Jumat, 07 November 2014

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA DADA



A.    DEFINISI
            Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
            Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks,hematopneumothoraks.Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus atau tumpul.

B.     ETIOLOGI
1.      Tamponade jantung   
Disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
2.      Hematotoraks             
Disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3.      Pneumothoraks          
Spontan (bula yang pecah) , trauma (penyedotan luka rongga dada), iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif).


C.     KLASIFIKASI
            Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus dan tumpul
1.      Trauma tembus (tajam).
a.       Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma
b.      Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
c.       Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
2.      Trauma tumpul
a.       Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
b.      Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.
c.       Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
d.      Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi

D.    MEKANISME TRAUMA DADA
1.      Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi) sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma tersebut.
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.
2.      Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding toraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.


3.      Torsio dan rotasi
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau porosnya.
Blast injury
a.       Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.
b.      Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.

E.     FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TRAUMA DADA
1.      Sifat jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga pada bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.
2.      Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.
3.      Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.
Perlu diingat adanya efek "ricochet" atau pantulan dari penyebab trauma pada tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit diperkirakan.
  
F.      FAKTOR PENCETUS
            Beberapa faktor pencetus yang dapat menimbulkan trauma dada antara lain:
1.      Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
2.      Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
3.      Fraktu tulang iga
4.      Tindakan medis (operasi)
5.      Pukulan daerah torak.
6.      Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.

G.    EPIDEMIOLOGI
Trauma dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian yang berhubungan dengan trauma di Amerika serikat dan sangat berkaitan dengan 50% kematian yang berhubungan dengan trauma yang mencakup cedera sistem multipel. Trauma dada diklasifikasikan dengan tumpul atau tembus (penetrasi). Meski trauma tumpul dada adalah lebih umum, pada trauma ini sering timbul kesulitan dalam mengidentifikasi keluasan kerusakan karena gejala-gejala mungkin umum dan rancu. Pasien mungkin tidak segera mencari bantuan medis, yang selanjutnya dapat mempersulit masalah. Kecelakaan tabrakan mobil, terjatuh dari sepeda motor adalah mekanisme yang paling umum dari tauma dada. Mekanisme yang paling umum untuk trauma tembus dada termasuk luka tembak dan luka tusuk.
            Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan mengakibatkan satu atau lebih mekanisme patologi berikut :
a.       Hipoksemia akibat gangguan jalan napas, cidera pada parenkim paru, sangkar iga, dan otot pernapasan, kolaps paru, dan pneumotoraks.
b.      Hipovolemia akibat kehilangan cairan aktif dari pembuluh besar, ruptur jantung atau hemotoraks.
c.       Gagal jantung akibat temponade jantung, kontusio jantung, atau tekanan intratoraks yang meningkat.
            Mekanisme ini sering kali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan perfusi yang mengarah pada gagal nafas akut, syok hipovolemia, dan kematian.

H.    GEJALA KLINIS
1.      Tamponade jantung :
a.       Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b.      Gelisah.
c.       Pucat, keringat dingin.
d.      Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e.       Pekak jantung melebar.
f.       Jantung melemah.
g.      Bunyi
h.      Pulse pressure.
i.        Terdapat tanda-tanda paradoxical
j.        ECG terdapat low voltage seluruh lead.
k.      Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2.      Hematotoraks :
a.       Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
b.      Gangguan pernapasan.
3.      Pneumothoraks
a.       Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b.      Gagal pernapasan dengan sianosis.
c.       Kolaps sirkulasi.
d.      Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e.       Pada auskultasi terdengar bunyi klik.
f.       Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang ruptur.
g.      Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal.

I.       PATOFISIOLOGI
            Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary ventilation( contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus ) dan perubahan dalam tekanan intra tthorax ( contoh : tension pneumothorax, pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intra thorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
            Fraktur iga, merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru. Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pneumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru.
            Gangguan ventilasi perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru.
            Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.

J.       PATHWAY


K.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Radiologi : foto thorax (AP).
2.      Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3.      Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4.      Hemoglobin : mungkin menurun.
5.      Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6.      Pa O2 normal / menurun.
7.      Saturasi O2 menurun (biasanya).
8.      Toraksentesis : menyatakan darah
9.      Diagnosis fisik :
a)      Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
b)      Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
c)      Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi.
d)     Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

L.     PENATALAKSANAAN
            Penatalaksanaan  yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma thorax, yaitu :
1.      Bullow  Drainage / WSD
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
Indikasi:
a.       Pneumothoraks
b.      Hemothoraks
c.       Thorakotomy
d.      Efusi pleura
e.       Emfiema
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a.       Diagnostik
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b.      Terapi
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” dapat kembali seperti yang seharusnya.

c.       Preventive
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” tetap baik.
2.      Primary Survey
Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini dimulai dengan menggunakan teknik ABC (Airway, breathing, dan circulation).
3.      Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a.       Mempertahankan saluran napas yang paten dengan pemberian oksigen
b.      Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien
4.      Pemasangan infuse
5.      Pemeriksaan kesadaran
6.      Jika dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung.
7.      Dalam keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti Foto thorak.
Pasien dalam Keadaan Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Pasien  yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap darurat dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan masing-masing klien secara spesifik. Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan :
a.      Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan napas. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust Manuver).
b.      Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu. Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
c.       Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi perdarahan. Klien dengan trauma dada kadang mengalami kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai pembuluh darah atau organ (multiple). Tindakan menghentikan perdarahan diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.
d.      Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat darurat.
Konservatif
a.       Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari pemberian sebelumnya. Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ jantung.
b.      Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka dan tindakan penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.
c.       Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
d.       Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program pengobatan konservatif.
 B.       KONSEP DASAR KEPERAWATAN
       I.            Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
a.       Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b.      Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
c.       Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d.       Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e.       Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan   nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher,bahudanabdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f.       Pernapasan : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
g.      Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
h.      Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.

Pemeriksaan Fisik
a.        Sistem Pernapasan :
1.      Sesak napas
2.      Nyeri, batuk-batuk
3.      Terdapat retraksi klavikula/dada
4.      Pengambangan paru tidak simetris
5.      Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
6.      Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
7.      Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang
8.      Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
9.      Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
10.  Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b.      Sistem Kardiovaskuler :
1         Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
2        Takhikardia, lemah
3        Pucat, Hb turun /normal
4        Hipotensi
c.       Sistem Persyarafan :
1        Tidak ada kelainan
d.      Sistem Perkemihan :
1        Tidak ada kelainan
e.       Sistem Pencernaan :
1        Tidak ada kelainan
f.       Sistem Muskuloskeletal – Integumen
1        Kemampuan sendi terbatas
2        Ada luka bekas tusukan benda tajam
3        Terdapat kelemahan
4        Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
g.      Sistem Endokrine :
1        Terjadi peningkatan metabolisme
2        Kelemahan.
h.      Sistem Sosial / Interaksi
1        Tidak ada hambatan.
i.        Spiritual :
1        Ansietas, gelisah, bingung, pingsan

    II.            Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi. Adapun masalah keperawatan yang ditemukan :
1.      Nyeri berhubungan dengan adanya trauma.
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri.
3.      Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan.
4.      Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan makanan dan cairan.
5.      Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.
6.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpirasi paru.

 III.            Rencana Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Nyeri berhubungan dengan adanya trauma.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil :
1. Skala (0-2)
2. Wajah klien tampak rileks
3.TTV dalam batas normal

1).  Beri posisi yang nyaman dan menyenangkan pasien
2). Kaji adanya penyebab nyeri, seberapa kuatnya nyeri, minta pasien untuk menetapkan pada skala nyeri
3). Observasi tanda-tanda vital

4). Anjurkan istirahat yang cukup

5). Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgesik :
1). Untuk menurunkan ketegangan otot
2). Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan evaluasi terhadap therapy.
3). Untuk mengidentifikasi adanya nyeri.
4). Untuk mengurangi energi yang berlebihan.
5). Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan
2
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan intoleransi akvitas dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1. Klien menunjukan usaha untuk melakukan perawatan diri secara bertahap.
2.  Klien mampu melakukan perawatan diri secara bertahap.
3. Klien dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri.
4. Klien tidak lemah lagi.

1). Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang tidak mampu dilakukan sendiri. Misalnya Mandi, berpakaian, merapikan diri.
2). Kaji adanya penyebab nyeri, seberapa kuatnya nyeri, minta pasien untuk menetapkan pada skala nyeri

3). Pasang pagar/pengaman tempat tidur.
4). Anjurkan Pasien untuk istirahat yang cukup.


5). Anjurkan pasien untuk untuk menggunakan teknik relaksasi.


6). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin neurobion 1 amp/hari
1). Kebutuhan nutrisi terpenuhi seperti pada saat sebelum trauma.



2). Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap therapy.

3). Mencegah risiko cedera
4). Mengurangi penggunaan energi berlebihan dan metabolisme tubuh, sehingga dapat menambah kelemahan.
5). Mengurangi ketegangan otot/kelelahan, dapat membantu mengurangi nyeri, spasme otot, spastisitas/kejang
6). Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan.
3
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
1. Klien mengatakan sudah ada nafsu makan, turgor kulit elastis
2. Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan, mukosa mulut lembab, kelopak mata merah

1). Anjurkan klien makan porsi kecil tapi sering
2). Kaji tanda-tanda kurang nutrisi (turgor kulit, kelopak mata, mukosa mulut)
3). Kaji pola makan pasien

4). Jelaskan pasien tentang pentingnya penemuan nutrisi untuk penyembuhan pasien
5). Auskultasi bising usus, evaluasi adanya distensi abdomen


6). Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian nutrisi parentral.
1). Untuk mencegah badan agar tidak lemah
2). Untuk mengetahui tingkat nutrisi pasien

3). Untuk mengetahui pola makan pasien
4). Dengan nutrisi yang cukup, dapat mempercepat penyembuhan pasien.

5). Perubahan fungsi lambung sering terjadi sebagai akibat dari paralisis atau mobilisasi

6). Untuk meringankan penyakit yang diderita pasien.
4
Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan makanan dan cairan.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan kebutuhan cairan tubuh pasien terpenuhi dengan kriteria hasil :
1. Klien mengatakan sudah mampu menghabiskan air minum 1 botol VIT besar.
2. Berat badan pasien delam batas normal.
3.Klien mengatakan mulut saya tidak kering lagi.
4.Turgor kulit pasien elastis, mukasa mulut lembab.
1). Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).




2). Kaji perubahan TTV, contoh : peningkatan suhu/demam memanjang, takikardi, hipotensi ortostatik.




3). Catat laporan mual/muntah

4). Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine, hitung keseimbangan cairan waspadai kehilangan yang tak tampak, ukur berat sesuai indikasi.
5). Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian cairan infus.
1). Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen tambahan.
2). Peningkatan suhu/memanjangnya demam, meningkatkan lajunya metabolisme dan kehilangan cairan melalui evaporasi, tekanan darah dan ortostatik berubah dan peningkatan takikardi menunjukan kekurangan cairan sistemik.
3). Adanya gejala ini menurunkan masukan oral.
4). Memberikan  informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan pengganti



5). Untuk pemenuhan kebutuhan cairan tambahan dan menurunkan risiko dehidrasi.
5
Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan pasien tidak mengalami kecemasan, dengan kriteria hasil :
1. Klien tampak tenang
2. Klien tidak cemas lagi
1). Libatkan dalam program pengembangan pribadi, lebih disukai dalam susunan kelompok. Berikan informasi tentang penerapan yang tepat dalam berpakaian.
2). Gunakan pendekatan psikotherapy interpersonal, daripada therapy penafsiran


3). Kaji perasaan tak berdaya/ tidak ada harapan.

4). Waspadai ide bunuh diri





5). Dorong pasien untuk mengekspresikan marah dan mengakui bila dinyatakan.
1). Belajar metode peningkatan diri dapat meningkatkan harga diri. Umpan balik dari orang lain meningkatkanharga diri.


2). Interaksi di antara orang-orang membantu pasien untuk menemukan perasaan dari dalam diri sendiri

3). Kurang kontrol umum/masalah dasar pasien ini dapat disertai dengan gangguan emosi lebih serius
4). Cemas/panik terus menerus tentang peningkatan berat badan. Depresi, perasaan tak berdaya dapat menimbulkan usaha bunuh diri.
5). Peting untuk mengetahui bahwa marah adalah bagian diri dan padat diterima.
6
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpirasi paru.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan pola nafas pasien efektif dengan kriteria hasil :
1. Pasien tidak sesak
2.TTV dalam batas normal
1). Awasi kecepatan/ kedalam pernafasan. Ausklutasi bunyi nafas, selidiki adanya sianosis.


2). Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat



3). Observasi TTV

4). Kaji penumpukan sekret.

5). Kolaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekret.
1). Pernafasan mengorok atau pengaruh anestesi menurunkan ventilasi. Potensial atelektasis dapat mengakibatkan hipoksia.
2). Mendorong pengembangan diafragma/ ekspansi paru optimal dan meminimalkan tekanan isi abdomen pada rongga torak.
3). Mengetahui perkembangan klien.
4). Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.
5). Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan sekret .
 IV.            Implementasi
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi atau rencana yang telah direncanakan.
    V.            Evaluasi
a.       Dx 1 :
1.      Skala  nyeri (0-2)
2.      Wajah pasien tampak rileks
3.      TTV dalam batas normal

b.      Dx 2 :
1.      Klien menunjukan usaha untuk melakukan perawatan diri secara bertahap.
2.      Klien mampu melakukan perawatan diri secara bertahap.
3.      Klien dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri.
4.      Klien tidak lemah lagi.
c.       Dx 3 :
1.      Klien mengatakan sudah ada nafsu makan, turgor kulit elastis
2.      Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan, mukosa mulut lembab, kelopak mata merah

d.      Dx 4 :
1.       Klien mengatakan sudah mampu menghabiskan air minum 1 botol VIT besar.
2.      Berat badan pasien delam batas normal.
3.      Klien mengatakan mulut saya tidak kering lagi.
4.      Turgor kulit pasien elastis, mukasa mulut lembab.
e.       Dx 5 :
1.      Klien tampak tenang
2.      Klien tidak cemas lagi

f.       Dx 6 :
1.      Pasien tidak sesak
2.      TTV dalam batas normal

DAFTAR PUSTAKA
E, Marilynn Doenges, Mary Frances Moorhouse and Alice C. Geissler. 1999. EGC:Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC.
Idhuu.2014.Laporan Pendahuluan Trauma Dada.Terdapat: http://www.healthyenthusiast.com/trauma-dada.html.(diakses tanggal 15 September 2014).
Maya.2012.Trauma Thorax.Terdapat: http://mha-ya2t.blogspot.com/2012/09/trauma-thorax.html(diakses tanggal 15 September 2014).
Price,Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi. Jakarta :EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 .  Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar