasi, tekanan darah dan ortostatik berubah dan
peningkatan takikardi menunjukan kekurangan cairan sistemik.
3). Adanya
gejala ini menurunkan masukan oral.
4).
Memberikan informasi tentang
keadekuatan volume cairan dan kebutuhan pengganti
5). Untuk
pemenuhan kebutuhan cairan tambahan dan menurunkan risiko dehidrasi.
|
5
|
Ansietas atau ketakutan
berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan pasien tidak mengalami kecemasan,
dengan kriteria hasil :
1. Klien tampak tenang
2. Klien tidak cemas lagi
|
1).
Libatkan dalam program pengembangan pribadi, lebih disukai dalam susunan
kelompok. Berikan informasi tentang penerapan yang tepat dalam berpakaian.
2).
Gunakan pendekatan psikotherapy interpersonal, daripada therapy penafsiran
3). Kaji
perasaan tak berdaya/ tidak ada harapan.
4).
Waspadai ide bunuh diri
5). Dorong
pasien untuk mengekspresikan marah dan mengakui bila dinyatakan.
|
1).
Belajar metode peningkatan diri dapat meningkatkan harga diri. Umpan balik
dari orang lain meningkatkanharga diri.
2).
Interaksi di antara orang-orang membantu pasien untuk menemukan perasaan dari
dalam diri sendiri
3). Kurang
kontrol umum/masalah dasar pasien ini dapat disertai dengan gangguan
emosi lebih serius
4).
Cemas/panik terus menerus tentang peningkatan berat badan. Depresi, perasaan
tak berdaya dapat menimbulkan usaha bunuh diri.
5). Peting
untuk mengetahui bahwa marah adalah bagian diri dan padat diterima.
|
6
|
Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan ekpirasi paru.
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan pola nafas pasien efektif dengan
kriteria hasil :
1. Pasien tidak sesak
2.TTV dalam batas normal
|
1). Awasi
kecepatan/ kedalam pernafasan. Ausklutasi bunyi nafas, selidiki adanya
sianosis.
2).
Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat
3). Observasi TTV
4). Kaji
penumpukan sekret.
5).
Kolaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekret.
|
1).
Pernafasan mengorok atau pengaruh anestesi menurunkan ventilasi. Potensial
atelektasis dapat mengakibatkan hipoksia.
2).
Mendorong pengembangan diafragma/ ekspansi paru optimal dan meminimalkan
tekanan isi abdomen pada rongga torak.
3).
Mengetahui perkembangan klien.
4).
Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.
5).
Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan sekret .
|
IV.
Implementasi
Implementasi dilaksanakan
berdasarkan intervensi atau rencana yang telah direncanakan.
V.
Evaluasi
a. Dx 1 :
1.
Skala nyeri (0-2)
2.
Wajah pasien tampak rileks
3.
TTV dalam batas normal
b. Dx 2 :
1.
Klien menunjukan usaha untuk melakukan perawatan diri
secara bertahap.
2.
Klien mampu melakukan perawatan diri secara bertahap.
3.
Klien dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara
mandiri.
4.
Klien tidak lemah lagi.
c. Dx 3 :
1.
Klien mengatakan sudah ada nafsu makan, turgor kulit
elastis
2.
Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan, mukosa mulut
lembab, kelopak mata merah
d. Dx 4 :
1. Klien mengatakan sudah mampu menghabiskan air
minum 1 botol VIT besar.
2. Berat badan
pasien delam batas normal.
3. Klien
mengatakan mulut saya tidak kering lagi.
4. Turgor kulit
pasien elastis, mukasa mulut lembab.
e. Dx 5 :
1.
Klien tampak tenang
2.
Klien tidak cemas lagi
f. Dx 6 :
1.
Pasien tidak sesak
2.
TTV dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA
E, Marilynn Doenges, Mary Frances Moorhouse and Alice
C. Geissler. 1999. EGC:Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:
EGC.
Idhuu.2014.Laporan
Pendahuluan Trauma Dada.Terdapat: http://www.healthyenthusiast.com/trauma-dada.html.(diakses tanggal 15 September
2014).
Maya.2012.Trauma
Thorax.Terdapat: http://mha-ya2t.blogspot.com/2012/09/trauma-thorax.html(diakses tanggal 15 September
2014).
Price,Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi. Jakarta :EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 .
Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar