Jumat, 07 November 2014

LAPORAN PENDAHULUAN BRONKHITIS KRONIS



A.    DEFINISI
Bronkitis digambarkan sebagai inflamasi dari pembuluh bronkus Inflamasi menyebabkan bengkak pada permukaannya, mempersempit pembuluh dan menimbulkan sekresi dari cairan inflamasi.
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat memblok aliran udara ke paru-paru dan dapat merusaknya.
Bronkitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronkioles mengganggu pernapasan yang efektif (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).
Bronkhitis kronis adalah penyakit atau gangguan pernapasan paru obstruktif yang ditandai dengan produksi mukus yang berlebih (sputum mukoid) selama kurang 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun untuk 2 tahun berturut turut. (Elizabeth .J. Corwin)
Bronkhitis kronis adalah gangguan pernapasan atau inflamasi jalan napas dan peningkatan produksi sputum mukoid menyebabkan ketidak cocokan ventilasi – perfusi dan penyebab sianosis. (Sylvia .A. Price)
Bronkhitis kronis (BK) secara fisiologis di tandai oleh hipertrofi dan hipersekresi kelenjar mukosa bronkial, dan perubahan struktural bronki serta bronkhioles. Bronkhitis Kronik dapat di sebabkan oleh iritan fisik atau kimiawi (misalnya, asap rokok, polutan udara ) atau di sebabkan infeksi ( bakteri atau virus). Secara harfiah bronchitis dapat digambarkan sebagai penyakit gangguan respiratorik dengan gejala utama adalah batuk. Ini berarti bronchitis bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi juga penyakit lain dengan bronchus sebagai pemegang peranan (Perawatan Anak Sakit, EGC, 1995)
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama), merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.
Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:
1.      Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan.
2.      Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3.      Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat dan suara mengi.

B.      ETIOLOGI
                Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
1.    Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
2.      Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
3. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
4. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
5.  Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek

C.    EPIDEMIOLOGI
Bronkitis kronik terjadi pada 20 - 25% laki - laki 40 - 65 tahun. Dinegara barat, kejadian bronchitis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Di Inggris dan Amerika penyakit paru kronik merupakan salah satu penyebab kematian dan ketidakmampuan pasien untuk bekerja. Kejadian setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti dengan pengobatan memakai antibiotik. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki dan wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai dari anak bahkan dapat merupakan kelainan congenital. Penyakit dan gangguan saluran napas khususnya bronkitis kronik ini masih menjadi masalah terbesar di Indonesia pada saat ini. Angka kematian akibat penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut, tuberkulosis asma khususnya bronkitis kronik masih menduduki peringkat tertinggi. Infeksi virus dan bakteri merupakan penyebab yang sering terjadi.

D.    PATOFISIOLOGI
Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut. Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga meningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan mukus.
Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).

Pathway  Bronkhitis Kronis:


E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar x dada  : Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
2. Tes fungsi paru  : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
3. TLC                      : Meningkat    
4. Volume residu       : Meningkat.
5.  FEV1/FVC            : Rasio volume meningkat.
6. GDA                      : PaO2 dan PaCO2 meningkat, pH Normal.
7. Bronchogram       : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
8. Sputum                   : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
9.  EKG                       : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.
  1.  Polisetemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat hipoksia kronik yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan.

F.     PENATALAKSANAAN MEDIS
Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita dewasa bisa diberikan aspirin atau acetaminophen, kepada anak-anak sebaiknya hanya diberikan acetaminophen. Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan.
Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan bahwa penyebabnya adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning atau hijau dan demamnya tetap tinggi) dan penderita yang sebelumnya memiliki penyakit paru-paru. Kepada penderita dewasa diberikan trimetoprim-sulfametoksazol, tetracyclin atau ampisilin. Erythromycin diberikan walaupun dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma pneumoniae. Kepada penderita anak-anak diberikan amoxicillin. Jika penyebabnya virus, tidak diberikan antibiotik.
Jika gejalanya menetap atau berulang atau jika bronkitisnya sangat berat, maka dilakukan pemeriksaan biakan dari dahak untuk membantu menentukan apakah perlu dilakukan penggantian antibiotik.
a.       Pengelolaan umum
a)      Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis,  meliputi :
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
                                                        i.            Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
                                                      ii.            Mencegah / menghentikan rokok
                                                    iii.            Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.

b)      Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah sebagai berikut :
                                                        i.            Melakukan drainase postural
Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama 10 – 20 menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan padapada punggung pasien dengan punggung jari.
                                                      ii.            Mencairkan sputum yang kental
Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan obat-obat mukolitik dan sebagainya. Mengatur posisi tempt tidur pasien. Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum.
                                                    iii.            Mengontrol infeksi saluran nafas.
Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan jalan mencegah penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan.
b.      Pengelolaan khusus.
a)      Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus ( ISPA ) untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru atau kedua-duanya digunakan Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis, tidak pada setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid ( putih jernih ). Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara. Drainase secret dengan bronkoskop. Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain:
                                                        i.            Menentukan dari mana asal secret
                                                      ii.            Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
                                                    iii.            Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi.
b)      Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau mebahayakan pasien.
c)      Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (%FEV 1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
d)     Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
e)      Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari berbagai penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
f)       Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam, lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic perlu juga diberikan obat antipiretik.
g)      Pengobatan pembedahan
Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena.
                                                        i.            Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi berulang atau haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.
                                                      ii.            Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD, Pasien bronchitis berat, Pasien bronchitis dengan koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
                                                    iii.            Syarat-ayarat operasi.
1)      Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
2)      Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
3)      Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau bronchitis kronik.
                                                    iv.            Cara operasi.
1)      Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak terdaat kontra indikasi, yang gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan secara baik utuk operasi. Umumnya operasi berhasil baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
2)      Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi haemaptoe masif ( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-syarat dan tidak terdapat kontra indikasi operasi.
                                                      v.            Persiapan operasi :
1)      Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah, pemeriksaan broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
2)      Scanning dan USG
3)      Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien
Memperbaiki keadaan umum pasien.



TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN BRONKHITIS KRONIK

I.            PENGKAJIAN
A.    Biodata Pasien
Data yang dikaji disini meliputi Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat, Penanggung
B.     Riwayat Kesehatan
1.      Keluhan Utama
Keluhan utama pada klien dengan bronchitis kronis  meliputi batuk kering dan produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat mencapai >40°C dan sesak nafas.
2.      Riwayat Penyakit Sekarang  
Pasien pada umumnya mengeluh sering batuk sering terjadi pada pagi hari dan dalam jangka waktu yang lama desertai dengan produksi sputum, demam,  suara serak dan kadang nyeri dada
3.      Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pada pengkajian riwayat penyakit dahulu ditemukan adanya batuk yang berlangsung lama (3 bulan atau lebih)
4.      Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga pasien yang mempunyai penyakit berat lainnya atau penyakit yang sama dengan.  Dari keterangan tersebut untuk penyakit familial dalam hal ini bronchitis kronik berkaitan dengan polusi udara rumah, dan bukan penyakit yang diturunkan.
C.    Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1.      Bernafas
Pasien  umumnya mengeluh sesak dan kesulitan dalam bernafas karena terdapat sekret.


2.      Makan dan Minum
Pasien  umumnya mengalami anoreksia karena mual yang dialaminya dan ketakutan terhadap penyakitnya.
3.      Eliminasi
Pada pasien bronkitis biasanya tidak ditemukan data yang menyimpang dalam kebutuhan eliminasinya.
4.      Gerak dan aktivitas
Pada pasien bronkitis biasanya  mengalami penurunan gerak dan aktivitas karena suplai oksigen menurun dalam tubuhnya.
5.      Istirahat tidur
Pasien  umumnya mengalami gangguan tidur dan jam tidurnya berkurang karena batuk yang dialami.
6.      Kebersihan diri
Mengungkapkan bagaimana kebersihan diri pasien itu, dari personal hygine, oral hygine, dan lain-lain.  Kebersihan diri tergantung dari pasien itu sendiri.
7.      Pengaturan suhu tubuh
Pasien  umumnya mengalami peningkatan suhu tubuh terkait proses inflamasi yang dialaminya.
8.      Rasa nyaman
Pada pasien bronkitis  kronis terkadang mengeluh nyeri pada bagian dada.
9.      Rasa aman
Pasien terkadang kurang mengetahui tentang penyakit yang dideritanya sehingga mengalami ketakutan terhadap apa yang dialami.
10.  Sosialisasi dan komunikasi
Mengungkapkan bagaimana hubungan pasien dengan orang-orang disekitarnya dan petugas medis.
11.  Ibadah
Menjelaskan bagaimana pasien menjalankan ibadahnya sebelum dan sesudah sakit sesuai kepercayaan yang dianutnya.
12.  Produktivitas
Mengungkapkan apa yang biasa dikerjakan dan dilakukan oleh pasien dalam kesehariannya dan perubahan yang dialami selama ia sakit.

13.  Rekreasi
Mengungkapkan bagaimana manajemen stress yang biasa dilakukan oleh pasien dan yang dilakukan ketika ia sakit.
14.  Pengetahuan
Menjelaskan sejauhmana pasien mengetahui tentang kondisi penyakit yang dideritanya.
D.    Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum
1)   Tingkat keamanan
2)   GCS
3)   Tanda-tanda vital : Tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi rate
b.      Keadaan fisik
1)      Kepala dan leher
                               Kepala          : Kaji bentuk dan ada tidaknya benjolan.
                               Mata             : Kaji warna sklera dan konjungtiva.
                               Hidung          : Kaji ada tidaknya pernafasan cuping hidung.
                               Telinga          : Kaji kebersihannya
                               Mulut            : Kaji mukosa dan kebersihannya.
                               Leher            : Ada tidaknya pembesaran vena jugularis.
2)       Sistem Integumen
                               Rambut         : Kaji warna dan kebersihannya.
                               Kulit              : Kaji warna dan ada tidaknya lesi.
                               Kuku             : Kaji bentuk dan kebersihannya.
3)      Sistem Pernafasan
Inspeksi             : biasanya pada klien bronkhitis terjadi sesak, bentuk   dada barrel chest, kifosis.
                                    Palpasi               :  Iga lebih horizontal.
                                    Auskultasi          : Adakah kemungkinan terdapat bunyi napas tembahan,          biasanya terdengar ronchi.

4)      Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi         : Kaji apakah ada pembesaran vena ingularis.
Palpasi           : Kaji apakah nadi teraba jelas dan frekwensi nadi.          
Auskultasi      : Kaji suara s1, s2 apakah ada suara tambahan.
5)      Sistem Pencernaan
Inspeksi         : Kaji bentuk abdomen, ada tidaknya lesi.
Palpasi           : Kaji apakah ada nyeri tekan
Perkusi           : Kaji apakah terdengar bunyi thympani
Auskultasi      : Kaji bunyi peristaltik usus.
6)      Sistem Reproduksi
                               Kaji apa jenis kelamin klien dan apakah klien sudah menikah.
7)      Sistem Pergerakan Tubuh
                               Kaji kekuatan otot klien.
8)      Sistem Persyaratan
                               Kaji tingkat kesadaran klien dan GCS.
9)      Sistem Perkemihan
                               Kaji apakah ada gangguan eliminasi urin.

E.     Data Penunjang
1.      Analisa gas darah
- Pa O2              : rendah (normal 80 – 100 mmHg)
- Pa CO2           : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).
- Saturasi hemoglobin menurun.
- Eritropoesis bertambah
2.       Sputum        : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen
3.      Tes fungsi paru        : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi.
4.      Foto sinar X rontgen

  II.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
A.    Analisa Data
Data Fokus
Data Standar
Masalah Kep.
Ds:
  • pasien mengatakan hidungnya tersumbat
Do:
  • Suara Nafas tambahan : Ronchi, (akibat obstruksi bronkus)
  • Terdapat sputum
  • Hidung pasien tidak tersumbat



  • Tidak terdapat suara nafas tambahan

  • Tidak terdapat sputum
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Ds :
  • Pasien mengatakan sesak napas
Do :
  • Sianosis
  • Pa O2 : rendah
  • Pa CO2 : tinggi
  • Saturasi hemoglobin menurun.
·         Pasien tidak sesak nafas

  • Tidak terjadi sianosis
  • Pa O2 : (normal 80 – 100 mmHg)
  • Pa CO2 : (normal 36 – 44 mmHg).
  • Saturasi hemoglobin normal
Gangguan pertukaran gas
Ds :
  • Pasien mengatakan sesak napas
Do :
  • Pola Napas tidak teratur
  • Dispnea
  • Terdapat penggunaan otot bantu pernapasan
·         Pasien tidak sesak nafas

  • Pola nafas teratur
  • Pernafasan normal
  • Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Pola nafas tidak efektif
Ds :
  • Pasien mengatakan tidak nafsu makan
Do :
  • Nafsu makan buruk/anoreksia
  • Penurunan berat badan

  • Pasien nafsu makan

  • Nafsu makan baik
  • Berat badan ideal
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


B.     Analisa Masalah
1.      P    :  Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
E    :  Peningkatan produksi sekret
S    : Pasien mengatakan hidungnya tersumbat, suara nafas tambahan :   ronchi, (akibat obstruksi bronkus), terdapat sputum

2.      P    :  Gangguan pertukaran gas
E    :  Obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
S    :   Pasien mengatakan sesak napas, sianosis , Pa O2 : rendah, Pa CO2 : tinggi

3.      P    : Pola nafas tidak efektif
E    : Broncokontriksi, mukus
S    : pola napas tidak teratur, dispnea, terdapat penggunaan otot bantu pernapasan

4.      P    : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
 E    : Kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
S    : Nafsu makan buruk/anoreksia, penurunan berat badan

C.    Diagnosa Keperawatan
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
3.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual          muntah.

III.                        INTERVENSI
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan produksi sekret
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi
KH :
- Suara nafas(vesicular): nilai 3
- Secret (-):nilai 3
- RR: 16-24x/menit:nilai 4
Pengkajian
1. Auskultasi bunyi nafas
2. Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
3. Observasi karakteristik batuk
HE
4. informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang didalam ruang perawatan
5. intruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi




Kolaborasi
6. Berikan obat sesuai indikasi : bronkodilator, Xantin, Kromolin, Steroid oral/IV dan inhalasi, antimikrobial, analgesik
7.Berikan humidifikasi tambahan(nebulizer)
Aktivitas Lain
8. Pertahankan polusi lingkungan minimum
1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
2. Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
3. Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau kelemahan
4. informasi diberikan untuk menimbulkan sikap kooperatif dari pasien dan keluarga


5. membantu pasien mendapatkan ventilasi yang adekuat
6.megurangi efek penyakit penyebab
7. kelembaban udara menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran dan dapat membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus
8. meningkatkan kualitas oksigen lingkungan untuk ambilan nafas
2
Gangguan pertukaran gas behubungan dengan ketidakseimbangan perfusi-ventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan pertukaran gas teratasi
KH :
- pCO3 (3)
- pO2 (3)
- sianosis (3)
- Hemoglobin (3)
Pengkajian
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
2. Auskultasi bunyi nafas
3. Awasi tanda vital dan irama jantung dan Awasi GDA
HE
4. Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
5. Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen dan tindakan lainnya.
Kolaborasi
6. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
7. Berikan obat yang diresepkan(misalnya:natrium bikaronat)
Aktivitas Lain
8 Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur,untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kendali.
9. Lakukan hygiene mulut secara teratur.
1. Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
2. Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi
3. Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung serta PaCO­2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
4. Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
5. Supaya tidak terjadi salah paham antra pasien,keluarga terhadap perawat yang melakukan tindakan.
6. Dapat memperbaiki/ mencegah buruknya hipoksia.
7. Untuk mempertahankan asam basah.
8 Mempertahankan keadaan umum pasien agar tetap stabil saat dilakukan tindakan tersebut.
9 Mempertahakan kebersihan mulut supaya pasien bias berkomunikasi dengan baik tanpa ada rasa malu.
3.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam  pola nafas tidak efektif teratasi
KH:
-    Pola nafas teratur
-    Pernafasan normal
-    Menggunakan otot bantu pernafasan seperlunya

1.      Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
2.      Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
3.      Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafsan jika diharuskan


1.      Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
2.      Memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
3.      menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan
4.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan teratasi
KH :
- Makan (3x/hr) (4)
- Minum (8 gls/hr) (4)
- Mual (4)
- BB ideal (2)
Pengkajian
1. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan.
2. Kaji kebiasaan diet,masuakan saat ini Catat derajat kesulitan makan.Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
HE
3. Ajarkan pasien/keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
4. Ajarkan metode untuk perencanaan makan.
Aktivitas Kolaboratif
5. Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah dicerna,secara nutrisi seimbang,misalnya nutrisi tambahan oral/selang,nutrisi parenteral total agar asupan yang kalori yang adekuat dapat dipertahankan.
6. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Aktivitas lain
7. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat
8. Timbang berat badan sesuai indikasi
1. Membantu pasien untuk menambah nafsu makan.
2. Pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea,produksi sputum,dan obat.Selain itu,banyak pasien Bronkitis kronis mempunyai kebiasaan makan buruk,meskipun kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolik dengan meningkatkan kebutuhan kalori.Sebagai akibat,pasien sering masuk rumah sakit dengan beberapa derajat malnutrisi.
3. Menghilangkan persepsi bahwa makanan yang bergizi tidak selalu mahal.
4. Memberikan ketraturan makan agar nutrisi yang masuk tercukupi.
5. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situsi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien menggunakan energi.
6. Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan meningkatkan masukan.
7 . Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma,dan dapat meninkatkan dispnea.
8 . berguna untuk menentukan kebutuhan kalori,menyusun tujuan berat badan,dan evaluasi keadekuatan.

IV.               IMPLEMENTASI
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)

V.               EVALUASI
   Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien  terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, pasien memahami kondisi penyakitnya.


DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ari. 2011. LP Bronkhitis Kronis. (Online), (http://ariakuy.blogspot.com/2011/10/lp-bronkhitis-kronis.html, diakses 15 September 2014)
E, Marilynn Doenges, Mary Frances Moorhouse and Alice C. Geissler. 1999. EGC:Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC
Nuraliah, Aneng. 2011. Laporan Pendahuluan Bronkitis dan Askepnya. (Online), (http://anengkuyzakp14.blogspot.com/2011/10/laporan-pendahuluan-tubercolosis.html, diakses 15 September 2014)
Price,Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi. Jakarta :EGC
Setiono, Wiwing. 2014.  Laporan Pendahuluan Bronkitis. (Online), (http://lpkeperawatan.blogspot.com/2014/01/laporan-pendahuluan-bronkitis.html#.VBkFLqDDUyw, diakses 15 September 2014)
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 .  Jakarta : EGC




3 komentar: