Minggu, 16 November 2014

LAPORAN PENDAHULUAN TYPHUS ABDOMINALIS



A.    PENGERTIAN
            Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A, B, dan C. Sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan Paratyphoid Abdominalis (Syaifullah Noer, 1998).
            Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demanm lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun (70%-80%), pada usia 30-40 tahun (10%-20%) dan di atas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%) (Mansjoer Arif, 1999).
             Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (FKUI, 1999).
            Thypus Abdominalis adalah penyakkit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran (Suriadi, Yuliani Rita, 2001). Jadi tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman  salmonella typhi dan terdapat pada saluran pencernaan yang  disertai dengan demam lebih dari satu minggu, dan gangguan kesadaran.

B.     ETIOLOGI
            Faktor Etiologi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari WC dan menyiapkan makanan.
            Salmonella typhosa, merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu antigen O (Ohne Hauch) yaitu somatic antigen (tidak menyebar), terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida, antigen H (Hauch/menyebar) terdapat pada flagella, antigen Vi merupakan polisakarida kapsul verilen. Ketiga jenis antigen tersebut didalam tuibuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibody yang lazim disebut aglutinin (Ngastiyah,1997).
            Selain itu penyakit Tipus Abdomnalis juga bisa didukung oleh faktor-faktor antara lain : pengetahuan tentang kesehatan diri dan lingkungan yang relative rendah, penyediaan air bersih yang tidak memadai. Keluarga dengan hygiene sanitasi yang rendah, pemasalahan pada identifikasi dan pelaksanaan karier, keterlambatan membuat diagnosis yang pasti, patogenesis dan faktor virulensi yang belum dimengerti sepenuhnya serta belum tersedianya vaksin yang efektif, aman dan murah Pang dalam (Soegijanto Soegeng, 2002).


C.    PATOFISIOLOGI
            Kuman Salmonella masuk bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi, setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit retikuloendotelial sistem (RES) dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak.
            Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.
            Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam  usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
            Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding ileum terjadi ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi intestinal.



Gambar Pathway Typhoid abdominalis

D.    MANIFESTASI KLINIK/TANDA DAN GEJALA
            Gejala klinis demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan, masa tunas terlama berlangsung 30 hari, jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala prodomal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat, yang kemudian disusul dengan gejala-gejala klinis sebagai berikut :
1.      Demam
Demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan dengan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu berangsur-angsur meningkat, biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua, penderita terus demam dan pada minggu ketiga demam penderita berangsur-angsur normal.
2.      Gangguan pada Saluran Pencernaan
Nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah putih kotor (coated tounge) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa membesar, disertai nyeri pada perabaan.
3.      Gangguan Kesadaran
Kesadaran menurun, walaupun tidak terlalu merosot, yaitu apatis sampai samnolen atau somnolence (keinginan untuk tidur dan terus tidur). Di samping gejala-gejala tersebut , pada punggung dan anggota gerak juga dijumpai adanya roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.

E.     KOMPLIKASI
1.      Komplikasi intestinal
a.       Perdarahan usus
b.      Perforasi usus
c.       Ileus paralitik
2.      Komplikasi ekstra intestinal
a.       Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
b.      Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik.
c.       Paru : pneumoni, empiema, pleuritis.
d.      Hepar dan kandung empedu : hipatitis dan kolesistitis.
e.       Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f.       Tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan arthritis.

F.     PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari penyakit ini dapat dibedakan menjadi tiga bagian sebagai berikut (Rahmad Juwono, 1996) :
1.      Perawatan
a.       Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
b.      Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus.
c.       Mobilisasi sesuai kondisi.
2.      Diet
a.       Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya (mula-mula air, lalu makanan lunak, dan kemudian makanan biasa).
b.      Makanan mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
3.      Obat
a.       Antimikroba : Kloramfenikol, Tiamfenikol, Co-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulkametoksazol).
b.      Obat Symptomatik ; Antipiretik, Kortikosteroid diberikan pada pasien yang toksik.
c.       Supportif : vitamin-vitamin.
d.      Penenang : diberikan pada pasien dengan gejala neuropsikiatri.

G.    ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Pengumpulan Data
a.       Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, No. Registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan dan tanggal MRS.
b.    Keluhan utama
Pada pasien Typhoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas, dan demam.
c.    Riwayat Penyakit dahulu
Apakah pasien sebelumnya pernah mengalami sakit Typhoid, dan apakah menderita penyakit lainnya.
d.   Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien Typhoid demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala/pusing, nyeri otot, lidah kotor, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
e.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Typhoid atau sakit yang lainnya.
f.     Riwayat Psikososial
Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dialami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang di deritanya.
g.    Pola-pola fungsi kesehatan
1.   Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan napsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
2.   Pola aktivitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktivitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
3.   Pola tidur dan aktivitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah, pada waktu tidur.
4.   Pola Eliminasi
Kebiasaan dalam BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
5.   Pola reproduksi dan seksual
Pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.
6.   Pola persepsi dan pengetahuan
Bagaimanakah persepsi terhadap status kesehatan saat ini dan sampai sejauh mana pasien memahami penyakit dan perawatannya.
7.   Pola konsep diri
Adakah gangguan konsep diri.
8.   Pola Penaggulangan Stres
Kaji apakah yang biasa dilakukan pasien dalam menghadapi setiap stressor.
9.   Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan mengalami hambatan dalam menjalankan perannya selama sakit.
10.  Pola tata nilai dan kepercayaan
Adakah gangguan dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari.
h.      Pemeriksaan fisik
1.   Keadaan umum
Biasanya pada pasien Typhoid mengalami badan lemah, panas, pucat, mual, perut tidak enak, dan anorexia.
2.   Kepala dan leher
Konjungtiva anemia, mataa cowong, muka pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan di tengah merah.
3.   Dada dan abdomen
Di daerah abdomen ditemukan nyeri tekan
4.   Sistem integument
Turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
5.   Sistem eliminasi
Pada pasien Typhoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal), normal ½ - 1 cc/kg BB/jam.
i.        Pemeriksaan Penunjang
            Untuk melakukan diagnosis penyakit typhus abdominalis, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut ;
1.   Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
2.   Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit.
3.   Uji Widal
 Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella Thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1.    Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2.    Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3.    Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
     Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
4.   Pemeriksaan SGOT/SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
Analisa data
            Data yang sudah terkumpul dikelompokkan dan dianalisis untuk menentukan masalah klien. Untuk mengelompokkan data ini dilihat dari jenis data yang meliputi data subyek dan dan data obyek. Data subyek adalah data yang diambil dari ungkapan klien atau keluarga klien sedangkan data obyek adalah data yang didapat dari suatu pengamatan atau pendapat yang digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990).


2.      Diagnosa Keperawatan
Dari analisa data yang diperoleh maka diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus demam typhus abdominalis yaitu sebagai berikut :
a.    Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
b.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak adekuat, karena pasien tidak nafsu makan, mual, dan kembung.
c.    Risiko tinggi terjadinya kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kurangnya asupan  (intake) cairan dan peningkatan suhu tubuh.
d.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi (mual dan muntah) dan pembatasan aktivitas.
e.    Kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan dengan kurangnya informasi.

3.      Intervensi Keperawatan
      Rencana keperawatan yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan klien pada dasarnya sesuai dengan masalah yang  ditemukan pada klien dengan demam tifoid dan hal ini sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ada.  Perencanaan berisi suatu tujuan pelayanan keperawatan dan rencana tindakan yang akan digunakan itu untuk mencapai tujuan, kriteria hasil dan rasionalisai berdasarkan susunan diagnosa keperawatan diatas, maka perencanaan yang dibuat  sebagai berikut :
a.     Diagnosa 1
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan : Hipertermi teratasi
Kriteria hasil :
1.   Suhu dalam batas normal.
2.   Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
3.   Turgor kulit elastis
4.   Pengisian kapiler kurang dari 3.
5.   Membrane mukosa


Intervensi
Rasional
1.      Kaji dan catat suhu tubuh setiap 2 atau 4 jam.
2.      Observasi membrane mukosa, pengisian kapiler, dan turgor kulit.
3.      Berikan minum 2-2,5 liter sehari selama 24 jam.
4.      Berikan kompres hangat pada dahi, ketiak, dan lipat paha.


5.      Anjurkan pasien untuk tirah baring (bed rest) sebagai upaya pembatasanaktivitas selama fase akut.
6.      Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.

7.      Berikan terapi obat golongan antipiretik sesuai program medis evaluasi efektivitasnya.
8.      Pemberian antibiotik sesuai program medis.
9.      Pemberian cairan parenteral sesuai program medis.



1.      Tindakan ini sebagai dasar untuk menentukan intervensi.
2.      Untuk mengidentifikasi tanda-tanda dehidrasi akibat panas.
3.      Kebutuhan cairan dalam tubuh cukup mencegah terjadinya panas.
4.      Kompres hangat memberi efek vasodilatasi pembuluh darah, sehingga mempercepat penguapan tubuh.
5.      Menurunkan kebutuhan metabolisme tubuh sehingga turut menurunkan panas.
6.      Pakaian tipis memudahkan penguapan panas. Saat suhu tubuh naik, pasien akan banyak mengeluarkan keringat.
7.      Untuk menurunkan atau mengontrol panas badan.

8.      Untuk mengatasi infeksi dan mencegah penyebaran infeksi.
9.      Penggantian cairan akibat penguapan panas tubuh.

10.  Observasi hasil pemeriksaan darah dan feses.
11.  Observasi adanya peningkatan suhu secara terus-menerus, distensi abdomen, dan nyeri abdomen.
10.  Untuk mengetahui perkembangan penyakit tipes dan efektivitas terapi.
11.  Peningkatan suhu secara terus-menerus setelah pemberian antiseptik dan antibiotik, kemungkinan mengindikasikan terjadinya komplikasi perforasi usus.

b.      Diagnosis 2
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak adekuat, karena pasien tidak nafsu makan, mual, dan kembung.
1.   Tujuan : Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang tidak memadai
2.   Kriteria hasil :
a.    Tidak terjadi mual dan kembung
b.    Nafsu makan meningkat
c.    Pasien mampu menghabiskan satu porsi makanan
d.   Berat badan meningkat/normal
Intervensi
Rasionalisasi
1.      Kaji pola makan dan status pasien

2.      Berikan makan yang tidak merangsang (pedas, asam, dan mengandung gas).
3.      Berikan makanan lunak selama fase akut (masih ada panas atau suhu lebih dari normal).
4.      Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering.
5.      Timbang berat badan pasien setiap hari.


1.      Sebagai dasar untuk menentukan intervensi.
2.      Mencegah iritasi usus dan distensi abdomen.

3.      Mencegah terjadinya iritasi usus dan komplikasi perforasi usus.

4.      Mencegah rangsangan mual/muntah.

5.      Untuk mengetahui masukan makanan/penambahan berat badan.


6.      Lakukan perawatan mulut secara teratur dan sering.
7.      Jelaskan pentingnya asupan nutrisi yang memadai

8.      Berikan terapi antiematik sesuai program medis.

9.      Berikan nutrisi parenteral sesuai program terapi medis, jika pemberian makanan oral tidak dapat diberikan.
6.      Meningkatkan nafsu makan.

7.      Agar pasien bersikap kooperatif dalam pemenuhan nutrisi.

8.      Untuk mengontrol mual dan muntah, sehingga dapat meningkatkan masukan makanan.
9.      Untuk mengistirahatkan gastrointestinal dan memberikan nutrisi penting untuk metabolisme tubuh.


c.       Diagnosis 3 
Risiko tinggi terjadinya kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kurangnya asupan  (intake) cairan dan peningkatan suhu tubuh.
1.        Tujuan : keseimbangan cairan tubuh memadai.
2.        Kriteria hasil :
a.     Asupan (intake) dan keluaran (output) cairan seimbang
b.     Tanda-tanda vital dalam batas normal
c.     Membran mukosa lembab.
d.    Pengisian kapiler baik (<3).
e.     Produksi urine normal.
f.      Berat badan normal.
g.     Hematokrit dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
1.      Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam.

2.      Monitor tanda-tanda kekurangan cairan (turgor kulit tak elastis, produksi urine menurun, membran mukosa kering, bibir pecah-pecah, dan pengisian kapiler lambat).
3.      Observasi dan catat masukan serta keluaran cairan setiap 8 jam.
4.      Berikan cairan per oral 2-2,5 liter per hari, jika pasien tidak muntah.
5.      Timbang berat badan pasien setiap hari dengan alat ukur yang sama.
6.      Berikan cairan parenteral sesuai program medis.
7.      Awasi data laboratorium (hematokrit).

1.      Hipotensi, takikardia, dan demam menunjukkan respon terhadap kehilangan cairan tubuh.
2.      Tanda-tanda tersebut menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi.


3.      Untuk mendeteksi keseimbangan cairan dan elektrolit.
4.      Untuk pemenuhan kebutuhan cairan tubuh.
5.      Berat badan merupakan indikator kekurangan cairan dan status nutrisi.
6.      Untuk memperbaiki kekurangan volume cairan.
7.      Indikator status cairan pasien, evaluasi adanya hemokonsentrasi.


d.      Diagnosis 4
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi (mual dan muntah) dan pembatasan aktivitas.
1.        Tujuan : toleran terhadap aktivitas
2.        Kriteria hasil :
a.     Tidak ada keluhan lelah
b.     Tidak ada takikardia dan takipnea saat melakukan aktivitas.
c.     Kebutuhan aktivitas pasien terpenuhi.
Intervensi
Rasional
1.      Kaji tingkat toleransi pasien terhadap aktivitas.
2.      Kaji jumlah makanan yang dikonsumsi pasien.
3.      Anjurkan tirah baring (bed rest) selama fase akut.
4.      Jelaskan pentingnya pembatasan aktivitas selama perawatan.
5.      Bantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan.

6.      Melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari.
7.      Berikan kesempatan kepada pasien untuk melakukan aktivitas sesuai kondisinya (jika telah bebas panas selama beberapa hari, hasil laboratorium menunjukkan perbaikan.
8.      Berikan terapi multivitamin sesuai program terapi medis.
1.      Sebagai dasar untuk menentukan intervensi
2.      Untuk mengidentifikasi asupan nutrisi pasien
3.      Untuk menurunkan metabolisme tubuh dan mencegah iritasi usus
4.      Untuk mengurangi gerak peristaltik usus, sehingga mencegah iritasi usus
5.      Kebutuhan aktivitas pasien terpenuhi dengan energi minimal, sehingga mengurangi gerak peristaltik usus
6.      Partisipasi keluarga meningkatkan sikap bekerja sama pasiendalam perawatan.
7.      Meningkatkan partisipasi pasien dapat meningkatkan harga diri pasien dan meningkatkan toleransi aktivitas


8.      Meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga meningkatkan aktivitas pasien

e.       Diagnosis 5 : Kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan dengan kurangnya informasi.
1.        Tujuan : pasien dan keluarga mendapatkan pemahaman tentang penyakitnya.
2.        Kriteria hasil : pasien dapat menjelaskan penyakitnya, perawatan penyakit tersebut, pengobatannya, waktu kontrol ulang.
Intervensi
Rasional
1.      Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya.
2.      Jelaskan pada pasien tentang penyakit Typhus abdominalis (pengertian, penyebab, tanda, dan gejala, pengobatan, serta komplikasi penyakit).
3.      Jelaskan pada pasien tentang perawatan penyakit.

4.      Jelaskan kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan makanan dan kebersihan diri.

5.      Berikan catatan tertulis waktu kontrol ulang setelah sakit.
1.      Sebagai dasar menentukan intervensi.
2.      Pasien mendapat kejelasan tentang penyakitnya.



3.      Pasien mendapat kejelasan tentang perawatan di rumah setelah pulang dari rumah sakit.
4.      Untuk mencegah terulangnya infeksi usus yang yang berasal dari makanan, alat makan, dan kebersihan diri yang kurang.
5.      Agar pasien mudah mengingat kapan waktu kontrol yang tepat.



DAFTAR PUSTAKA
Haryono, Rudi.2012.Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.Yogyakarta : gosyen Publishing.
Ardiansyah, Muhamad.2012.Medikal Bedah untuk Mahasiswa.Jogjakarta : Diva Press.
Murwani.2012.Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Jogjakarta : Gosyen Publishing.
Fely, Andrifebri.2012.Thypus Abdominalis.Dalam http://anfebfel.blogspot.com/2012/10/thypus-abdominalis.html(pada tanggal 10 September 2014)
Abi, Benedikta.2012.Thypus Abdominalis.Dalam http://askepdikta.blogspot.nl/2012/09/thypus-abdominalis.html(diakses pada tanggal 10 September 2014)

2 komentar:

  1. kunjungi juga donk, ini ada lp typoid http://pustakaperawatku.blogspot.co.id/2017/02/laporan-pendahuluan-typoid.html

    BalasHapus