A.
DEFINISI
Bronkitis
digambarkan sebagai inflamasi dari pembuluh bronkus Inflamasi menyebabkan
bengkak pada permukaannya, mempersempit pembuluh dan menimbulkan sekresi dari
cairan inflamasi.
Bronchitis
adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal
yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi
elemen-elemen elastis dan otot-otot polos
bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size), sedangkan
bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat memblok aliran udara ke paru-paru
dan dapat merusaknya.
Bronkitis
kronik didefinisikan sebagai adanya batuk
produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun
berturut-turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronkioles mengganggu pernapasan
yang efektif (Perawatan Medikal
Bedah 2, 1998, hal : 490).
Bronkhitis kronis adalah penyakit atau gangguan
pernapasan paru obstruktif yang ditandai dengan produksi mukus yang berlebih
(sputum mukoid) selama kurang 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun untuk 2
tahun berturut turut. (Elizabeth .J. Corwin)
Bronkhitis kronis adalah gangguan pernapasan atau
inflamasi jalan napas dan peningkatan produksi sputum mukoid menyebabkan
ketidak cocokan ventilasi – perfusi dan penyebab sianosis. (Sylvia .A. Price)
Bronkhitis kronis (BK) secara fisiologis di tandai oleh
hipertrofi dan hipersekresi kelenjar mukosa bronkial, dan perubahan struktural
bronki serta bronkhioles. Bronkhitis Kronik dapat di sebabkan oleh iritan fisik
atau kimiawi (misalnya, asap rokok, polutan udara ) atau di sebabkan infeksi (
bakteri atau virus). Secara harfiah bronchitis dapat digambarkan sebagai
penyakit gangguan respiratorik dengan gejala utama adalah batuk. Ini berarti
bronchitis bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi juga penyakit
lain dengan bronchus sebagai pemegang peranan (Perawatan Anak Sakit, EGC, 1995)
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada
bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama), merupakan keadaan yang
berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan sehingga cukup
untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun
untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.
Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis,
yakni:
1.
Bronkitis
kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan
keluhan lain yang ringan.
2.
Bronkitis
kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan batuk
berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3.
Bronkitis
kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with obstruction
), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat dan
suara mengi.
B.
ETIOLOGI
Ada
3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan
polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status
sosial.
1. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
2. Infeksi
Eksaserbasi
bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus
yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling
banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
3. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
4.
Keturunan
Belum diketahui secara jelas
apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi
alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini
diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan,
termasuk jaringan paru.
5.
Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata
lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor
lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek
C.
EPIDEMIOLOGI
Bronkitis
kronik terjadi pada 20 - 25% laki - laki 40 - 65 tahun. Dinegara
barat, kejadian
bronchitis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Di Inggris dan Amerika
penyakit paru kronik merupakan salah satu penyebab kematian dan ketidakmampuan
pasien untuk bekerja. Kejadian
setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti dengan pengobatan memakai
antibiotik. Di Indonesia
belum ada laporan tentang angka-angka
yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini sering ditemukan di
klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki dan wanita. Penyakit ini dapat
diderita mulai dari anak bahkan dapat merupakan kelainan congenital. Penyakit dan gangguan saluran napas
khususnya bronkitis kronik ini masih menjadi masalah terbesar di Indonesia pada
saat ini. Angka kematian akibat penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi
saluran napas akut, tuberkulosis asma khususnya bronkitis kronik masih
menduduki peringkat tertinggi. Infeksi virus dan bakteri merupakan penyebab
yang sering terjadi.
D.
PATOFISIOLOGI
Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika
pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang lebih tiga
bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen
infeksi maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan
iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan
vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti emfisema,
bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli.
Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami
hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar
sehingga meningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan
mukus.
Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi
bronkhus besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan
mengobstruksi jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya
mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru.
Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis.
Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal
timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat
meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi
dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
Pathway Bronkhitis
Kronis:
E.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma,
peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
2. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan
derajat disfungsi.
3. TLC : Meningkat
4. Volume residu : Meningkat.
5.
FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
6. GDA : PaO2 dan PaCO2 meningkat, pH Normal.
7. Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus
mukosa.
8. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya
infeksi, mengidentifikasi patogen.
9. EKG :
Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.
- Polisetemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat hipoksia kronik yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan.
F.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Untuk mengurangi demam dan rasa tidak
enak badan, kepada penderita dewasa bisa diberikan aspirin atau acetaminophen, kepada
anak-anak sebaiknya hanya diberikan acetaminophen. Dianjurkan untuk
beristirahat dan minum banyak cairan.
Antibiotik diberikan
kepada penderita yang gejalanya menunjukkan bahwa penyebabnya adalah infeksi
bakteri (dahaknya berwarna kuning atau hijau dan demamnya tetap tinggi) dan
penderita yang sebelumnya memiliki penyakit paru-paru. Kepada penderita dewasa
diberikan trimetoprim-sulfametoksazol, tetracyclin atau ampisilin. Erythromycin
diberikan walaupun dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma pneumoniae. Kepada
penderita anak-anak diberikan amoxicillin. Jika penyebabnya virus, tidak
diberikan antibiotik.
Jika gejalanya menetap atau berulang
atau jika bronkitisnya sangat berat, maka dilakukan pemeriksaan biakan dari
dahak untuk membantu menentukan apakah perlu dilakukan penggantian antibiotik.
a.
Pengelolaan
umum
a) Pengelolaan umum ditujukan untuk
semua pasien bronchitis, meliputi :
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh
:
i.
Membuat
ruangan hangat, udara ruangan kering.
ii.
Mencegah
/ menghentikan rokok
iii.
Mencegah
/ menghindari debu,asap dan sebagainya.
b) Memperbaiki drainase secret bronkus,
cara yang baik untuk dikerjakan adalah sebagai berikut :
i.
Melakukan
drainase postural
Pasien
dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase
sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama
10 – 20 menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural
ini adalah usaha mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya
gravitasi. Posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan
dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat dibantu dengan tindakan
memberikan ketukan padapada punggung pasien dengan punggung jari.
ii.
Mencairkan
sputum yang kental
Dapat
dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan obat-obat
mukolitik dan sebagainya. Mengatur posisi tempt tidur pasien. Sehingga
diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum.
iii.
Mengontrol
infeksi saluran nafas.
Adanya
infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan jalan mencegah
penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai
agar infeksi tidak berkelanjutan.
b.
Pengelolaan
khusus.
a) Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan secara continue untuk mengontrol
infeksi bronkus ( ISPA ) untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada
bronkus/paru atau kedua-duanya digunakan Kemotherapi menggunakan obat-obat
antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic antibiotic sebaikya harus berdasarkan
hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan
bronchitis, tidak pada setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotik
diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic diberikan selama
7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa antibiotic, sampai
terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid
( putih jernih ). Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat
mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat
terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.
Drainase secret dengan bronkoskop. Cara ini penting dikerjakan terutama pada
saat permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain:
i.
Menentukan
dari mana asal secret
ii.
Mengidentifikasi
lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
iii.
Menghilangkan
obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi.
b) Pengobatan simtomatik
Pengobatan
ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau mebahayakan
pasien.
c) Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila
ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (%FEV
1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
d) Pengobatan hipoksia.
Pada
pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
e) Pengobatan haemaptoe.
Tindakan
yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari berbagai
penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau
sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
f) Pengobatan demam.
Pada
pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam,
lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic
perlu juga diberikan obat antipiretik.
g) Pengobatan pembedahan
Tujuan
pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena.
i.
Indikasi
pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang
tidak berespon yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang
adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami
infeksi berulang atau haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe
massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.
ii.
Kontra
indikasi
Pasien
bronchitis dengan COPD, Pasien bronchitis berat, Pasien bronchitis dengan
koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
iii.
Syarat-ayarat
operasi.
1) Kelainan ( bronchitis ) harus
terbatas dan resektabel
2) Daerah paru yang terkena telah
mengalami perubahan ireversibel
3) Bagian paru yang lain harus masih
baik misalnya tidak ada bronchitis atau bronchitis kronik.
iv.
Cara
operasi.
1) Operasi elektif : pasien-pasien yang
memenuhi indikasi dan tidak terdaat kontra indikasi, yang gagal dalam pengobatan
konservatif dipersiapkan secara baik utuk operasi. Umumnya operasi berhasil
baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
2) Operasi paliatif : ditujukan pada
pasien bronchitis yang mengalami keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi
haemaptoe masif ( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-syarat dan tidak
terdapat kontra indikasi operasi.
v.
Persiapan
operasi :
1) Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan
spirometri,analisis gas darah, pemeriksaan broncospirometri ( uji fungsi paru
regional )
2) Scanning dan USG
3) Meneliti ada atau tidaknya kontra
indikasi operasi pada pasien
Memperbaiki keadaan umum pasien.
Memperbaiki keadaan umum pasien.
TEORI ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA PASIEN
DENGAN BRONKHITIS KRONIK
I.
PENGKAJIAN
A.
Biodata
Pasien
Data yang
dikaji disini meliputi Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat,
Penanggung
B.
Riwayat Kesehatan
1.
Keluhan Utama
Keluhan utama pada
klien dengan bronchitis kronis meliputi
batuk kering dan produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat
mencapai >40°C dan sesak nafas.
2.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien pada umumnya mengeluh sering batuk sering terjadi pada pagi
hari dan dalam jangka waktu yang lama desertai dengan
produksi sputum, demam, suara serak dan kadang nyeri dada
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pada pengkajian riwayat penyakit dahulu ditemukan adanya batuk
yang berlangsung lama (3 bulan atau lebih)
4.
Riwayat
Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga pasien yang mempunyai penyakit berat
lainnya atau penyakit yang sama dengan. Dari keterangan tersebut untuk penyakit familial dalam hal ini bronchitis
kronik berkaitan dengan polusi udara rumah, dan bukan penyakit yang diturunkan.
C.
Kebutuhan
Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1. Bernafas
Pasien
umumnya mengeluh
sesak dan kesulitan dalam bernafas karena terdapat sekret.
2. Makan
dan Minum
Pasien
umumnya mengalami
anoreksia karena mual yang dialaminya dan ketakutan terhadap penyakitnya.
3. Eliminasi
Pada
pasien bronkitis biasanya tidak ditemukan data yang menyimpang dalam kebutuhan
eliminasinya.
4. Gerak
dan aktivitas
Pada
pasien bronkitis biasanya mengalami
penurunan gerak dan aktivitas karena suplai oksigen menurun dalam tubuhnya.
5. Istirahat
tidur
Pasien
umumnya mengalami
gangguan tidur dan jam tidurnya berkurang karena batuk yang dialami.
6. Kebersihan
diri
Mengungkapkan
bagaimana kebersihan diri pasien itu, dari personal hygine, oral hygine, dan
lain-lain. Kebersihan diri tergantung
dari pasien itu sendiri.
7. Pengaturan
suhu tubuh
Pasien
umumnya mengalami
peningkatan suhu tubuh terkait proses inflamasi yang dialaminya.
8. Rasa
nyaman
Pada
pasien bronkitis kronis terkadang
mengeluh nyeri pada bagian dada.
9. Rasa
aman
Pasien
terkadang kurang mengetahui tentang penyakit yang dideritanya sehingga
mengalami ketakutan terhadap apa yang dialami.
10. Sosialisasi
dan komunikasi
Mengungkapkan
bagaimana hubungan pasien dengan orang-orang disekitarnya dan petugas medis.
11. Ibadah
Menjelaskan
bagaimana pasien menjalankan ibadahnya sebelum dan sesudah sakit sesuai
kepercayaan yang dianutnya.
12. Produktivitas
Mengungkapkan
apa yang biasa dikerjakan dan dilakukan oleh pasien dalam kesehariannya dan
perubahan yang dialami selama ia sakit.
13. Rekreasi
Mengungkapkan
bagaimana manajemen stress yang biasa dilakukan oleh pasien dan yang dilakukan
ketika ia sakit.
14. Pengetahuan
Menjelaskan
sejauhmana pasien mengetahui tentang kondisi penyakit yang dideritanya.
D.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum
1)
Tingkat
keamanan
2)
GCS
3)
Tanda-tanda
vital : Tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi rate
b.
Keadaan fisik
1)
Kepala dan
leher
Kepala
: Kaji bentuk dan ada tidaknya
benjolan.
Mata
: Kaji warna sklera dan konjungtiva.
Hidung
: Kaji ada tidaknya pernafasan cuping hidung.
Telinga
: Kaji
kebersihannya
Mulut
: Kaji mukosa dan kebersihannya.
Leher
: Ada tidaknya pembesaran vena jugularis.
2)
Sistem Integumen
Rambut
: Kaji warna dan kebersihannya.
Kulit
: Kaji warna dan ada tidaknya lesi.
Kuku
: Kaji bentuk dan kebersihannya.
3)
Sistem
Pernafasan
Inspeksi : biasanya pada klien bronkhitis terjadi sesak, bentuk dada barrel chest, kifosis.
Palpasi : Iga lebih horizontal.
Auskultasi : Adakah kemungkinan terdapat bunyi napas tembahan, biasanya terdengar ronchi.
4)
Sistem
Kardiovaskuler
Inspeksi
: Kaji apakah ada pembesaran vena ingularis.
Palpasi
: Kaji apakah nadi teraba jelas
dan frekwensi nadi.
Auskultasi
: Kaji suara s1, s2 apakah ada suara tambahan.
5)
Sistem
Pencernaan
Inspeksi : Kaji bentuk
abdomen, ada tidaknya lesi.
Palpasi : Kaji apakah ada nyeri tekan
Perkusi : Kaji apakah terdengar bunyi
thympani
Auskultasi : Kaji bunyi peristaltik usus.
6)
Sistem
Reproduksi
Kaji apa jenis
kelamin klien dan apakah klien sudah menikah.
7)
Sistem
Pergerakan Tubuh
Kaji kekuatan
otot klien.
8)
Sistem
Persyaratan
Kaji tingkat
kesadaran klien dan GCS.
9)
Sistem
Perkemihan
Kaji apakah ada
gangguan eliminasi urin.
E. Data Penunjang
1.
Analisa gas darah
- Pa O2 : rendah
(normal 80 – 100 mmHg)
- Pa CO2 : tinggi
(normal 36 – 44 mmHg).
- Saturasi
hemoglobin menurun.
- Eritropoesis
bertambah
2.
Sputum
: Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen
3. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi.
4. Foto sinar X
rontgen
II. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
A.
Analisa Data
Data Fokus
|
Data Standar
|
Masalah Kep.
|
Ds:
Do:
|
|
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
|
Ds :
Do :
|
·
Pasien tidak
sesak nafas
|
Gangguan pertukaran gas
|
Ds :
Do :
|
·
Pasien tidak
sesak nafas
|
Pola nafas tidak efektif
|
Ds :
Do :
|
|
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
|
B.
Analisa Masalah
1.
P : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
E : Peningkatan produksi sekret
S : Pasien mengatakan hidungnya tersumbat, suara nafas tambahan : ronchi, (akibat obstruksi
bronkus), terdapat
sputum
2.
P : Gangguan pertukaran gas
E :
Obstruksi
jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
S : Pasien mengatakan sesak napas, sianosis , Pa O2 : rendah, Pa CO2 :
tinggi
3.
P : Pola nafas tidak efektif
E :
Broncokontriksi, mukus
S : pola napas tidak teratur, dispnea, terdapat penggunaan otot bantu pernapasan
4.
P : Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan
E : Kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
S : Nafsu makan buruk/anoreksia, penurunan
berat badan
C.
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2. Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasme bronchus.
3. Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
4. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
III.
INTERVENSI
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan produksi sekret
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam ketidakefektifan bersihan
jalan nafas teratasi
KH :
- Suara nafas(vesicular): nilai 3
- Secret (-):nilai 3
- RR:
16-24x/menit:nilai 4
|
Pengkajian
1. Auskultasi bunyi nafas
2.
Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
3.
Observasi karakteristik batuk
HE
4. informasikan
kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang
didalam ruang perawatan
5. intruksikan
kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam untuk memudahkan keluarnya
sekresi
Kolaborasi
6. Berikan
obat sesuai indikasi : bronkodilator, Xantin, Kromolin, Steroid oral/IV dan inhalasi,
antimikrobial, analgesik
7.Berikan
humidifikasi tambahan(nebulizer)
Aktivitas
Lain
8.
Pertahankan polusi lingkungan minimum
|
1. Beberapa
derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat
dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
2. Tachipnoe
biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses
infeksi akut.
3. Batuk
dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau
kelemahan
4. informasi
diberikan untuk menimbulkan sikap kooperatif dari pasien dan keluarga
5. membantu
pasien mendapatkan ventilasi yang adekuat
6.megurangi
efek penyakit penyebab
7.
kelembaban udara menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran dan
dapat membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus
8. meningkatkan kualitas oksigen lingkungan untuk
ambilan nafas
|
2
|
Gangguan pertukaran gas behubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi-ventilasi
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan
pertukaran gas teratasi
KH :
- pCO3 (3)
- pO2 (3)
- sianosis (3)
- Hemoglobin (3)
|
Pengkajian
1. Kaji
frekuensi, kedalaman pernafasan.
2. Auskultasi
bunyi nafas
3. Awasi
tanda vital dan irama jantung dan Awasi GDA
HE
4. Ajarkan
pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
5. Jelaskan
kepada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen dan tindakan lainnya.
Kolaborasi
6. Berikan O2
tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
7. Berikan
obat yang diresepkan(misalnya:natrium bikaronat)
Aktivitas
Lain
8 Jelaskan
kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur,untuk menurunkan ansietas
dan meningkatkan rasa kendali.
9. Lakukan
hygiene mulut secara teratur.
|
1. Berguna
dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
2. Bunyi
nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi
3. Takikardia,
disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung serta PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2
menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
4. Membantu
pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas
lebih efisien dan efektif.
5. Supaya tidak terjadi salah paham antra pasien,keluarga terhadap perawat
yang melakukan tindakan.
6. Dapat memperbaiki/ mencegah
buruknya hipoksia.
7. Untuk mempertahankan asam basah.
8 Mempertahankan keadaan umum pasien agar tetap stabil saat dilakukan
tindakan tersebut.
9 Mempertahakan kebersihan mulut supaya pasien bias berkomunikasi dengan
baik tanpa ada rasa malu.
|
3.
|
Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pola nafas
tidak efektif teratasi
KH:
-
Pola nafas
teratur
-
Pernafasan
normal
- Menggunakan otot bantu pernafasan seperlunya
|
1. Ajarkan
pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
2. Berikan
dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
3. Berikan
dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafsan jika diharuskan
|
1.
Membantu pasien memperpanjang
waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan
efektif.
2.
Memungkinkan
pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
3.
menguatkan dan mengkondisikan
otot-otot pernafasan
|
4.
|
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan teratasi
KH :
- Makan (3x/hr) (4)
- Minum (8 gls/hr) (4)
- Mual (4)
- BB ideal (2)
|
Pengkajian
1. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan.
2. Kaji kebiasaan diet,masuakan saat ini Catat derajat kesulitan
makan.Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
HE
3. Ajarkan pasien/keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
4. Ajarkan metode untuk perencanaan makan.
Aktivitas Kolaboratif
5. Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang
mudah dicerna,secara nutrisi seimbang,misalnya nutrisi tambahan
oral/selang,nutrisi parenteral total agar asupan yang kalori yang adekuat
dapat dipertahankan.
6. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Aktivitas lain
7. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat
8. Timbang
berat badan sesuai indikasi
|
1. Membantu pasien untuk menambah nafsu makan.
2. Pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea,produksi
sputum,dan obat.Selain itu,banyak pasien Bronkitis kronis mempunyai kebiasaan
makan buruk,meskipun kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolik
dengan meningkatkan kebutuhan kalori.Sebagai akibat,pasien sering masuk rumah
sakit dengan beberapa derajat malnutrisi.
3. Menghilangkan persepsi bahwa makanan yang bergizi tidak selalu mahal.
4. Memberikan ketraturan makan agar nutrisi yang masuk tercukupi.
5. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situsi/kebutuhan
individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien
menggunakan energi.
6. Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan meningkatkan
masukan.
7 . Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan
gerakan diafragma,dan dapat meninkatkan dispnea.
8 . berguna untuk menentukan kebutuhan kalori,menyusun tujuan berat
badan,dan evaluasi keadekuatan.
|
IV.
IMPLEMENTASI
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan
aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar
implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka
perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien
terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan
pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya
untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan
masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi,
memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana
Asuhan Keperawatan)
V.
EVALUASI
Pada tahap akhir proses
keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang
diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi
merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan,
respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang
diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi
keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu
pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas
efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak
terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, pasien
memahami kondisi penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ari. 2011. LP Bronkhitis Kronis. (Online), (http://ariakuy.blogspot.com/2011/10/lp-bronkhitis-kronis.html,
diakses 15 September 2014)
E, Marilynn Doenges, Mary Frances Moorhouse and Alice
C. Geissler. 1999. EGC:Rencana Asuhan
Keperawatan.Jakarta: EGC
Nuraliah, Aneng. 2011. Laporan
Pendahuluan Bronkitis dan Askepnya. (Online), (http://anengkuyzakp14.blogspot.com/2011/10/laporan-pendahuluan-tubercolosis.html,
diakses 15 September 2014)
Price,Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi. Jakarta :EGC
Setiono, Wiwing. 2014. Laporan Pendahuluan Bronkitis. (Online), (http://lpkeperawatan.blogspot.com/2014/01/laporan-pendahuluan-bronkitis.html#.VBkFLqDDUyw,
diakses 15 September 2014)
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and
Suddarth Ed.8 . Jakarta : EGC
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusOBAT BATUK
BalasHapusOBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
makalah sdm manusia dalam berbisnis
BalasHapuscontoh surat perjanjian damai
Makalah Tari Kreasi
contoh surat keterangan ktp dalam pengurusan
makalah metode penelitian
permohonan izin galian c
contoh surat kehilangan dari kades
kliping teks percobaan
surat keterangan harga tanah
makalah indra penglihatan mata
Surat Keterangan Harga Tanah Desa